Mohon tunggu...
Hotpangidoan Panjaitan
Hotpangidoan Panjaitan Mohon Tunggu... Pak Edo

Saya penulis lepas pecinta tulisan umum, sastra, adat, sosial dan dan budaya. \r\n\r\n"Satu Huruf Bermakna, Sebaris Kata Bernyawa, Sebait kata bercerita, Sesederhana Tulisan Berharga" hp-2011 \r\n\r\nHORAS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anarki

2 September 2025   14:44 Diperbarui: 2 September 2025   14:44 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Tulisan ini hanya sebagai pengingat diri sendiri, teman-teman, atau sesiapa yang hidup dari pajak rakyat dan kepada rakyat yang berdaulat)

Ketika keadilan absen, hidup menjadi panggung pincang. Yang kuat menari di atas panggung terang, yang lemah terjerembab dalam kelam. Keadilan yang semestinya menjadi penopang, justru dipasung oleh kuasa yang bersekutu dengan keserakahan.

Ketika pelayanan berubah menjadi menara gading, kesejahteraan hanyalah fatamorgana. Janji tinggal janji, program tinggal wacana. Meja birokrasi berubah jadi ajang suka tidak suka, berisi tidak berisi, dan pungli terselubung. Gedung-gedung megah jadi panggung sandiwara. Rakyat datang dengan doa, namun kadang pulang dengan kecewa.

Ketika keserakahan dipelihara seperti ritual harian, jurang kesenjangan melebar tanpa jembatan. Mereka yang kenyang menertawakan mereka yang lapar. Mereka yang duduk di kursi empuk lupa ada rakyat bersila di tanah becek. Pemilik modal bergelimang harta, anak-anaknya pamer kemewahan, anak-anak miskin menghitung nasib di lampu-lampu merah atau jadi buruh tani di bawah umur.

Ketika kerakusan dan ketamakan bersanding, korupsi dan penipuan diangkat menjadi budaya. Ia tak lagi dianggap dosa, melainkan kebijakan. Ia bukan lagi aib, melainkan tradisi. Kata "amanah" dilapisi retorika, kata "pengabdian" dijadikan sampul brosur politik. Segalanya boleh, asalkan ada dalih.

Ketika korupsi dibiarkan, bahkan terkesan dilindungi, rakyat hanya bisa menggertakkan gigi. Tetapi amarah bukanlah jalan sepi tapi ia api yang mencari oksigen. Semakin dikipas, semakin menyala. Dan ketika api itu meledak, tidak ada pagar yang cukup tinggi untuk menahannya.

Ketika penderitaan rakyat dipertontonkan sebagai hiburan, maka harga diri bangsa sudah terkubur. Bayangkan mereka yang bersorak menari di gedung pesta, sementara rakyat berebut sekarung beras atau antri bansos yang menidurkan. Bayangkan mereka yang mencicipi anggur mahal dan bolak-balik tempat hiburan mahal di luar negeri, sementara rakyat menimba air keruh di pinggir kali. Irama musik DJ mereka berpacu dengan derit perut rakyat yang lapar.

Ketika rakyat kehilangan rasa percaya, hukum resmi hanyalah boneka tanpa nyawa. Pengadilan jalanan pun lahir. Di sana, palu bukan di tangan hakim, melainkan di tangan rakyat. Vonis dijatuhkan dengan batu, bom molotov, dan teriakan. Tidak ada sidang, tidak ada pembelaan. Pengacara kehilangan pekerjaan. Hanya ada amarah yang mencari wajah untuk dipukul, mencari rumah untuk dijarah.

Jika pengadilan jalanan menjadi kebiasaan, negara kehilangan marwah. Ia bukan lagi payung, melainkan kain koyak yang tak mampu melindungi. Hukum berubah menjadi pasar, siapa berani bayar, dia menang. Rakyat kehilangan pegangan, keadilan kehilangan timbangan.

Jika negara kehilangan marwahnya, anarki akan mengambil singgasana. Ia datang bukan dengan undangan, melainkan dengan amarah kolektif yang menuntut balas. Anarki tak peduli siapa pejabat siapa rakyat, siapa kaya siapa miskin. Ia merobohkan segalanya tanpa pandang bulu. Ia membabi buta, mengunyah kota, meremukkan desa.

Ketika anarki menguasai negeri, wajah bangsa hancur seperti cermin jatuh. Kerusuhan jadi lagu sehari-hari, penjarahan jadi ritual malam. Api menjilat langit, kaca pecah jadi bintang buatan. Toko-toko dijebol, rumah-rumah dibakar, darah menodai jalan yang dulu jadi arena tawa anak-anak. Semua berubah jadi mimpi buruk tanpa akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun