Mohon tunggu...
Hery Syofyan
Hery Syofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Banyak baca dapat menambah cakrawala pola pikir kita....suka bola & balap..

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Berakhirnya Tiki-taka, Kegagalan Spanyol di Piala Eropa 2016

18 Juli 2016   19:05 Diperbarui: 19 Juli 2016   08:33 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita semua tentu pasti masih ingat dengan gaya bermain sepakbola yang sempat populer di seantero jagat raya ini beberapa waktu yang lalu. Ya…Tiki-taka sebuah pola permainan yang lebih menekankan pada ball Possession atau penguasan bola dipopulerkan oleh klub Barcelona dan Timnas Spanyol. Di mana gaya ini lebih bertumpu kepada umpan-umpan pendek dengan arah pergerakan bola yang bervariasi untuk memaksimalkan penguasaan bola dalam sebuah pertandingan.

Kunci dari permainan gaya Tiki-taka ini adalah kerja sama tim yang harus terkoordinasi dengan sempurna. Taktik ini membuat para pemain bisa bermain lebih santai, namun tetap mampu menguasai bola lebih lama. Taktik ini terbilang sangat sempurna membawa Barcelona dan Spanyol mendominasi dan memonopoli kemenangan disemua turnamen yang diikutinya termasuk dua piala Liga Eropa dan Piala Dunia.

Masih jelas dalam ingatan kita bagaimana pemain Timnas Spanyol Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Xabi Alonso serta Cesc Fabregas dalam menerapkan taktik yang menarik dan indah ini, bola terasa lengket dan sulit disentuh para pemain lawan. Mereka begitu leluasa menggiring bola dalam waktu yang lama.

Tapi apa yang terjadi pada EURO 2016? Spanyol harus mengakui keunggulan Italia yang kalau dilihat dari statistik pertandingannya hanya menguasai 40 persen ball possession. Taktik tiki-taka ternyata sudah tak mampu menembus pertahanan Italia. ball possession ternyata sudah tidak bisa diandalkan lagi untuk meraih kemenangan! Dengan demikian dapat dikatakan Piala Eropa 2016 resmi menjadi tahun kematian bagi taktik tiki-taka. Bisa dikatakan, Piala Eropa 2016 adalah sekaligus menjadi momentun untuk mengucapkan selamat tinggal kepada taktik tiki-taka dan ball possession.

www.supersoccer.co.id
www.supersoccer.co.id
Kalau melihat data selama Piala Eropa 2016 berlangsung, fakta 15 tim pemenang penguasaan bolanya hanya kurang dari 45 persen. Contoh kasus seperti Italia mereka yang tidak menerapkan taktik penguasaan bola yang maksimal dalam sebuah pertandingan, tetapi justru mereka tampil sebagai pemenang mengalahkan Spanyol yang mengandalkan penguasaan Bola. Sebaliknya Inggris yang tampil di Euro 2016 bermain dengan impresif  diperkuat dengan statistik pertandingannya yang mengangumkan mereka hampir menguasai semua laganya dengan 52,70, 61 dan 86 persen ball possession, tetapi faktanya mereka hanya satu kali menang.

Berikutnya yang bisa juga di jadikan contoh kasus adalah kemenangan Portugal saat mengalahkan Prancis di final Piala Eropa 2016 lalu, meski penguasaan bola Portugal jauh di bawah Prancis mereka berhasil menang 1-0 dan sebelumnya juga hal yang sama terjadi pada partai semifinal antara Prancis vs Jerman dimana tim Jerman atau Die Panzer itu begitu dominan tapi akhirnya harus mengakui keunggulan dari Les Bleus (Prancis) mereka kalah dengan skor 0-2.

Perubahan dalam pola taktik permainan sepakbola itu sebetulnya sudah mulai terlihat pada Piala Dunia 2014 di Brasil, di mana waktu itu terbukti dan sesuai data 16 tim yang menang penguasaan bolanya hanya di bawah 45 persen. Trend itu sepertinya berlanjut terus hingga 2015 dan 2016 ini.

Beberapa waktu yang lalu kita juga ingat pelatih Arsenal Arsene Wenger juga pernah mengatakan ketika timnya mengalahkan Manchester City 2-1 Desember 2015 lalu, di mana kala itu ia mengatakan bahwa tidak percaya ball possession akan selalu memenangkan sebuah pertandingan. “Penguasaan bola tidak bisa diharapkan lagi seperti sebelumnya,” kata Wenger dan menambahkan “Ini untuk pertama kali di Liga Primer dimana penguasaan bola tidak banyak bermanfaat. Saya bertahan dengan filosofi saya, tetapi saya juga seorang pengamat dan saya juga melihat statistik semua pertandingan. Saya mencoba memahami, ini ada perubahan yang baru,” Wenger juga menyimpulkan bahwa penguasaan bola sudah tidak penting lagi untuk meraih kemenangan. Justru yang dipentingkan adalah komposisi pemain yang punya kemampuan sama serta memiliki kecepatan tinggi, dan stamina yang kuat itulah yang menjadi utama.

Statistik EURO 2016 dok.pribadi
Statistik EURO 2016 dok.pribadi
Kalau bicara revolusi taktik atau gaya permainan dalam sepakbola harus diakui gaya Tiki-taka (mengutamakan penguasan bola) tersebut memang layak disejajarkan dengan taktik corto stretto yang dianut Ariggo Saccho saat melatih AC Milan tahun 90-an, atau gaya Total Football ciptaan Rinus Michels yang dipopulerkan timnas Belanda. Kesemuanya menganut gaya sepakbola menyerang. 

Bisa dikatakan bahwa tiki-taka adalah sebuah gaya yang sangat modern, lengkap, dan indah untuk ditonton. Apa yang diperlihatkan Spanyol dengan gaya Tiki-takanya membuat Spanyol terlihat bermain bertenaga, agresif, dan lincah. Tiki-taka menjelma menjadi penanda dimulainya era baru sepakbola menyerang dan matinya era sepakbola “parkir bus” yang defensif dan membosankan.

Dengan gaya itu Spanyol mampu menyuguhkan “final impian” di Piala Dunia 2010 ketika melawan Belanda, dan untuk pertama kalinya kala itu Tiki-taka benar-benar beradu dengan Total Football. Sepanjang pertandingan penonton disuguhi permainan ofensif yang seru, tegang, dan mendebarkan dari kedua kesebelasan. Akhirnya Spanyol berhasil membuktikan keungulannya tiki-takanya dan memanangkan laga itu dengan skor tipis 1-0, mereka juara dunia dengan sepakbola menyerang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun