Saya pernah dibegitukan oleh seorang teman. Waktu itu, saya sedang stres berat. Timbul beragam masalah secara bersamaan yang tidak bisa dikendalikan dan menyerang bertubi-tubi. Saya kewalahan mencari solusi.
Akhirnya, ketegangan pikir terjadi. Saraf-saraf saya sebagian seperti tertarik. Kuping saya berdengung. Saya letakkan dan tempel jari telunjuk pada kulit di dekat daun telinga, ada detakan cepat.Â
Dug dug dug dug dug. Terdengar dan terasa jelas sekali.
Detakan yang terus menghantam dan merambat, berganti-ganti ke setiap bagian tubuh. Kadang bisa tangan didiamkan, gerak sendiri. Saya bingung.
Saya carilah di mesin peramban, apa penyakit saya. Kadang bagian dada seperti berdenyut kencang. Saraf-saraf tegang di mana-mana. Apa saya sakit jantung? Apa saya kena saraf kejepit? Namanya juga panik dan emosi, terkadang pikiran tidak terkendali.Â
Kelepasanlah saya bercakap pelan dan sendiri, seputar pertanyaan tentang diri dan kira-kira jawabannya.
Saya sangat ingin menyudahi penderitaan. Pada sisi lain, seorang rekan kerja melihat. Ia tertawa dan merasa aneh. Saya tahu tetapi mengabaikan.Â
Saya masih fokus menebak-nebak apa penyakit saya. Mungkin kalau dibilang sedikit gila, bolehlah. Apalagi pada dasarnya, saya memang overthinking orangnya. Terlalu kritis dan mempertanyakan segala sesuatu.
Solusi yang saya temukan...
Saya akhirnya bercerita pada kakak pertama. Kakak tertawa mendengar keluhan saya. Makin sakit hati saya. Orang sakit dan tidak enak badan malah ditertawakan.
Keadaan saya seluruhnya tidak ada yang saya tutupi. Saya benar-benar butuh pertolongan. Saya sudah pasrah dan mengakui, tidak bisa menemukan solusi sendiri.