Mohon tunggu...
hony irawan
hony irawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat Advokasi dan Komunikasi Isu Sosial, Budaya dan Kesehatan Lingkungan

pelajar, pekerja,teman, anak, suami dan ayah

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ulama dan Politisi

8 Februari 2018   07:28 Diperbarui: 22 Februari 2018   15:21 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar olah pribadi

Plato dan Aristoteles sejak abad ke 5 sebelum masehi telah mendefinisikan makna politik dengan sangat jelas, yaitu usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik atau 'en dam onia".

Maka sangatlah aneh apabila ada yang mengaku sebagai politisi padahal yang dilakukan bertentangan dengan tujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik itu.

Yang kini marak, adalah kasus korupsi kepala daerah, adapula kasus korupsi anggota dewan, yang sejatinya adalah upaya mencuri uang rakyat yang bertentangan dengan tujuan berpolitik itu sendiri. Hal lain yang juga bertentangan dengan itu adalah lewat kebijakan yang menyengsarakan rakyat, atau cenderung lakukan pembiaran atau pura-pura tidak tahu atas berbagai persoalan, padahal memiliki kekuasaan yang cukup untuk turut mengatasinya.

Kalau mengacu pada pengertian politik dan politisi di atas, maka yang seperti itu tentu tidak layak disebut sebagai politisi, tetapi penjahat yang menyamar sebagai politisi.

Lalu bagaimana dengan orang yang meski tidak aktif di partai politik, tapi sejak awal telah konsisten membangun sumber daya manusia lewat lembaga pendidikan yang dirintisnya dari kecil menjadi besar!? Dan dari lembaga itu pula lahir pemuda pemudi yang berakhlak baik, berpengetahuan, berketerampilan dan siap untuk menggapai cita-cita yang lebih tinggi, menebar manfaat bagi lebih banyak orang.

Apalagi orang ini turut serta dalam proses pembentukan hingga terwujudnya tata pemerintahan di suatu daerah. Sehingga daerah yang baru saja pisah dari induknya dapat menjalankan roda pemerintahan sebagaimana mestinya.

Tidakkah ini sesuai kriteria untuk disebut "Politisi" yang sesungguhnya !?

Tidak adil rasanya jika dikatakan bahwa  seseorang tidak berhak menjadi kepala daerah, hanya lantaran berlabel ulama apalagi hanya karena tidak diusung oleh partai politik. Terlebih sejak dahulu ulama-ulama besar tanah air telah berkiprah nyata dalam politik untuk kemerdekaan Indonesia.

Akhirnya, mari kita telusuri dan renungkan bersama, perjalanan karir para kandidat calon kepala daerah agar tidak (lagi) menyesal di kemudian hari. Bedakan antara politisi sesungguhnya, dengan politisi abal-abal, dari hasil kerjanya selama ini.

#pilkada2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun