Mohon tunggu...
Mohammad Herdianto
Mohammad Herdianto Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan jurnalis, hanya suka menulis

PNS (Pegawai Nyekel Sapu)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemaknaan "Pakaian Warok" bagi Kantor Pemerintahan Kabupaten Ponorogo

5 September 2018   10:14 Diperbarui: 5 September 2018   12:18 2087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bendera Negara Indonesia memilik dua sisi warna yang berbedha. Banyak yang meyakini bahwa warna Merah pada sisi atas memaknai sebuah keberanian yang begitu membara, dan Putih pada Sisi bawah adalah melambangkan sebuah kesucian.

Arti dari suci itu sendiri adalah konsisten yang secara terus menerus ( istiqomah ) tidak akan pernah bisa terpengaruh oleh kondisi apapun dan tidak ada sedikitpun toleransi didalamnya, artinya jika sudah indonesia maka dalam kondisi apapun tetap indonesia.

Meski dalam makna yang sesungguhnya sendiri, warna dan merah putih tidaklah harus berarti merah adalah berani, dan putih adalah suci. Satu contohnya adalah pemaknaan dalam filosofi jawa, bahwa merah adalah getih ( darah manusia dan binatang ) dan putih adalah getah (darah tumbuhan) menggambarkan sebuah regulasi makhluk Tuhan yang Maha Esa, yang kemudian berselaras dan saling menyeimbangkan dalam satu harmoni di alam semesta ini.

Di sini yang menjadi pertanyaan adalah apakah penting teneteang bagaimana cara pemaknaan itu menjadi sebuah perdebatan? Tentu, jawabannya adalah tidak!

Mengingat bahwa Bung Karno pernah menyuarakan di hadapan rakyat surabaya dalam sepenggalan pidatonya yang berjudul "Apa Sebab Revolusi Kita Berdasar Pancasila" pada tanggal 24 September tahun 1955 silam.

"Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Sang Merah Putih ini. Jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik Indonesia."

Benar sekali, pemaknaan sebuah simbol memang bukanlah hal yang perlu diperdebatkan panjang lebar , setiap manusia memiliki sudut pandang masing-masing dalam memandang sesuatu, dan tergantung dalam sikap dan bagiamana output dari pemaknaan itu sendiri.

Bicara tentang pemaknaan sebuah simbol, pembahasan kali ini masih dalam tema yang sama yaitu tentang pakian warok ponorogo yang dijadikan sebagai seragam kerja bagi seluruh pegawai kantor instansi pemerintah yang ada di kabupaten Ponorogo, khususnya adalah pegawai kantor ATR/BPN Kabupaten Ponorogo.

Bertepatan dengan Perayaan Hari Jadi Kota Ponorogo ke 522 serta Perayaan Grebeg Suro 2018, seluruh pegawai Kantor ATR/BPN Kabupaten Ponorogo diwajibkan untuk mengenakan pakaian khas Warok Ponorogo sebagai seragam kerja selama 2 Minggu, terhitung sejak hari Senin tanggal 03 Sepetember 2018 sampai dengan hari Jum'at 14 September 2018.

Jajaran pejabat beserta kepala kantor ATR/BPN Kabupaten Ponorogo ( tengah ) | dokumen pribadi
Jajaran pejabat beserta kepala kantor ATR/BPN Kabupaten Ponorogo ( tengah ) | dokumen pribadi
Selain untuk ikut serta menyemarakan Hari Jadi Kota Ponorogo dan Grebeg Suro, kepala kantor ATR/BPN Kabupaten Ponorogo Bapak Sugeng M. Santoso mengajak seluruh pegawainya untuk bersama-sama dalam memaknai Pakaian Khas Warok itu sendiri. Meski Pak Sugeng bukan Warga asli Ponorogo, namun apresiasinya terhadap pakaian warok sangatlah luar biasa.

Hal itu disampaikan oleh beliau saat apel pagi tadi. Pak Sugeng mengatakan, bahwa Warok itu adalah seorang tentara yang gagah pemberani dan selalu semangat dalam menjalankan Tugas dan Kewajibannya. Warok adalah sebuah wujud integritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun