Menurut beliau, dampak lingkungan yang disebabkan seperti asap, polusi udara, dampak sosial, dlsb, jika dilihat dari kacamata Studi Kelayakan Bisnis, maka bisa dikatakan bahwa bisnis itu (perusahaan produsen biodisel) dikatakan TIDAK LAYAK. Namun negara ini masih setia dengan penyakit-penyakit yang ditimbulkan selama Orde Baru. Kepentingan, urusan politik, menjadi faktor kenapa masalah kebakaran hutan hingga saat ini belum juga menemui titik final.
Mereka yang mempunyai kepentingan, yang sudah memberikan dananya kepada oknum-oknum terkait, tentunya tidak ingin rugi. Bisnis mereka harus tetap jalan, kepentingan mereka harus tetap tercapai. Maka dari itu, dalam banyak kasus, perusahaan yang sudah menggelontorkan uangnya masih tetap melakukan pembakaran hutan, seperti halnya Korindo.
Dalam hal ini, kita semua harus ikut andil. Kita semua juga harus menjaga, melindungi dan mengawasi hutan kita. Masyarakat Pecinta Api (MPA) tidak sanggup jika harus bekerja sendiri. Harus ada campur tangan dari semua kalangan untuk menyelesaikan persoalan kebakaran hutan. Negara kita merupakan negara pengekspor olahan sawit dan turunannya, pengekspor yang besar. Dengan nilai ekspor yang fantastis, tentu akan berdampak baik pada cadangan devisa kita.
Negara-negara lain tengah berupaya menjegal langkah Indonesia dalam mengekspor kelapa sawit (biodisel). Setan tanah lokal dan interlokal tengah berupaya untuk membuka lahan baru bagi bisnis mereka. Jika negara kita terbuka kepada investor tapi tidak melakukan pengawasan. Negara kita akan dijadikan bulan-bulanan oleh negara lain dalam acara internasional. TNI, Polisi, MPA, dan berbagai elemen yang lain, tidak lelah dalam melakukan pengawasan. Tentunya kita harus mengapresiasi usaha mereka dalam meminimalkan potensi kebakaran hutan. Maka dari itu, siapa saja yang peduli dengan nasib hutan kita, haruslah ikut berpartisipasi dalam memonitor hutan yang ada di Indonesia.
Dampak dari kebakaran hutan, tidak hanya dirasakan oleh manusia. Hewan-hewan, tumbuhan, lahan pertanian yang lain juga terkena imbasnya. Ini tentunya akan menyebabkan kerugian yang semakin besar. Alokasi APBN juga harus menambahkan anggaran untuk elemen maupun organisasi pelindung hutan agar mereka tidak keberatan dalam masalah biaya operasional.
Satu-satunya cara untuk menghentikan semua ini, hemat saya, adalah dengan saling bersinergi. Bahu-membahu adalah jalan satu-satunya, daripada harus menggelontorkan dana untuk pembelian alat pendeteksi kebakaran hutan atau yang lainnya. Karena faktanya, kebakaran hutan masih saja terus terjadi walau teknologi dalam mengatasi kebakaran hutan kian membaik. Kenapa? Tentunya korporasi beserta anteknya sudah pasti akan melucuti teknologi pendeteksi kebakaran hutan terlebih dahulu sebelum melakukan eksekusi (pembakaran).