Mohon tunggu...
Hutomo Riyadi
Hutomo Riyadi Mohon Tunggu... -

mahasiswa jurusan budaya + bahasa Jepang tahun akhir di sebuah PTN di Bandung (Bandung coret tepatnya), sedang mencoba menyelesaikan skripsi yang gak selesai2 sambil mempelajari bahasa asing tambahan, dan memperdalam kembali bahasa Indonesia (as primary language)...sambil tetap meneruskan hobi menuils kapanpun...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Maumu Malaysia?

12 Oktober 2011   12:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:02 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari belakangan, berita di layar kaca maupun di banyak situs kembali dihebohkan dengan tersiarnya kabar bahwa patok perbatasan RI-malaysia di wilayah Kalimantan Barat bergeser sepihak, yang notabene membuat RI harus menderita kehilangan sebangian wilayah territorialnya, mungkin kecil jika dibanding dengan luas keseluruhan RI, namun berefek besar pada sosio-politis, geografi dan hankam. Yang lagi-lagi, menyebabkan bara dendam antar kedua negara kembali berkobar. Yang lagi-lagi, saya sebagai masyarakat umum hanya bisa menahan geram dan dengan pertanyaan 'apa maumu Malaysia??' berputar-putar didalam kepala.

Seklias, hal ini mengingatkan saya tentang epik klasik Yunani kuno, tentang Athena-Sparta, dua negara-kota serumpun yang bersaing di segala hal. Oke cukup dengan intermezzonya, mari kembali ke hal yang kita singgung di awal tadi...

Sekarang mari kita lirik dari keadaan ekonomi dan politik yang ada di dua negara (yang ngakunya) serumpun ini...sebelumnya saya sedikit minta maaf kalau kurang akurat, karena ini adalah kumpulan dari semua kesimpulan yang bisa saya ambil dari banyak berita, data dan fakta, dst tentang kedua negara.

Kalau mau melirik ke situasi ekonomi, mungkin bisa disimpulkan kalau salah satu motif  'jiran tersayang' itu mencaplok wilayah RI lebih berdasar pada penguasaan SDA di perbatasan yang belum tergarap oleh pihak RI, dengan sedikit memanfaatkan 'pinter'nya pejabat-pejabat RI yang terlalu sibuk dengan huru-hara politik di tingkat pusat, maka terbukalah kesempatan bagi pihak malaysia untuk menggeser patok perbatasan secara diam-diam. Kenapa demikian?? Hmm...Global meltdown (istilah yg disebut-sebut aljazeera untuk krisis keuangan global sekarang ini) sudah memberikan jawabannya diawal krisis ini dimulai, dari sekian banyak negara ASEAN, Indonesia merupakan dari sedikit negara ASEAN (dan dunia) yang tidak terpangaruh dengan gonjang-ganjing tersebut, salah satu alasan yang paling gampang adalah Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, memiliki pasar domestik yang besar seperti halnya China dan Rusia, hal tersebut, ditambah krisis keuangan global, membuat Indonesia makin memberdayakan dan memaksimalkan pasar domestiknya yang besar dan belum sepenuhnya tergarap. Dan Indonesia, bersama dengan Brazil, China, Rusia dan India, merupakan satu dari sedikit negara yang masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonominya diatas 5% per tahun (tepatnya, 6%), walaupun krisis keuangan global melanda seantero jagat, ditambah dengan rasio hutang RI yang masih dibawah batas 25% dari keseluruhan neraca keuangan negara, yang tergolong sebagai rasio yang sehat, dan cadangan SDA yang besar, Indonesia masih bisa 'ongkang-ongkang kaki', walaupun krisis keuangan melanda dunia. Bagaimana dengan malaysia??? Sewaktu krisis keuangan global dimulai, sempat santer terdengar kabar dari negeri seberang kalau subsidi besar-besaran yang dinikmati rakyat malaysia mulai perlahan dicabut dengan alasan mengurangi defisit pendapatan pemerintah. Ya, malaysia, adalah negara yang mempunyai ketergantungan terhadap kegiatan perdangangan antar negara dan kestabilan keuangan global, bersama sekian banyak negara di dunia, merasakan efek dari krisis tersebut. Apalagi ditambah dengan rasio hutang malaysia yang sudah mencapai 60% dari keseluruhan neraca keuangan negara, termasuk dalam negara dengan rasio hutang yang tinggi (kalau diibaratkan pengguna kartu kredit, batas overlimit kartu sudah dilewati). Dan kalau dianalogikan, dengan hutang sebesar itu, walaupun cadangan devisa malaysia termasuk besar dibanding Indonesia, tanpa kestabilan keuangan global (yang menjadi tumpuan bagi kestabilan perdagangan internasional), dan cadangan SDA yang sedikit, dapat dipastikan malaysia bisa terseret kedalalam lingkaran resesi global. Maka dari itu masuk akal ada yang menyimpulkan jika oleh malaysia patok batas digeser agar pengerukan SDA di perbatasan dapat dijalankan demi menyelamatkan keuangan negara tersebut.

