Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Bagaimana Menyampaikan Pesan Moral dalam Menulis Cerpen?

20 September 2021   11:22 Diperbarui: 26 September 2021   02:21 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyampaikan pesan moral dalam cerpen, sumber: hollyhock life via tribunnews.com

Seberapa galau Anda waktu hendak menyampaikan pesan moral dalam menulis cerpen? Seberapa bingung Anda memilih kata-kata yang tepat agar dirasa pembaca tidak sedang menggurui?

Kedua kejadian itu pernah saya rasakan dan menjadi pergumulan hebat dalam meracik cerpen. 

Sebagian kita berpendapat bahwa bacaan yang lebih asyik tentu yang tidak berat-berat (mengajar kebaikan dan kebenaran). Itu sudah didapat dalam pelajaran agama atau ketika sedang beribadah.

Cerpenis diharap sebisa mungkin pintar dalam mengemasnya, apalagi jika sasaran pembaca adalah semua umur. 

Barangkali seperti tidak pas kita menggarami lautan, terkesan memberi nasihat kepada orang yang lebih tua yang kebetulan membaca.

Para penulis artikel opini juga bergumul soal ini. Tetapi, mereka lebih diuntungkan, karena opini ada yang sekadar memberi ulasan plus minus akan sesuatu dan menyerahkan ke pembaca untuk memilihnya. Tidak ada pesan moral.

Sementara sastra (dalam hal ini cerpen) harus ada. Sastra zaman dahulu memang begitu. Keseringan pula saya mendengar sastra dalam kitab suci, yang mayoritas mengajar kebenaran.

Sejauh hasil belajar saya

Dari sekian banyak cerpen pengarang besar yang telah saya baca, saya pelajari beragam cara mereka menaruh pesan moral. Pada bagian-bagian tertentu, tiap-tiap pengarang menerakannya.

Percakapan antartokoh

Pesan moral sering disampaikan dalam pembicaraan antartokoh. Baik dalam pertanyaan, jawaban, perintah, maupun sekadar pemberitaan. Dalam dialog, ada yang memberi tanggapan, ada pula yang menanggapi.

Semisal omongan ibu kepada anak. Adalah lebih pas jika pesan moral keluar dari mulut ibu kepada anak, kendati tidak menutup kemungkinan pendapat sang anak juga berbobot.

Narasi biasa

Sebagian pengarang meletakkan pesan moral dalam narasi cerita berbentuk paragraf-paragraf. Bisa di pembuka, tengah-tengah, atau akhir sebelum cerita selesai.

Jika kita terbiasa membaca cerpen, pasti akan terlihat dan terasa perbedaannya. Mana narasi yang sekadar mengulas suasana cerita, mana yang berusaha menyampaikan pesan. 

Kesimpulan

Bagian ketiga berbeda dengan kedua itu. Ini lebih ke tersirat daripada tersurat. Tidak ada bagian jelas yang mengatakan pesan moral. Pembaca disilakan menyimpulkan setelah membaca keseluruhan cerita.

Kemungkinan besar, tokoh jahat mendapat akibat buruk. Yang baik akan beroleh keberuntungan. Jika alur diubah, bisa pula yang baik menjadi sial atau yang jahat tetap selamat. Dalam perilaku tokoh dan dampak yang dialaminya, pengarang sedang menyiratkan pesan moral.

Lantas, bagaimana bentuk penyampaian pesan moral?

Taruhlah kita mengambil contoh pesan moral: Janganlah membunuh sesama kita. Hidup dan mati seluruhnya adalah hak Yang Kuasa. Kita tidak boleh turut campur atasnya. 

Barangkali beberapa bentuk di bawah dapat membantu Anda.

Tegas berupa larangan atau perintah

Jika tidak mau repot, pesan itu bisa disampaikan berbentuk percakapan seperti sedang menggurui, memberi perintah, atau melarang sesuatu agar tidak dikerjakan. Boleh dari orang lebih tua kepada yang muda. Tidak salah pula dari yang lebih muda ke yang tua. Semisal: 

"Kamu jangan membunuh! Ibu sejak kamu kecil tidak pernah mengajari itu. Kamu meniru siapa? Kamu mau masuk neraka?" sentak seorang wanita di hadapan anaknya.

Biasanya, yang terlalu gamblang begitu kerap dihindari dalam penceritaan. Saya pribadi berusaha mengemasnya lebih ringan dan tidak memaksa. Apalagi cerpen saya bukan soal agama, kendati tetap harus mengarahkan ke kebaikan.

Sindiran

Dalam cerpen yang bergaya satire, sindiran yang dikemas pengarang akan orang lain sebetulnya secara tidak langsung mengharapkan pembaca tidak mengikuti perilaku itu atau melakukan hal sebaliknya. Biasanya diselingi dan dibuat ringan dengan tertawaan.

"Coba ... kamu lihat nasibnya? Sudah berapa orang yang dia bunuh? Sekarang, apa yang bisa ia lakukan? Mendekam di penjara dan membusuk di sana. Kamu mau seperti dia?" kata orang itu sambil tertawa lepas.

Pertanyaan perenungan

Bagian ini yang sering saya pakai. Saya kerap menyiratkan pesan moral dalam pertanyaan perenungan, baik perenungan pribadi seorang tokoh maupun penyampaian pandangannya kepada tokoh lain.

"Bukankah semua manusia punya hak hidup? Siapalah yang berhak menyelesaikan hidup orang? Saya pikir, kita tidak punya kuasa untuk menentukan hidup dan mati seseorang, bukan begitu?"

Pendapat yang tidak memaksa

Satu lagi ada dalam bentuk pendapat yang tidak memaksa. Ini berupa dugaan atau perkiraan yang bukan pertanyaan. Biasanya ada di akhir cerita sebagai kesimpulan.

"Barangkali mereka memang lupa, tidak ada seorang pun yang pantas menentukan hidup mati orang. Sekiranya semua manusia sama adanya, berhak mendapat kehidupan dan penghidupan yang layak."

Akhir kata...

Mungkin sejauh Anda membaca, Anda menemukan cara lain yang lebih baik untuk menyampaikan pesan moral. Silakan dipakai dan disesuaikan dengan selera masing-masing dalam menulis cerpen. Semoga pembabaran di atas sedikit membantu.

Yang pasti, dalam sedemikian apik pengarang mereka-reka situasi dan kejadian cerita, pesan moral tidak pernah dilupakan. 

Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang diharap membawa pembaca ke arah kebaikan.

...

Jakarta

20 September 2021

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun