Terhitung sejak resmi menjadi salah satu dari sepuluh bahasa yang digunakan di forum UNESCO (20/11/2023), empat program lanjutan terkonsep dalam strategi internasionalisasi bahasa Indonesia. Satu di antaranya adalah penerjemahan karya sastra Indonesia ke berbagai bahasa seiring dengan ditetapkannya hari lahir penulis cerpen sosio-religi, "Robohnya Surau Kami," A. A. Nafis (1956) menjadi perayaan internasional.
Belum lama ini, terhitung ada tujuh buku yang diyakini mampu mengubah pikiran pembaca, dan tak satu pun berbahasa Indonesia. Fakta bahasa ini menunjukkan mutu tulisan orang Indonesia sekarang ini sedang tidak baik-baik saja. Jika pun ada, tulisan berkualitas secara akademik rata-rata tersandera bahasanya. Bahasa Indonesia belum bisa diterima secara alamiah untuk dipakai pada karya tulis ilmiah.
dosen yang ingin menyudahi status lektor kepalanya. Jabatan fungsional dosen yang mungkin diraih dengan syarat publikasi ilmiah ke jurnal internasional yang tentunya tidak berbahasa Indonesia.Â
Tidak seperti UNESCO, Elsevier dengan Scopus-nya tidak cuma memberikan akses terbatas bagi pembaca, tapi juga memalak biaya & data bagiDalam konteks ini, alih bahasa Indonesia ke Inggris jelas mengaburkan identitas penulis sekaligus menguak ketidakmampuannya dalam berbahasa Inggris (language barrier) dan tentunya tidak sinergis dengan semangat  internasionalisasi bahasa Indonesia.