Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan

25 Desember 2020   00:38 Diperbarui: 26 Februari 2021   09:41 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Sokoloko/Shutterstock

"Yang, yakin mau hidup denganku?"

Sebuah pertanyaan tegas dilontarkan seorang wanita di hadapan seorang lelaki. Pertanyaan itu jelas terdengar di tengah alunan musik jazz klasik yang diputar pelan tetapi berulang-ulang memenuhi seluruh sudut ruangan salah satu kafe ternama di kota itu. Tempat mereka sering bertemu dan memadu cinta.

Wanita itu merasa dirinya perlu mendapat ketegasan. Sebagai seorang wanita, dirinya membenci ketidakpastian. Sudah berulang kali dirinya dicampakan laki-laki jahanam yang hanya ingin mengisap madu dari tubuhnya.

Untuk ukuran wanita, wajahnya tidak terbilang cantik. Hanya, gugusan indah kedua buah dada yang sering menyembul keluar dari bajunya, seakan sesak dan ingin menghirup udara segar, selalu berhasil menarik perhatian kaum adam.

Penampilannya pun aduhai. Terusan gaun merah bermotif bunga-bunga yang sering dipakai bekerja, membuat lekukan tubuh indah terlihat. Wanita itu memang selalu menjaga bentuk tubuh dengan rutin berolahraga.

Baginya, keindahan tubuh adalah aset yang wajib dijaga. Bila dia tidak menarik dilihat, tentu dalam hitungan tidak lebih dari dua hari, dia akan dipecat bosnya.

Wanita itu seorang penyanyi. Malam itu dia tidak sedang bertugas. Dia hanya hadir untuk menemui lelaki yang beberapa kali memintanya menjadi pendamping hidup. Lelaki itu kerap merengek-rengek seperti bayi kepada ibu ketika meminta susu. 

Pagi tadi, mereka selesai memastikan persiapan gedung pernikahan. Gedung itu telah dipesan sejak setahun lalu. Sesuai pesan ibu dari lelaki itu.

"Nak, kalau mau menikah, pesan gedung tidak boleh buru-buru. Harus jauh-jauh hari. Apalagi, bila Sabtu atau Minggu. Tahu sendiri kan, kota kita ini kecil. Udah gitu, jumlah penduduknya banyak pula. Jadi, tidak banyak gedung besar yang bisa dipilih"

Gedung olahraga di tengah kota itu telah disulap dengan dekorasi yang memikat mata. Paduan kain merah muda kesukaan wanita itu, yang diikatkan pada bunga-bunga hidup dan masih segar, menyelimuti seluruh dinding gedung yang baru saja dipugar dua bulan lalu. Karpet bulu berwarna cokelat tua dengan harga termahal dibentangkan melapisi seluruh lantai.

Mimbar mempelai tak kalah megah. Diapit kedua tiang putih nan kokoh di kanan dan kiri, disorot cahaya lampu berwarna-warni, sofa mewah berbalut kain kuning keemasan, dan meja pengantin berbahan kayu jati dengan ukiran terindah yang didatangkan langsung dari kampung lelaki itu. Kampung pengukir terbaik di kota itu.

Sehari lalu, mereka juga sudah memastikan kesiapan catering yang akan menyediakan santap malam di acara pernikahan. Menu sate kambing, nasi goreng seafood, bistik daging, soto ayam, hingga es doger harus tersedia tanpa kurang suatu apapun.

Lelaki itu tidak ingin mengecewakan setiap tamu yang hadir di pesta. Selain itu, lelaki itu ingin menjaga nama baik orangtuanya. Orang nomor satu di kampungnya.

"Yang, yakin mau hidup denganku?"

Pertanyaan itu kembali diulang. Berawal dari kebimbangan. Selain ketakutan akan masa lalu terjadi kembali, wanita itu diberi masukan oleh sahabat-sahabatnya untuk mengutarakan rahasianya, sebelum mereka menikah.

"Kamu harus bilang apa adanya. Jangan sampai dia menyesal. Kamu tidak ingin kan dicampakan di tengah jalan? Kamu tidak ingin kan menjadi bahan olok-olokan? Kamu tidak ingin kan?"

Masih terekam jelas masukan sahabatnya itu lima hari lalu. Masukan itu berhasil membuatnya tidak bisa tidur sepanjang malam. Selalu mengguncang-guncang hati dan pikirannya.

"Yang, kamu tahu kan wajahku tidak cantik. Dari awal kita bertemu, kamu tahu kan wajahku seperti apa? Sangat standar untuk ukuran wanita. Bila nanti aku menua, keriput-keriput itu akan merusak kulit di wajahku, bersama lautan tahi lalat yang entah dari mana selalu kurasakan bertambah setiap hari. Kamu tahu kan?" Kepastian dari lelaki itu dia tunggu. Jawaban atas rahasia pertama.

