Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pak Jokowi, Jangan Jual Alam Indonesia

10 November 2019   22:12 Diperbarui: 10 November 2019   22:17 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo memberikan pidato dalam acara Rakornas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa 2019 di Jakarta, Rabu (20/2/2019). Presiden memerintahkan agar dana desa digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di desa. [ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc]

Saat ini pemerintah tengah menyusun Ommibus Law yang di dalamnya terdapat rencana penghapusan IMB dan Amdal. Seperti yang diketahui, Omnibus Law merupakan gagasan dari Presiden Jokowi untuk menyederhanakan alur birokrasi yang nantinya akan memudahkan urusan investasi.

Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Abdul Kamarzuki mengatakan, Amdal tidaklah lagi diperlukan karena dalam penyusunan tata ruang, baik melalui Rencana Tata Ruang Wilayah maupun Rencana Detail Tata Ruang, aspek-aspek Amdal sudah dipertimbangkan. Lalu, apakah yang dimaksud dengan RTRW, RDTR, dan Amdal itu?

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang. 

Sedangkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. 

RDTR berfungsi sebagai kendali mutu pemanfaatan tata ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW, sedangkan RTRW berfungsi sebagai pedoman penyusunan rancana pembangunan jangka panjang nasional, jangka menengah nasional, pemanfaatan dan pengendalian ruang wilayah nasional, mewujudkan keseimbangan/keselarasan antar provinsi, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, serta penataan ruang strategis nasional.

Sedangkan Analisis Mengenai Dampak lingkungan atau Amdal merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha. Amdal sendiri merupakan suatu kajian dampak positif dan negatif dari suatu rencana proyek/kegiatan.

Image via Merdeka
Image via Merdeka
Nah, dalam mata kuliah yang saya terima dulu, Studi Kelayakan Bisnis, didalamnya terdapat salah satu dari tujuh aspek kelayakan yaitu Amdal. 

Amdal diperlukan agar dampak apa saja yang akan terjadi di waktu yang akan datang dapat terdeteksi, sehingga meminimalkan kerugian bagi pengusaha jika sewaktu-waktu terjadi gempa bumi atau tsunami. Dalam mata kuliah itu, ketujuh aspek harus terpenuhi agar bisnis yang akan dilaksanakan dapat dikatakan "layak".

"Dengan dicoretnya Amdal, pengusaha cukup memastikan bahwa bangunan yang hendak dibangun sesuai dengan ketentuan tata ruang dan perlu memastikan bahwa pengusaha terkait memang merupakan pihak yang menguasai tanah tersebut."

Demikian narasi yang dimuat dalam Bisnis(dot)com. Padahal jika kita menelaah lagi definisi serta fungsi dari RTRW dan RDTR, kedua pedoman itu berbeda dengan Amdal yang didalamnya harus melakukan kajian terlebih dahulu agar dampak yang akan timbul dalam jangka panjang dapat terdeteksi.

Saya salah satu orang yang tidak setuju dengan penghapusan Amdal demi menyenangkan para investor, karena apa? Kondisi tanah yang nantinya akan dibangun sebuah usaha harus dikaji, diteliti, karena bisa saja di dalam tanah itu terdapat sebuah lempengan yang jika mendapatkan tekanan sedikit saja (bangunan bertingkat/pabrik besar) bisa membuat gempa bumi. 

Sedangkan di dalam RTRW dan RDTR, tidak ada kajian lebih dalam seperti penelitian terhadapt kontur/tekstur tanah seperti yang ada dalam Amdal. Jika memang benar Amdal akan dihapuskan, berarti pemerintah sudah tidak lagi membutuhkan serta mengakui kreadibilitas lembaga seperti Walhi beserta kajiannya.

Populasi Indonesia yang mencapai miliar jiwa tentunya membutuhkan ruang lebih demi kelangsungan hidup per jiwa, mereka suatu saat pasti akan membeli sebuh tanah yang akan dibangun rumah. 

Belum lagi dengan banyak fasilitas yang diperlukan guna menunjang kehidupan mereka, mau seberapa besar lagi penggndulan hutan? Deforestasi kian tahun kian memperihatinkan hanya demi menambah pundi-pundi uang untuk investor. 

Banyak apartemen dibangun, siapa yang untung? Investor! Area persawahan yang produktif dialih fungsi menjadi jalan tol, perumahan elit, kawasan bisnis, siapa yang untung? Investor! 

Mungkin bagi orang-orang kaya, hal itu tidak menjadi masalah. Tapi bagaimana dengan mereka yang miskin? Pendidikan saja mereka tidak tuntas, lantas bagaimana mereka ingin bersaing dengan orang lain yang pendidikannya hingga jenjang perguruan tinggi?

Mimpi Nawacita yang dulu dihembuskan oleh Jokowi, hingga kini tidak terbukti. Presiden Jokowi membuka keran lebar-lebar untuk investor, untuk deforestasi, untuk mempersempit ruang hidup bagi milir jiwa yang ada di Indonesia. 

Dan kenapa ketika kampanye beliau mengatasnamakan rakyat Indonesia? Demi kebaikan dan kepentingan rakyat? Kenapa tidak sedari awal saja beliau mengatakan untuk kepentingan investor?

Perihal Amdal, tolong jangan dihapus, karena didalamnya terdapat kajian-kajian alam agar meminimalisir bencana. Untuk menjadi negara maju bukan persoalan besar-besaran menarik investor, bukan persoalan membangun gedung pencakar lagit sebanyak mungkin, bukan persoalan nilai tukar rupiah. 

Stamp negara maju merupakan hal yang relatif, karena didalamnya hanya terdapat materi yang selalu berubah dan tak berkesudahan. Indonesia tidak perlu menjadi negara maju, Indonesia hanya perlu menjadi negara yang berdiri di kaki sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun