“Tidak dirancang dulu. Setiap ada kericakan (pecahan) saya bikin kecil. Kalau tidak ada batu kecil tidak mungkin dibikin seperti itu,” katanya.
Beliau memberi perhatian terhadap setiap batu sisa. Dalam menyusunnya, tentu tidaklah sehari. Butuh beberapa hari, barangkali berhari-hari.
Ini memerlukan ketekunan. Rajin merapikan satu demi satu batu, menumpuknya, dan siapa sangka, akhirnya jadi candi. Peribahasa sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit benarlah adanya.
Kalau beliau tidak melakukan setiap hari, tentu candi tidaklah selesai. Ketekunan itu pun memerlukan ekstra tenaga dan waktu.
Apresiasi dari warga dan pihak berwenang
Barangkali beliau tidak mengira, akhirnya candi buatan itu berhasil memikat sebagian orang sehingga berkunjung ke sana. Ada yang dengan senang menggunakan latar candi untuk swafoto.
Dicatat dalam berita, kumpulan candi buatan itu yang kemudian disebut warga sebagai Gunung Dayakan, mendapat perhatian dari pihak berwenang.
“Sudah beberapa kali didatangi pemerintah desa dua bulan belakangan, kemudian dari pemerintah kabupaten dan dinas pariwisata,” kata Sunardi.
Bupati Kulon Progo, Sutedjo bersama jajarannya sempat meninjau candi ini sebagai tanda pemerintah melirik sebagai calon destinasi wisata dalam program Gerakan Sambanggo atau yang bisa diartikan “Sambang Kulon Progo”.
Ketiga hal itu patut ditiru
Saya selalu percaya, tidak ada ketekunan dan kreativitas yang sia-sia, jika dilakukan terus-menerus. Suatu hari, pastilah berbuah manis, layaknya candi buatan tersebut yang mendapat perhatian.