Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kuliah Sambil Belajar tentang Hidup di Sydney

23 Juni 2013   06:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:34 4170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13719434881168312409

Individualis bukan berarti tidak punya perhatian pada orang lain. Setiap orang punya kewajiban sosial atau "duty of care".  Kalau ada orang lain mendapat celaka dan kita hiraukan bisa terjerat hukum.  Karena dianggap lalai dan tidak ada duty of care. Menerapkan fungsi duty of care itu ada aturan-aturannya. Aturan-aturan itulah yang membuat orang kadang enggan untuk menolong dan terlibat.

Padahal aturan kewajiban duty of care tersebut sebenarnya tidaklah njlimet. Asal ada common sense, masuk akal dan logis.  Dalam kasus tertentu, misalnya orang terluka atau kecelakaan, hanya orang yang punya sertifikat first aid yang boleh menolong dan melakukan tindakan dalam hal tertentu. Orang awam lebih terbatas cara menolongnya karena tidak dibekali pengetahuan first aid (P3K). Masalah budaya saja yang membuat nampak sulit. Sekali tahu budayanya, kewajiban duty of care bisa berjalan otomatis.

Seorang teman dari Amerika Latin pernah melaporkan pada polisi, ketika dalam perjalanan berangkat kerja ia melihat dua orang pemuda bertingkah laku mencurigakan berada di depan sebuah rumah. Tapi oleh polisi laporan tersebut tidak ditanggapi dengan baik. Saat di tempat kerja, teman tersebut mendapat telpon dari polisi dan ditanya macam-macam.

Ternyata beberapa jam setelah teman tersebut melaporkan tentang dua pemuda mencurigakan, seorang pemilik rumah melaporkan bahwa rumahnya telah dimasuki orang dan mengambil barang-barang berharga yang ada di dalam rumah. Beberapa detektif datang ke rumah teman saya dan menanyainya lebih lanjut. Hingga berjalan beberapa minggu. Ia malah merasa dicurigai oleh polisi.  Teman saya akhirnya kapok. Kalau ada apa-apa lebih baik diam dan pura-pura tidak tahu.

Bagaimana teman saya bisa tahu kalau orang tersebut "mencurigakan" dan ternyata terbukti mencuri? Sedang letak rumah yang kecurian tersebut jauh dari tempat tinggalnya? Hal nampak tidak logis begini terdengar biasa di telinga kita. Tapi ternyata tidak demikian halnya bila terjadi di seputaran Sydney.

Biaya Kuliah Mahal

Hal tersebut di atas adalah gambaran umum kehidupan di Sydney. Mungkin tidak tepat semuanya. Tapi bisa dirasakan bila telah cukup lama menetap di Sydney.

Biaya hidup di seputar Sydney amat tinggi. Banyak masyarakat yang hidup gali lubang tutup lubang meski mereka nampak sejahtera. Gaji yang diterima tiap minggu sering tidak menyisakan banyak di akhir minggu berikutnya. Mereka bisa panik bila gaji diterima terlambat meski hanya beberapa jam saja.  Hal ini berlaku pada orang yang punya tanggungan cicilan rumah atau mobil. Gaji seminggu bisa terkuras habis kalau tidak pandai berhemat dan selektif dalam membelanjakan uangnya.

Bagi orang tua yang menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi, hampir tidak mungkin bisa membiayai kuliah anak-anaknya secara langsung karena beaya kuliah yang terlalu tinggi.  Banyak generasi muda Australia, begitu lulus dari year 10 atau year 12 biasanya langsung cari kerjaan dan menunda kuliahnya hingga punya tabungan cukup. Atau kuliah mengambil kursus singkat atau ketrampilan khusus.

Kalau sang anak memutuskan untuk kuliah, beaya beli buku dan lain keperluan kuliah biasanya si anak harus nyambi kerja part time.  Bea kuliah bisa hutang pada pemerintah dan mengembalikan bila nanti sudah lulus dan bekerja. Hutang ke pemerintah itu wajib dibayar jika telah punya penghasilan cukup dan dipotong lewat pajak langsung dan otomatis.

Ngirit

Penulis pernah punya kenalan beberapa mahasiswa yang kuliah di Sydney baik yang dibiayai pemerintah lewat bea siswa juga atas biaya mandiri. Tidak banyak masalah dialami oleh mahasiswa yang belajar karena atas dukungan bea siswa.  Lain halnya bagi mahasiswa atas biaya sendiri. Beberapa mahasiswa memang punya orangtua super kaya sehingga bisa kirim uang ke Australia jutaan rupiah per bulan untuk anaknya.  Bahkan bisa membelikan flat, mobil dan lain-lain selama belajar di Australia.  Namun tidak banyak mahasiswa yang punya keberuntungan seperti itu.

Beberapa mahasiswa yang saya kenal sebagian besar atas beaya sendiri. Kiriman uang dari orangtua mereka relatif pas-pasan. Para mahasiswa tersebut banyak melakukan pengiritan terutama dalam sewa tempat tinggal. Mereka sharing flat antar mereka. Satu kamar diisi dua orang kadang empat orang. Beberapa mahasiswa dari India malah satu kamar diisi sampai 10 orang (Tentu saja hal ini tanpa sepengetahuan pemilik flat). Sewa flat satu kamar di kota Sydney sekitar $1200 per minggu (tergantung fasilitas dan lokasinya. Banyak juga yang sewanya berkisar $500 - $1000 per minggu). Jadi cukup banyak jumlah dollar yang bisa diirit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun