Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kuliah Sambil Belajar tentang Hidup di Sydney

23 Juni 2013   06:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:34 4170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13719434881168312409

Beberapa mahasiswa Indonesia saat berkumpul bersama di rumah dinas kediaman Konjen RI di Sydney. Foto: Dokumentasi pribadi.

Kalau ingin merubah mentalitas manja, pergilah ke luar negeri. Terutama di negara-negara industri maju. Karena hanya dengan mengenyam pengalaman langsung lewat kehidupan sehari-hari baru bisa dirasakan efeknya. Banyak orang bisa saja beranggapan hanya yang enak-enak bahwa hidup di negara maju itu "nyaman" dan "gampang". Padalah kenyamanan dan kegampangan itu tidak datang dengan gratis. Ada beaya untuk itu.

Banyak pengalaman lain bisa diperoleh saat hidup di negara orang.  Misalnya ethos kerja, disiplin, cara mengelola waktu, cara bergaul, cara menghargai orang lain, kebebasan berpendapat, sikap profesional, cara pikir logis dan rasionil dan lain-lain. Bahkan cara berjalan pun bisa dipelajari. Karena setiap orang sepertinya kalau berjalan tergesa-gesa. Semua serba harus cepat dan tepat waktu.

Pengelolaan waktu adalah hal yang sangat penting untuk bisa hidup dengan baik.  Jika tidak bisa mengelola waktu dengan baik, pada akhir minggu akan terasa beban makin berat. Kerjaan numpuk, badan capek, tidak bisa santai dan sebagainya. Dan hal ini makin bertambah-tambah jika tidak segera diatasi.

Dan paling penting lagi adalah belajar untuk hidup mandiri tidak tergantung pada siapapun. Inilah hal paling berat bagi orang Indonesia yang baru beberapa bulan tinggal di Sydney. Alam kehidupan yang lebih sosial di Indonesia tidak bisa sepenuhnya bisa dijalankan. Kehidupan di negara barat lebih individualis.  Tidak ada orang lain yang akan menolong selain diri sendiri.  Tidak ada orang yang mencampuri urusan orang lain tanpa ijin.

Menolong tidak selalu punya efek baik.  Tidak menolong juga tidak selamanya jelek.  Menolong atau tidak harus tahu aturannya.  Bisa-bisa kena jerat hukum bila tidak memperhatikan aturan-aturannya. Tahu aturan, itulah yang paling penting buat survive. Semakin tahu aturan semakin ada di atas angin. Maka pelajari setiap aturan mainnya dalam segala hal. Tidak ada orang yang bisa menghalangi gerak jika tahu aturan. Bisa mendebat sekerasnya bila tahu aturan. Dan yang tahu aturan biasanya jadi pemenang.  Tidak peduli apakah anda cewek, cowok, tua, muda, gemuk atau kurus.

Saat tinggal di negara individualis dan serba cepat harus pandai mencari cara untuk menghibur diri sendiri. Waktu harus diciptakan untuk diri sendiri. Kepandaian menikmati hiburan, meski sendiri juga merupakan sebuah skill yang amat bermanfaat untuk hidup di negara individualis.

Dulu ketika masih kecil, mungkin kita terbiasa main dengan anak tetangga sekampung. Serasa aneh bila main-main sendiri. Adalah hal biasa jika hal tersebut terjadi di Sydney. Kita dapati seorang anak kecil asyik main-main sendiri. Anak tetangga saya, kadang main bola sendirian di halaman rumahnya. Menendang ke sana-ke mari dengan asyik. Dia asyik menghibur dirinya sendiri.

Sejak kecil orang barat terbiasa hidup secara individualis. Kalau tidak pandai menghibur diri, orang bisa mengalami rasa kesepian kronis. Hal ini sering terjadi pada orang-orang yang datang dari negara yang masyarakatnya punya kekerabatan sosial baik dan kemudian tinggal di Australia. Bahkan ada yang berakhir dengan tragis, mengakhiri rasa kesepiannya dengan bunuh diri. Kasus ini banyak terjadi pada imigran yang tinggal di daerah luar kota dan menikah dengan orang Australia. Masalah bahasa dan budaya termasuk masalah utama dan berat untuk dilakukan penyesuaian.

Individualis bukan berarti tidak punya perhatian pada orang lain. Setiap orang punya kewajiban sosial atau "duty of care".  Kalau ada orang lain mendapat celaka dan kita hiraukan bisa terjerat hukum.  Karena dianggap lalai dan tidak ada duty of care. Menerapkan fungsi duty of care itu ada aturan-aturannya. Aturan-aturan itulah yang membuat orang kadang enggan untuk menolong dan terlibat.

Padahal aturan kewajiban duty of care tersebut sebenarnya tidaklah njlimet. Asal ada common sense, masuk akal dan logis.  Dalam kasus tertentu, misalnya orang terluka atau kecelakaan, hanya orang yang punya sertifikat first aid yang boleh menolong dan melakukan tindakan dalam hal tertentu. Orang awam lebih terbatas cara menolongnya karena tidak dibekali pengetahuan first aid (P3K). Masalah budaya saja yang membuat nampak sulit. Sekali tahu budayanya, kewajiban duty of care bisa berjalan otomatis.

Seorang teman dari Amerika Latin pernah melaporkan pada polisi, ketika dalam perjalanan berangkat kerja ia melihat dua orang pemuda bertingkah laku mencurigakan berada di depan sebuah rumah. Tapi oleh polisi laporan tersebut tidak ditanggapi dengan baik. Saat di tempat kerja, teman tersebut mendapat telpon dari polisi dan ditanya macam-macam.

Ternyata beberapa jam setelah teman tersebut melaporkan tentang dua pemuda mencurigakan, seorang pemilik rumah melaporkan bahwa rumahnya telah dimasuki orang dan mengambil barang-barang berharga yang ada di dalam rumah. Beberapa detektif datang ke rumah teman saya dan menanyainya lebih lanjut. Hingga berjalan beberapa minggu. Ia malah merasa dicurigai oleh polisi.  Teman saya akhirnya kapok. Kalau ada apa-apa lebih baik diam dan pura-pura tidak tahu.

Bagaimana teman saya bisa tahu kalau orang tersebut "mencurigakan" dan ternyata terbukti mencuri? Sedang letak rumah yang kecurian tersebut jauh dari tempat tinggalnya? Hal nampak tidak logis begini terdengar biasa di telinga kita. Tapi ternyata tidak demikian halnya bila terjadi di seputaran Sydney.

Biaya Kuliah Mahal

Hal tersebut di atas adalah gambaran umum kehidupan di Sydney. Mungkin tidak tepat semuanya. Tapi bisa dirasakan bila telah cukup lama menetap di Sydney.

Biaya hidup di seputar Sydney amat tinggi. Banyak masyarakat yang hidup gali lubang tutup lubang meski mereka nampak sejahtera. Gaji yang diterima tiap minggu sering tidak menyisakan banyak di akhir minggu berikutnya. Mereka bisa panik bila gaji diterima terlambat meski hanya beberapa jam saja.  Hal ini berlaku pada orang yang punya tanggungan cicilan rumah atau mobil. Gaji seminggu bisa terkuras habis kalau tidak pandai berhemat dan selektif dalam membelanjakan uangnya.

Bagi orang tua yang menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi, hampir tidak mungkin bisa membiayai kuliah anak-anaknya secara langsung karena beaya kuliah yang terlalu tinggi.  Banyak generasi muda Australia, begitu lulus dari year 10 atau year 12 biasanya langsung cari kerjaan dan menunda kuliahnya hingga punya tabungan cukup. Atau kuliah mengambil kursus singkat atau ketrampilan khusus.

Kalau sang anak memutuskan untuk kuliah, beaya beli buku dan lain keperluan kuliah biasanya si anak harus nyambi kerja part time.  Bea kuliah bisa hutang pada pemerintah dan mengembalikan bila nanti sudah lulus dan bekerja. Hutang ke pemerintah itu wajib dibayar jika telah punya penghasilan cukup dan dipotong lewat pajak langsung dan otomatis.

Ngirit

Penulis pernah punya kenalan beberapa mahasiswa yang kuliah di Sydney baik yang dibiayai pemerintah lewat bea siswa juga atas biaya mandiri. Tidak banyak masalah dialami oleh mahasiswa yang belajar karena atas dukungan bea siswa.  Lain halnya bagi mahasiswa atas biaya sendiri. Beberapa mahasiswa memang punya orangtua super kaya sehingga bisa kirim uang ke Australia jutaan rupiah per bulan untuk anaknya.  Bahkan bisa membelikan flat, mobil dan lain-lain selama belajar di Australia.  Namun tidak banyak mahasiswa yang punya keberuntungan seperti itu.

Beberapa mahasiswa yang saya kenal sebagian besar atas beaya sendiri. Kiriman uang dari orangtua mereka relatif pas-pasan. Para mahasiswa tersebut banyak melakukan pengiritan terutama dalam sewa tempat tinggal. Mereka sharing flat antar mereka. Satu kamar diisi dua orang kadang empat orang. Beberapa mahasiswa dari India malah satu kamar diisi sampai 10 orang (Tentu saja hal ini tanpa sepengetahuan pemilik flat). Sewa flat satu kamar di kota Sydney sekitar $1200 per minggu (tergantung fasilitas dan lokasinya. Banyak juga yang sewanya berkisar $500 - $1000 per minggu). Jadi cukup banyak jumlah dollar yang bisa diirit.

Sebenarnya kalau mau nyewa flat di luar kota Sydney, bisa lebih 50% ngirit (sewa flat bisa sekitar $250-$500 per minggu). Asal di dekat jalur kereta, sebenarnya tidak merepotkan. Harga tiket weekly kereta relatif amat murah karena ada discount buat full time student.  Tapi rata-rata para mahasiswa senang tinggal di pusat kota. Alasannya adalah dekat dengan tempat kuliah dan banyak temannya.  Selain itu, banyak lowongan kerja part time ada di pusat kota.

Ngirit pengeluaran juga bisa dilakukan dengan mengurangi makan di luar. Masak sendiri bisa mengurangi budget pengeluaran cukup banyak dalam seminggunya. Seorang mahasiswa menu sehari-harinya nasi dan indomie sebagaimana kebanyakan mahasiswa di tanah air.  Kadang beli telur atau daging yang harganya relatif murah di Sydney.  Harga tenaga kerja di Sydney memang mahal. Maka masak sendiri sebenarnya seperti telah menggaji diri sendiri untuk itu.

Kadang memang bosan masak sendiri. Bolehlah sekali-kali ke restauran take away yang bisa dibungkus. Bisa beli sayurannya saja dan nasinya masak sendiri. Restaurant jenis take away ini jumlahnya banyak. Bisa didapat hampir di setiap jalan.

Orang Indonesia biasanya kalau tidak makan nasi terasa belum makan. Di restaurant cepat saji semacam macdonald meski harganya relatif amat murah, tapi tidak menyediakan nasi. Belajarlah masak sebelum pergi ke Sydney, karena manfaatnya akan banyak sekali. Selain bisa ngirit banyak, makanan kesukaan di Indonesia amat sukar dicari. Hanya dengan masak sendirilah rasa kangen menu masakan Indonesia bisa dikurangi.

Rasa kangen dengan masakan Indonesia ini tidak bisa dianggap enteng.  Kadang bisa menyita pikiran kalau nggak segera disadari. Sampai kangennya kadang secara tiba-tiba terasa mencium baunya meski lagi berada dalam kereta. Sebuah kangen yang akut.

Kerja

Banyak mahasiswa bekerja di industri hospitality.  Tidak saja mahasiswa asing, tapi juga mahasiswa Australia sendiri. Industri hospitality termasuk industri paling flexible buat mahasiswa.  Pengalaman kerja juga tidak begitu dituntut.  Asal tentu saja bisa bahasa Inggris.  Mereka bisa kerja di restaurant biasa hingga restaurant hotel berbintang. Di perhotelan, banyak juga mahasiswa yang bekerja sebagai Room Attendant, Kitchen-hand, Waiter  atau Cleaner.

System gaji pakai sistem grade.  Biasanya pekerja pada level yang dituntut tanpa banyak pengalaman (grade 1, 2)  besarnya sama perjamnya. Atau sekitar AUD$16-$20/jam. Mahasiswa luar negeri hanya boleh bekerja tidak lebih 20 jam dalam seminggu.  Satu hari kerja bisa 4 jam (part time/casual) hingga 7.6 jam (full shift).

Sepertinya industri hospitalitylah yang paling bisa mengerti kehidupan mahasiswa. Mereka tidak segan-segan menyesuaikan roster kerja sesuai ketersediaan waktu si mahasiswa. Jika si mahasiswa telah membuktikan sebagai pekerja keras dan bisa dipercaya, biasanya lebih diperlakukan istimewa. Apalagi mahasiswa tersebut lagi belajar bidang hospitality, biasanya akan dipekerjakan seusai mereka tamat kuliah jika ada lowongan kerja.

Beberapa hotel malah mengandalkan tenaga para mahasiswa ini karena banyak tersedia jumlahnya, terutama di bagian Housekeeping Department dan Food & Beverage.  Kekurangan dari mempekerjakan mahasiswa adalah bila tiba saatnya musim ujian. Banyak mahasiswa menolak untuk dipanggil kerja dengan alasan sibuk belajar. Inilah penghalang bagi industri untuk tidak mempercayakan sepenuhnya tergantung pada tenaga mahasiswa. Reliabilitas amat diutamakan dalam industri hospitality karena menyangkut kepuasan pelayanan konsumen yang amat vital untuk keberlangsungan hidup industri.

Untuk mencari lowongan kerja bisa lewat selebaran atau dinding informasi di kampus.  Bila lewat internet, paling populer di kalangan manager hospitality adalah situs seek.com. Beberapa hotel kini juga merekrut tenaga-tenaga yang dikenal oleh karyawan. Ada insentif bagi si karyawan bila merekomendasikan temannya untuk posisi lowong yang ditawarkan. Proses penyaringan karyawan melewati jalur yang sama. Bisa juga datang langsung ke hotel dan mengisi formulir lowongan kerja.  Namun cara ini kurang populer.  Kesan mengemis pekerjaan sebaiknya sejauh mungkin dihindari. Pertahankan sikap profesionalisme.

Profesionalisme

Banyak mahasiswa Indonesia tidak terbiasa kerja keras apalagi jika harus bekerja di jenis pekerjaan yang sering dianggap rendahan di Indonesia. Misalnya cuci piring, pelayan restaurant, ngepel, bersihin toilet, bersihin kamar, bell boy dan sebagainya.  Mental merendahkan pekerjaan harus dihilangkan.  Bila tidak segera dirubah cara berpikir ini, bisa membuat seseorang stress. Semua kerjaan adalah sama. Hanya sebagai profesi. Dan semua harus dikerjakan menurut standard dan profesional.

Tidak sedikit mahasiswa yang nangis ketika menyadari jenis kerjaan yang bisa didapat saat kuliah di Sydney.  Sebuah pekerjaan yang tidak terbayangkan akan dilakukan.  Ada seorang mahasiswi Indonesia yang kerja di toko roti disuruh-suruh untuk ngangkat dagangan roti. Memperlakukan dirinya seperti seorang cowok. Rasanya ingin nangis, begitu ceritanya.  Namun begitulah budaya di Sydney. Kadang laki atau perempuan tidak banyak dibedakan. Tentu saja dengan mempertimbangkan kemampuan fisik masing-masing.

Jika bekerja di Housekeeping sebuah hotel, biasanya posisinya adalah Room Attendant. Posisi ini banyak staff turn overnya. Lowongan kerja lebih sering ada. Kerjanya membersihkan kamar. Satu kamar harus selesai dalam 20-30 menit tergantung hotelnya. Biasanya dalam sehari tidak lebih dari 15 kamar. Pekerjaan ini memerlukan kekuatan fisik. Kalau tidak terbiasa atau tidak efisien dalam penggunaan tenaga, sampai rumah terasa super capek pinginnya langsung tidur. Tidak banyak persyaratan kerja diperlukan untuk pekerjaan ini.  Tentu saja bahasa Inggris harus bisa.  Tapi tidak perlu lancar cas cis cus. Tidak banyak yang tertarik melamar kerja ini, apalagi orang bule. Tapi positifnya adalah, lowongan kerja lebih terbuka. Tidak begitu jelek jika digunakan sebagai batu loncatan sekedar mengenal ethos kerja atau pengalaman kerja di perhotelan.