Tepat di depannya, lelaki itu mengembangkan senyum. Seusai meneguk kopi panas di atas meja, lelaki itu menjawab.

"Tidak penting bagiku wajahmu jelek. Aku siap menerima kamu apa adanya."

Baginya, keahlian memasak yang dimiliki wanita di depannya itu, telah melenakan hati dan memadamkan harapan akan seorang wanita berwajah cantik. Prinsipnya, kepandaian masak lebih utama daripada kecantikan wajah. 

Kendati belum serumah, setiap hendak bekerja, wanita itu selalu memasak nasi goreng ayam bertabur ikan asin dan petai bakar, untuk bekalnya makan siang di kantor. Makanan kesukaannya yang tidak pernah bosan dia lahap.

"Yang, jujur aku mau bilang. Aku mandul" Rahasia kedua dipaparkan.

Lelaki itu mengerutkan kening. Telapak tangannya mengelus-elus seluruh rambut kepalanya, yang tersisa separuh dari permukaan ubun-ubun. Dia berpikir keras atas rahasia kedua calon istrinya itu. 

"Bagaimana bisa aku menikah tidak punya anak? Bukankah anak adalah kebanggaan keluarga? Bagaimana dengan orangtuaku di kampung? Mereka pasti marah tidak beroleh keturunan dariku."

Kurang lebih lima belas menit, dia tidak menjawab. Wanita itu tidak berhenti memandang bola matanya. Bergerak ke kanan, kiri, atas, bawah, berputar-putar memandang entah ke mana. Kegelisahan tiada tara tersirat dari sana.

"Kamu tahu kan Yang, aku sudah dua kali menikah. Dari kedua mantan suamiku, aku tidak bisa punya anak" Wanita itu mempertegas pertanyaan.

Lelaki yang masih gelisah di depannya itu, tidak pernah tahu siapa mantan suaminya. Dicari ke mana-mana, dengan mata-mata yang tersebar di seluruh penjuru kota, takada informasi yang bisa digali. Dia mau tidak mau percaya penuh dengan omongan wanita itu.

"Tidak apa, Yang. Tidak apa kita tidak punya anak. Yang penting, kamu selalu masak buatku dan jaga penampilan tubuhmu. Badan harus tetap langsing, buah dada harus dirawat tetap indah, pantatmu juga rutin diperiksakan ke dokter kecantikan. Asetmu harus kamu jaga baik."

Alasan kedua yang membuatnya jatuh cinta sampai mati adalah bentuk tubuh wanita itu. Hasrat berahinya selalu berapi-api, setiap melihat lekukan indah tubuhnya, yang tidak pernah dijumpai dari wanita-wanita terdahulu. 

Seolah-olah, tidak ada lagi yang lebih aduhai dari wanita itu. Kendati nafsunya memuncak, dia berjanji pada diri, tidak akan menjamah tubuh wanita itu sebelum mereka menikah.

"Nanti, selepas kita menikah, kamu tidak boleh cuci baju. Menyapu, mengepel lantai, dan setrika pakaian. Seluruh pekerjaan di rumah selain memasak, bernyanyi, dan berdandan, akan dikerjakan oleh tiga pembantu rumah tangga yang sudah kucari dua bulan lalu. Untuk keperluan salon, kuberi sepuluh juta sebulan. Harus dihabiskan. Aku akan marah besar, ketika ada sisa uang kutemukan, setelah melihat badanmu tidak terurus baik."

Mendengar tanggapan atas rahasia kedua, wanita itu tersenyum lega. Dia membayangkan betapa jatuh cintanya lelaki di depannya itu. Kata-kata seperti itu tidak pernah didengar dari mantan-mantannya dahulu.

Malam semakin larut, alunan musik jazz sayup-sayup terdengar. Jam dinding klasik di sudut kafe itu, salah satu jarumnya menunjukan pukul sepuluh. Masih ada rahasia ketiga yang belum diungkap.

"Untuk terakhir ini, kamu siap Yang?"

"Siaplah. Kamu kan cinta matiku. Apapun, akan kuterima keadaanmu. Tidak ada yang bisa meragukanku, menggoyahkan niatku, menunda pernikahan kita esok hari"

"Baiklah." 

"Aku.."

"Aku..." 

"Akuu..., dulu laki-laki"

Lelaki itu tiba-tiba pingsan.

***

Jakarta

25 Desember 2020

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun