Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Aku dan Tuhan

30 Juli 2019   02:17 Diperbarui: 30 Juli 2019   03:05 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Hara Nirankara

Harapan. Manusia hidup di dunia ini harus memiliki harapan. Jika manusia menginginkan hujan lekas berhenti, itu sama saja dengan sedang berharap. