Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Orang Paling Cantik Sedunia

6 April 2021   17:32 Diperbarui: 6 April 2021   18:14 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya tidak ngapa-ngapain, Kak. Itu murni usaha Kakak sendiri. Kakak memang ganteng. Kakak pun pintar. Kakak juga sopan. Mengapa Kakak berterima kasih pada saya?"

Dia merapikan kerah kemeja putihnya. Dia menegakkan badan. Ada desahan napas terdengar.

"Lin," dia menyebut nama saya.

"Saya tidak mungkin menang lomba, jika kamu tidak ada."

"Apa sih, Kak. Maksud Kakak?"

Dia menempelkan telunjuknya pada bibir saya. Jantung saya berdetak kencang. Embusan angin datang melesat, membuat daun-daun di pohon saling bergesekan, bersuara begitu berisik. Beberapa tangkai kecil jatuh begitu saja ke tanah. Hati saya semakin gelisah.

Untuk apa kami berdua di sini sendirian? Bagaimana kalau dia tiba-tiba berbuat hal-hal yang tidak saya inginkan, meraba-raba tubuh saya, lalu memerkosa saya? Saya sebetulnya ingin menghentikan telunjuknya sebelum menyentuh bibir saya. Tetapi apa daya, hati ini serasa tidak mampu. 

"Terima kasih untuk semua usahamu. Saya tahu, kamu terus mendukung saya."

"Kala itu, ketika lomba, dari panggung saya lihat matamu selalu memandang saya. Meskipun hujan gerimis turun, kamu tetap duduk di sana, di atas tanah yang mulai becek itu, lalu bertepuk tangan dan bersorak, berkata entah apa, tetapi saya merasakan seruanmu itu begitu serius mendukung saya. Matamu tidak bisa bohong, Lin."

Saya mengalihkan pandang ke atas pohon. Saya tidak berani menatap matanya. Pandangannya begitu hangat. Takut-takut hati saya yang perlahan bergelora ini tertangkap olehnya.

"Lin." Dia memegang wajah saya. Dia tolehkan tepat menghadap matanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun