Saya belum banyak belajar seputar cerpen. Kira-kira dua ratus cerpen pengarang besar, yang terabadikan dalam buku cerpen pilihan Kompas dari tahun 1971 s.d. 2017, telah saya baca. Masing-masing terdiri dari enam sampai tujuh halaman.
Berbagai gaya penulisan saya saksikan. Beragam plot twist saya pelajari. Kerumitan konflik dan solusi sebagai akhir kisah, saya simak satu demi satu. Sudut pandang bercerita, tidak lepas dari amatan. Semua berguna membantu saya menulis cerpen. Lima buku cerpen saya yang telah terbit kental dengan inspirasi mereka.
Berhubung hari Kartini belum jauh lewat, saya ingin menulis cerita tentang seorang cerpenis wanita yang begitu saya kagumi. Sedikit cerpen beliau telah saya lahap sampai habis. Namanya, Ratna Indraswari Ibrahim. Berikut sekilas ulasan cerpennya.
Cerpen pertama beliau yang saya baca adalah "Tujuh Belas Tahun Lebih Empat Bulan", tayang di Kompas, 9 Juni 1996. Cerpen ini bercerita tentang kehidupan pelik seorang perempuan bernama Sinik, yang berumur tujuh belas tahun lewat empat bulan.Â
Saat masa kecilnya, ia menjadi pengemis, meminta-minta dengan wajah yang dimelas-melaskan, karena disuruh ibunya. Ketika besar, waktu usianya 17 tahun yang terhitung belia itu, ia berubah menjadi pelacur. Riwayat hidupnya sama sekali tidak mengenakkan. Potret kehidupan perempuan di tepi jalan. Terpinggirkan.
Kedua adalah "Salma yang Terkasih", terbit di Kompas, 18 April 1999. Kisah yang dituliskan mengulas juga tentang perempuan. Kali ini menjelaskan cerita cinta seorang janda bernama Salma dengan seorang lelaki bernama Yusuf.
Salma telah kawin cerai. Begitu banyak kekecewaan di hidupnya karena merasa dicurangi suaminya terdahulu. Suami itu menguasai sawahnya di desa, sampai sawah penduduk lain.Â
Ia memberitahukan derita itu pada tokoh "aku", yang adalah sahabatnya, yang bermimpi menyaksikannya menikah dengan Yusuf, seorang lelaki penggarap sawah miliknya. Salma ternyata tidak sadar, perasaan suka dengan penggarap sawah itu sudah berlangsung sejak lama.
Yang ketiga berjudul "Bunga Kopi", terbit di Kompas, 16 April 2000. Cerpen ini menggambarkan adanya rasa kagum luar biasa seorang buruh perkebunan kopi bernama Parno, kepada anak majikannya bernama Jeng Lena.
Kekagumannya seperti sampai ke taraf cinta. Ini terlihat dari Parno yang sering kehilangan sikap di tengah temannya, para buruh, yang begitu gerah dan protes karena keberatan akan kecilnya upah yang diterima. Parno berbeda sendiri dengan sikap itu, terkekang dilema atas cintanya pada Jeng Lena.
Terakhir, ada cerpen "Jaring Laba-Laba", masuk ke dalam kumpulan cerpen pilihan Kompas tahun 2004. Ini menjabarkan derita seorang perempuan sebagai korban patriarki.
Sepasang kekasih bernama Dina dan Bram, yang bertemu ketika menempuh pendidikan S2 di luar negeri. Mereka kemudian menikah, pulang ke Indonesia dan punya anak. Di rumah, Bram meminta Dina berhenti bekerja dan mengurus anak.
Selama kehidupannya sebagai ibu rumah tangga, Dina merasa ada kekangan dan tekanan begitu dahsyat, sehingga jiwanya terasa seperti seekor nyamuk yang dilahap laba-laba -- Bram dan anaknya. Akhirnya, Dina masuk Rumah Sakit Jiwa.
Siapa Ratna Indraswari Ibrahim?
wikipedia, Beliau adalah salah satu sastrawan berkebangsaan Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 24 April 1949 dan mengembuskan napas terakhir tanggal 28 Maret 2011 (61 tahun).
MenurutSelama keberadaannya di dunia, beliau telah menulis lebih dari 400 karya cerpen dan novel, yang dihasilkan sejak usia remaja hingga akhir hayat. Atas keaktifannya di dunia sastra, Beliau meraih beberapa penghargaan, seperti juara tiga lomba penulisan cerpen dan cerbung majalah Femina (1996-1997), terpilih masuk dalam Antologi Cerpen Perempuan ASEAN (1996), mendapat predikat Wanita Berprestasi dari Pemerintah RI (1994), dan lainnya.
Empat ratus karya itu lahir dalam kondisi fisiknya yang sedikit tidak sempurna. Ketika kanak-kanak, Beliau terserang penyakit rachitis (radang tulang), sehingga kedua kaki dan tangannya tidak berfungsi.Â
Hal ini membuat beliau semenjak berusia sepuluh tahun, harus menjalani semua aktivitas dengan duduk di atas kursi roda. Kegiatannya menulis dilakukan lewat mendiktekan pemikirannya pada para asistennya, yang kemudian mengetiknya.
Pelajaran yang bisa dipetik
Keterbatasan fisik bukanlah hal yang mampu mengendalikan pikiran untuk tidak berkarya. Bukan pula sesuatu yang menyerap emosi kesedihan dan rasa duka berlebihan, sehingga tidak bisa menatap masa depan dengan cerah.
Beliau memilih terus berkarya. Semangat menulisnya kian membara. Beliau tidak melihat kondisi fisiknya sebagai hal yang perlu dipikirkan dalam-dalam dan ditangisi terus-terusan.Â
Beliau mematahkan keterbatasannya. Beliau memperlihatkan, dalam kondisi apa pun, wanita tetap bisa produktif. Menghasilkan karya yang menginspirasi banyak orang. Nama beliau terkenang harum sampai sekarang. Salah satu anak bangsa yang membanggakan.
Anda, para perempuan, yang lebih baik dan sempurna kondisinya, seyogianya bisa setara, bahkan lebih hebat dari beliau, pada bidang masing-masing. Saya juga semakin terdorong untuk semakin banyak menulis cerpen.Â
Mari, selagi masih sehat, kita terus berkarya.
...
Jakarta
24 April 2021
Sang Babu Rakyat