Mohon tunggu...
Mohammad Herdianto
Mohammad Herdianto Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan jurnalis, hanya suka menulis

PNS (Pegawai Nyekel Sapu)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Baper saat Motret Teman yang Wisuda

23 April 2018   16:17 Diperbarui: 24 April 2018   03:15 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
( Sumber : portalsatu.com )

Singkat cerita , Ayah saya meninggal dunia ketika waktu itu saya masih sekolah kelas 2 SMA. Ayah meninggal karena sakit diabetes , sempat dirawat di Rumah sakit selama 10 hari dan pada akhirnya Tuhan berkehendak lain, di Rumah sakit itu juga Ayah menghembuskan nafas terakhirnya.

"Semoga Allah selalu menamani hidup barumu di sana ya Ayah " kata yang selalu saya ucapkan dalam hati seketika teringat almarhum ayah, sembari memananjatkan doa untuknya.

Sebagai anak , siapa sih yang tidak merasa kehilangan ketika seorang yang selama ini menjadi sandaran namun telah pergi menghadap Tuhan? Pastinya semua orang yang berada di posisi saya merasakan hal yang sama. Namun apalah daya, semua memang sudah ditakdirkan oleh-Nya, dan tidak ada satu halpun yang patut disesali.

Tidak hanya merasa kehilangan, hidup dalam posisi ditinggal ayah yang notabene sebagai tulang punggung keluarga, sangat berpengaruh pada pola hidup saya sehari-hari. Mengalami perubahan yang sangat luar biasa terutama dalam segi finansialnya.

Biaya sekolah saya harus mencari sendiri, melihat ibu yang masih sangat terpukul atas kepergian ayah, saya tak tega untuk melihatnya kembali bekerja. Hanya yakin yang saya tanamkan dalam otak pada waktu itu, yakin bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hambaNya.

Saya terus mencari cara, bagaimana sekolah saya bisa terus berlanjut minimal sampai lulus SMA. Akhirnya saya memutuskan untuk melamar kerja paruh waktu di toko besi tak jauh dari rumah saya.
Alhamdulillah lamaran saya diterima oleh pemilik toko, saya kerja di toko itu sampai lulus SMA.

***

Beberapa hari yang lalu, salah satu teman menghubungi saya, dia butuh fotografer untuk wisudanya di kampusnya, waktu sudah sangat mepet dan sangat sulit mencari fotografer , dan pada akhirnya dengan kamera yang seadanya, saya berangkat menjadi fotografernya.

Jujur sebenarnya ragu, saya belum pernah menerima job motret sebelumnya. Karena selama ini, motret bagi saya hanya sekedar hobby dan bukan untuk profesi. Dengan bekal ilmu fotografi yang di berikan om Nanang Diyanto - - kakak saya, akhirnya saya berusaha meyakinkan diri, agar lebih bisa percaya diri menerima tawaran dari teman saya yang akan wisuda.

Pagi itu pukul 07:00 saya sudah datang gedung tempat teman saya wisuda. Saya siapkan semua perangkat kamera yang ada di tas ransel saya. Awalnya biasa saja, meski sedikit minder dengan fotografer lainnya, namun suasananya pun ternyata juga tak jauh bedha, sama seperti saat hunting foto sehari - hari.  "Ah paling komposisinya juga sama aja"  pikirku dalam hati agar saya bisa percaya diri.

Gelak tawa para sarjana baru, menambah riuhnya suasana, mereka datang ditemani keluarga dan saya sangat merasakan betapa senangnya hati mereka, rasa syukur bisa lulus kuliah dan menyandang sarjana disaksikan oleh semua anggota keluarga, sepertinya menjadi kebahagiaan tersendiri,  tak terkecuali juga teman saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun