Topik pilihan kali ini seharusnya bisa dijadikan sebagai pisau analisis oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya, bisa dijadikan bahan renungan oleh para orangtua, tentunya untuk memberikan edukasi seputar parenting, bukan hanya menyoroti "anak yang dewasa sebelum waktunya".
Generasi alpha (kelahiran tahun 2010-2024) dewasa sebelum waktunya, adalah sebuah keniscayaan. Kenapa bisa demikian? Kemajuan teknologi informasi adalah salah satu faktor penyebabnya. Semua informasi yang termuat dalam kemajuan teknologi informasi, dapat diakses dengan bebas oleh siapapun, bahkan oleh anak kecil sekalipun.
Namun, bukan berarti sebuah "keniscayaan" itu tidak bisa untuk dihindari, karena semuanya tergantung dari diri kita sendiri khususnya para orangtua. Maka dari itu, di atas Saya menekankan tentang pentingnya edukasi parenting, agar para orangtua mampu mendidik anaknya semaksimal mungkin. Agar apa? Tentunya agar "dewasa sebelum waktunya" dapat dihindari, dan juga menjamin masa depan anak.
Satu fakta yang cukup "menyakitkan" mengenai orangtua, adalah tentang mereka yang memutuskan untuk nikah muda, bahkan ada juga pasangan yang menikah sebelum waktunya. Dengan usia mereka yang masih muda, atau belum cukup umur, membuat mereka sebagai calon orangtua tidak mempunyai kapasitas yang memadai untuk mendidik anak-anaknya.
"Loh, hak kamu apa Ra bicara seperti itu? Kenapa bisa dengan mudah menghakimi dengan berkata seperti itu?". Mari kita lihat sebuah fakta yang terjadi.
Pernah mendengar kasus bayi (kalau tidak salah umurnya kurang dari 1 tahun), yang mengalami peradangan usus hingga usunya pecah? Kalau belum, silahkan baca dulu beritanya di sini.Â
Sakit yang dialami oleh bayi itu, ternyata disebabkan oleh ketidaktahuan orangtuanya, yang memberikan nasi kepada si anak, bukannya bubur. Kasus itu menjadi tamparan keras dalam bidang parenting, bagaimana bisa bayi disuapi nasi bukannya bubur? Kasus itu terjadi karena kurangnya edukasi seputar parenting, dan juga karena orangtuanya memutuskan untuk nikah muda.
Selain kasus di atas, di luar sana banyak orangtua (yang memutuskan untuk nikah muda) dan ketika sudah mempunyai anak, anaknya dibiarkan dekat dengan gadget. Sebenarnya hal itu tidak masalah, jika konten yang diputar seputar "anak-anak", entah itu film kartun, lagu anak-anak, atau permainan edukatif.Â
Parahnya, banyak para orangtua muda (kasus dari beberapa tetangga Saya, termasuk kakak Saya sendiri) yang tidak memonitor anak ketika sedang menggunakan gadget. Hal itu mengakibatkan anak kecil yang mengkonsumsi konten dewasa, sehingga secara tidak sadar, anak akan mengikuti apa yang mereka lihat.
Coba bayangkan, balita usia sekitar 1 tahun sudah dibiasakan menggunakan gadget! Alasan yang sering dikeluarkan oleh mereka adalah, "Daripada anak nangis" ? What the hell? Jika anak ketika menangis selalu diberikan gadget agar berhenti menangis, jelaslah akan memberikan beberapa efek untuk anak. Misalnya, mata minus, motorik otak kurang berkembang, hingga ketergantungan terhadap gadget.
Efek itu tidak boleh disepelekan, karena masa depan anak sedang dipertaruhkan. Peran aktif dari orangtua sangat dibutuhkan, agar perkembangan anak selama masa pertumbuhan terjamin. Imbasnya? Tentu "dewasa sebelum waktunya" dapat dihindari, at least, diminimalisir.