Kerja di Food and Beverage (F&B) departemen lebih ringan. Tugas utamanya melayani makan tamu. Setting restaurant pada saat akan buka. Menyiapkan makanannya, minumannya, susu, gula, mengambil piring kotor dan sebagainya. Meski lebih ringan, namun ada juga seorang mahasiswi Indonesia yang mengeluh.  Katanya, kerja kok kayak pelayan. Mahasiswi ini malah senang kerja di bagian Housekeeping karena tidak banyak berhubungan dengan tamu.  Semua memang tergantung selera. Karena di F&B sering berhubungan dengan tamu, maka dengan sendirinya standard bahasa Inggrisnya juga dituntut untuk lebih fasih. Dan kebanyakan yang bekerja sebagai waiter adalah mahasiswa Australia atau mahasiswa dari luar negeri yang telah relatif fasih bahasa Inggrisnya.

Posisi lain di perhotelan yang populer di antara mahasiswa adalah bell boy atau porter.  Meski kadang harus angkat-angkat koper inbound group, tapi tip yang diperoleh dari tamu kadang amat menarik. Bahkan ada penduduk Australia yang tidak mau dipromosikan ke posisi lebih tinggi karena faktor tip yang didapat. Di hotel-hotel berbintang 4 dan 5 tip yang diperoleh dari para tamu kadang bisa melebihi gaji selama seminggu. Dan karena diterima on hand, jadi bebas pajak. Inilah menariknya kerja sebagai porter. Posisi porter juga 24 jam. Posisi night porter juga ada tapi tidak banyak peminatnya. Mahasiswa Korea dan Jepang senang sekali dengan posisi night porter.

Perjalanan karier tercepat di perhotelan adalah di departemen Front Office. Tapi untuk masuk ke departemen ini relatif kompetitif. Karena intensitas hubungan dengan tamu tinggi, maka bahasa Inggris juga harus lebih baik dari departemen lain. Tapi begitu masuk di depertemen ini banyak hal bisa didapat termasuk kenaikan karier yang relatif cepat dibanding di departemen lain.  Promosi internal untuk posisi front office biasanya diambil dari F&B department.

Lowongan kerja alternatif lain adalah di pabrik. Banyak juga orang Indonesia atau imigran Asia lain yang senang kerja di pabrik. Tapi menurut pengalaman orang yang pernah kerja di pabrik kemudian pindah profesi ke industri hospitality, adalah kemampuan dalam bahasa Inggris.  Kerja di pabrik banyak berhubungan dengan mesin.  Karena jarang berhubungan dengan manusia, maka perkembangan kemampuan untuk berbahasa Inggris jadi lamban.

Jangan Kecil Hati

Kerja di manapun, jangan sampai merasa kecil hati. Pekerjaan adalah profesi. Tidak ada yang merendahkan.  Bahkan tukang ngoleksi sampah banyak dilakukan oleh orang Australia dan mereka kaya-kaya. Tanahnya berhektar-hektar.

Jangan menganggap bahwa pendidikan tinggi anda tidak pantas untuk kerja "rendahan". Karena kalau mau bertanya, seorang Room Attendant di sebuah hotel di Sydney ada yang punya gelar master di tiga disiplin ilmu. Bahkan ada yang lulusan sarjana hukum dan lawyer di negaranya. Dan banyak latar belakang pendidikan lain yang diperoleh dari negara asal.  Mereka bekerja demi memperoleh pendidikan yang dicita-citakan.

Untuk survive di Sydney memang perlu kerja keras, tahan banting, disiplin, tepat waktu, siap mental, tegar dan mandiri. Inilah faktor penting lain yang amat berharga sebagai bekal hidup di masa datang.  Pengalaman tersebut tidak bisa didapat di sembarang tempat. Tidak juga bisa diperoleh di bangku pendidikan.

Secara umum, menurut pengamatan penulis, para mahasiswa Indonesia yang ada di Sydney bisa survive dengan pekerjaannya. Mereka nampak senang-senang saja melakukannya. Bahkan ada yang bangga bisa bekerja karena pengalaman yang diperoleh adalah sesuatu yang baru dan menarik.

Ada mahasiswa yang update status di FB dengan mengupload foto-foto hasil ketrampilannya bikin kopi. Bikin kopi memang tidak asal kopi ditaruh di gelas lalu dituangi air panas sebagaimana kita lakukan di Indonesia bikin kopi tubruk. Jauh lebih menarik dan diperlukan ketrampilan khusus.  Maka pantaslah teman tersebut merasa bangga.  Tidak semua orang bisa menguasai dengan baik cara bikin kopi (barista) dengan teknik benar dan dengan rasa yang nyusss...*** (HBS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun