Suatu ketika waktu pulang ke kampung halaman, saya diminta tolong mama membeli bahan-bahan kue di toko kelontong tetangga yang berlokasi tidak jauh dari rumah.
Dengan naik motor, saya pergi ke sana. Tidak lupa, sepanjang perjalanan, saya tengok keadaan terkini tetangga sekitar.Â
Saat tiba di toko, saya terkejut sejenak. Toko itu sudah banyak berubah. Dahulu hanya satu kios, sekarang membuka dua kios di sebelah. Empunya toko juga mempekerjakan lebih banyak pegawai. Barang dagangan semakin banyak dan lengkap jenisnya. Beliau bermain grosiran. Bisa dibilang, toko mengalami kemajuan.
Selepas membeli, saya pun kembali ke rumah. Pada pemandangan lain, tidak jauh dari sana, saya menemukan rumah tetangga yang saya ingat betul dahulu pernah membuka toko.
Masih ada bekas lemari etalase di garasi. Masih ada nama toko tertempel di depan rumah. Sisa-sisa kaleng blek kerupuk menggantung. Tetapi, tidak ada lagi barang dagangan. Tidak ada lagi aktivitas penjualan, sepi dan kosong.
Iya, sudah tidak jualan lama si Ibu X. Begitu jawaban mama ketika saya tanya.Â
Saya jadi berpikir, mengapa ada orang yang bisa sukses berdagang dan mengapa pula ada yang tidak berbakat jualan.
Pengalaman sebagian orang...
Jika mau cepat kaya, berdaganglah. Lebih mudah mendapatkan uang. Bila terampil, lebih besar potensi untung diperoleh daripada jadi pekerja bulanan.
Tetangga saya yang grosiran itu pun rumahnya sudah diperbagus dan diperlebar. Dia memiliki dua mobil, satu untuk dagang, satu lagi guna keperluan pribadi.
Dapat kita saksikan pula, banyak kesaksian orang-orang berada, yang semua bermula dari usaha dagang. Pada suku-suku tertentu, profesi pedagang identik dengan mereka.