Oke, kembali lagi ke Indonesia. Sebenarnya kalau mau dirunut, ada kesalahan dasar dari pemerintah RI sendiri, kesalahan yang nampak kecil namun fatal. Pemerintah, terutama pusat, cenderung sibuk dengan huru hara politik dan skandal korupsi (saya sebagai orang awam, hal tersebut lama-lama membuat saya makin muak dan tidak percaya dengan parpol, politisi, anggota dewan, dan hal-hal yang berbau demikian), tanpa memperhatikan daerah, terutama daerah-daerah yang menjadi wilayah perbatasan dengan negara tetangga. Ambil contoh yang dekat saja (gak usah jauh-jauh ke perbatasan di Kalimantan), di Medan, Sumatera Utara. Yang dibatasi selat malaka dengan malaysia, saya bisa lebih mudah mendapatkan barang-barang impor (entah yang black market, entah yang resmi) asal Singapura atau malaysia, dari barang-barang elektronik seperti halnya blackberry dan i-pad, sampai dengan makanan kecil seperti permen dan aneka cemilan, dibandingkan barang-barang lokal buatan dalam negeri, dengan harga miring. Dan dari opini teman-teman yang berkampung halaman di perbatasan, saya akui memang sepertinya pemerintah terlalu memusatkan pembangunan di dekat pusat pemerintahan dibandingkan di perbatasan (malpraktik pembangunan warisan orde-orde sebelumnya).  Jadi gak heran kalau rakyat di perbatasan bisa-bisanya lebih tahu tentang simbol-simbol kenegaraan negara-negara tetangga dibandingkan dengan simbol kenegaraan RI dan pancasila. Dan gak heran juga banyak warga perbatasan yang cenderung jadi WN malaysia daripada jadi WNI.

Kalau mau dilihat ke faktor politis, bisa jadi hal ini adalah pengalihan isu dari huru-hara isu reshuffle kabinet, dan isu-isu menyebalkan lainnya seperti KPK vs banggar DPR, isu kenaikan BBM dan TDL, dst. Ya, hal itu bisa saja dilakukan pemerintah, apalagi SBY dengan segala kelambanannya nampak sangat amat tidak berdaya menghadapi semua huru-hara politik ini (dibandingkan dengan para pendahulunya), dan demi menghindari dirinya di-impeachment rakyat, mungkin saja SBY  melakukan hal tersebut. Walaupun, hal tersebut membuat SBY dan menlu Marty nampak makin jelas tidak berdaya menghadapi arogansi pemerintah malaysia di banyak isu yang menjadi 'bara di dalam sekam' hubungan antar dua negara.


Satu hal yang sering membuat saya sangat geleng-geleng kepala dengan malaysia, aparat pemerintah mereka cenderung memandang remeh jiran-jiran mereka termasuk Indonesia, tapi kalau mau mereka mengakui, terutama secara ketenagakerjaan, malaysia sangat tergantung dengan pekerja migran asal Indonesia, dari pekerja professional, sampai dengan pekerja kasar untuk perkebunan, buruh bangunan, dll. Almarhum eyang saya semasa hidup pernah nyeletuk "iyalah, orang malaysia kan cenderung adatnya malas, mana mau mereka usaha dari bawah? mana berani mereka kerja kasar? klo mahatir ora sungkem di kakinya soeharto, mana mungkin soeharto mau ngirim TKI kesana" (no offense, saya hanya mengutip ucapan almarhum). Kasar mungkin terdengarnya, tapi sejak saya sering berinteraksi dengan banyak orang malaysia, entah interaksi langsung di kampus, atau via YM/FB, terkadang saya rasa omongan tersebut ada benarnya #MendadakHening

Dipercaturan politik global dekade ini, RI mendapat sorotan sebagai 'beacon of democracy' di Asia Tenggara, RI disebut-sebut sebagai negara paling demokratis, paling plural...dan (menurut saya), tempat dimana dua kutub exstrim (ekstrim liberal dan exstrim radikal) hidup berdampingan di Asia Tenggara. Jika disandingkan dengan epik Yunani kuno, mungkin bisa disamakan dengan Athena. Sedangkan malaysia, mendapat sorotan dunia sebagai negara islam yang menjalankan praktik rasisme atas etnis minoritas, pemerintah tangan besi ala orba...dan (menurut saya juga) tempat lahirnya bapak dari para terroris regional.. #MelirikKeMakamDr.Azhari entah mengapa, hal ini mengingatkan saya pada Sparta di epik Yunani kuno.

Disebutkan didalam epik Yunani, meskipun berasal dari rumpun yang sama Athena dan Sparta mengalami persaingan dan perselisihan sengit yang menyebar ke seluruh semenanjung Yunani, dari hal pemerintahan, ekonomi, teritorial, sampai dengan hal budaya. Dan didalam epik itu juga disebutkan hal itu membuat persaingan tadi berujung pada pecahnya perang Athena-Sparta. Apakah dua negara yang makin mirip dengan Athena dan Sparta ini akan mengalami hal yang sama seperti epik Yunani kuno??? I hope not...

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun