Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sifat Malas Sebisa Mungkin Dibumihanguskan

17 Mei 2020   19:06 Diperbarui: 9 Juni 2020   21:36 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diri Sendiri, Sumber: https://hellosehat.com/ 

Kalau untuk membentuk image supaya dilihat orang, bahwa kita adalah orang yang rajin ibadah, penulis yakin kerajinan peribadatan kita tidak akan bertahan untuk kurun waktu yang lama. Hal ini karena upaya membentuk citra diri menjadi pribadi yang baik supaya dilihat banyak orang adalah pekerjaan yang melelahkan. Kita terlalu sibuk memikirkan apa penilaian orang terhadap kita, sementara kita melupakan esensi utama dari perbuatan yang kita lakukan.

Apa salahnya ketika kerajinan beribadah itu kita tularkan juga untuk kegiatan sehari-hari? Tidak ada yang salah, justru malah sangat bermanfaat. Diakui memang, untuk berbuat sesuatu, seseorang butuh motivasi. Maka anggap saja dan bayangkan seolah-olah segala sesuatu yang kita kerjakan di kehidupan sehari-hari, kita kerjakan sebagai bentuk peribadatan kita kepada Tuhan, pasti kita akan ikhlas dan senang mengerjakannya.

Toh nyatanya memang, Tuhan tidak pernah suka dengan perbuatan malas yang dimiliki orang. Dia akan memberi berkat kepada orang sesuai dengan hasil pekerjaan tangannya.

Diri sendiri

Diri Sendiri, Sumber: https://hellosehat.com/ 
Diri Sendiri, Sumber: https://hellosehat.com/ 

Menurut penulis, kebiasaan dapat digambarkan sebagai sebuah perbuatan melakukan sesuatu secara berulang-ulang, sehingga terpatri dalam diri menjadi sebuah karakter, yang identik dan melekat pada diri sendiri. Seseorang manusia tidak akan mampu mengerjakan sebuah kebiasaan, kalau tidak ada rasa di dalamnya. Kalau dia mampu tanpa rasa, sesungguhnya dia bukan manusia, tetapi robot yang bertulang dan diselimuti daging.

Begitulah juga rasa malas. Ketika malas menjadi sebuah kebiasaan, tanpa sadar itu telah melekat menjadi karakter kita. Mungkin kita tidak menyadarinya, tetapi orang lain di sekitar kita melihat dan menilainya.

Adapun amunisi yang secara alami dapat diperoleh dari diri sendiri untuk membumihanguskan rasa malas itu hanya ada tiga:

  1. Niat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu arti dari niat adalah maksud atau tujuan suatu perbuatan. Segala sesuatu dimulai dari niat. Ketika hendak berbuat baik, niat baik itu harus menjadi awalnya. Begitu pula dengan malas, ketika kita hendak membumihanguskan rasa malas, pastikan niat untuk rajin sudah muncul terlebih dahulu dalam benak kita.
  2. Perbuatan. Cukupkah niat saja? Tidak, niat itu hanya sebatas ucapan dan buah pikiran, tetapi belum menjadi nyata ketika belum diejawantahkan dalam bentuk perbuatan. Niat itu abstrak, konkretnya adalah perbuatan.
  3. Komitmen. Sempurnakanlah niat dan perbuatan dengan komitmen. Janji untuk mengulangi niat rajin dan berbuat rajin, itulah komitmen.

Sadarkah kita, ketika malas, banyak waktu yang terbuang, kita tidak berbuat apa-apa, sementara waktu terus berjalan dan kita menua. Ketika rajin, penggunaan waktu menjadi efektif, hidup kita menjadi lebih berguna, dan banyak pengalaman hidup yang bisa kita rasakan dan ceritakan melalui perbuatan demi perbuatan yang telah rajin kita lakukan.

Jadi, apakah kita masih sepakat untuk menyatakan bahwa malas adalah musuh yang harus dibumihanguskan?

Atau jangan-jangan kita sudah mencintai rasa malas dan menjadikannya teman bahkan mungkin abadi di dalam kehidupan?

Kita sendiri yang bisa menjawabnya, karena hidup itu pilihan.

Jakarta,

17 Mei 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun