Apakah Anda tinggal di negara Indonesia? Apakah Anda suka berbahasa Indonesia? Seberapa besar kerinduan Anda mengenalkan bahasa Indonesia kepada seluruh pembaca?
Apakah Anda pernah menimbang-nimbang untuk setia menggunakan bahasa Indonesia pada setiap tulisan? Meskipun terlihat baku, kaku, dan kurang menarik dibaca? Kendati tidak populer dan malah Anda yang pertama kali memakainya? Walaupun tidak ada sanksi ketika tidak menggunakannya?
Apakah Anda kerap menjadikan Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai teman akrab waktu menulis?
Pada kenyataan, semua penulis memiliki tujuan masing-masing dan tentu berbeda dalam menulis. Rata-rata ingin tulisannya banyak pembaca. Sebagian menjadikan tulisan menjadi ladang pekerjaan.
Sebagian lagi memandang tulisan sebagai hobi. Ada pula yang hanya mencurahkan isi hati. Dari kesemuanya itu, dapat terbaca dengan baik jika disampaikan dalam bahasa yang tepat dan benar.
Sepanjang saya menulis di Kompasiana
Saya tidak menutup mata, beberapa penulis menggunakan bahasa campur-campur, baik Indonesia maupun asing. Satu dua kerap berseliweran di Artikel Utama.
Saya tetap baca dan mengambil ilmu darinya. Jika bermanfaat, saya beri nilai apresiasi dan tinggalkan komentar. Semakin ke sini, entah mengapa semakin banyak yang campur-campur. Tulisan ini sebagai reaksi atasnya.
Dugaan sering campur-campur
Saya tengarai ada tiga sebab mengapa penulis sering campur-campur dalam berbahasa tulis. Masih mempertahankan bahasa asing dalam tulisannya.
Enggan berpikir ekstra
Ada ketidakmauan atau ketidakrepotan mencari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Melengkapi data dan fakta, menyusun analisis, membuat kesimpulan dan saran saja sudah capai, buat apa mencari padanan kata?
Toh juga orang sudah paham apa yang diartikan dalam bahasa asing itu. Meskipun di lapangan, tidak semua orang Indonesia tahu bahasa asing.
Belum menemukan padanan kata
Sudah berpikir ekstra tetapi sulit menemukan hasil dan akhirnya bingung. Kita sadari ada beberapa memang kata-kata dalam bahasa asing yang belum dialihbahasakan ke Indonesia.
Daripada gegara kebuntuan mencari, tulisan menjadi tidak dibagikan, dan sayang pemikiran tidak menjadi bermanfaat karena terpendam dalam konsep saja, akhirnya memilih tetap membagikan tulisan.
Lebih populer dalam bahasa asing
Alasan terakhir adalah setelah mencari di media pencarian terkait kata-kata mana yang lebih populer digunakan orang-orang (untuk beberapa kata, harus diakui bahasa asing lebih populer), maka dipilihlah bahasa asing guna meningkatkan jumlah keterbacaan.
Bahasa Indonesia disimpan saja dalam kamus.Â
Kejadian saya
Saya sebisa mungkin menggunakan bahasa Indonesia yang ada. Yang baku dan menghindari yang tidak. Semisal, personal branding saya ganti dengan penjenamaan diri. Body shaming saya ubah dengan celaan fisik. Meskipun saya tahu, kata itu tidak populer dan sebagian orang bingung dengannya. Sila baca:
Jujur, ada satu yang saya tetap gunakan bahasa asing. Tulisan ini pun teguran bagi saya. Saat itu waktu menulis, saya bingung mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia. Artikel itu jadi Artikel Utama.
Berat sebetulnya saya bagikan. Tetapi, karena ide sudah menumpuk dan minta dituliskan, sementara saya buntu menemukan padanan kata, akhirnya saya tulis utuh versi asingnya. Saya beri tanda petik untuk mengapitnya.
Seberapa Besar "Desktop Background" Menyulut Semangat Kerja Anda? Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Akhir kata...
Saya tidak sedang mengharuskan Anda berbahasa Indonesia dalam setiap tulisan. Tulisan sebetulnya hak dan tanggung jawab penuh penulis.Â
Fenomena campur-campur bahasa terjadi pula di ucapan lisan. Sering kita dengar orang sedikit-sedikit Indonesia, sedikit-sedikit asing, dalam berbicara.
Entah ingin melatih kemampuan bahasa asingnya yang belum sempurna. Entah agar terlihat keren di depan banyak orang. Entah sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah.
Tetapi, dalam menulis, hal itu dapat diminimalisir. Menulis membutuhkan waktu daripada berbicara yang terkadang spontan. Kita bisa memilih kata dan mencari padanan atau serapan dari bahasa asing ke Indonesia.
Sebelum dibagikan ke publik, tulisan pun bisa ditinjau sekali lagi. Jika bukan kita, para penulis, yang membudayakan berbahasa Indonesia baik dan benar, siapa lagi?
...
Jakarta
19 Juni 2021
Sang Babu Rakyat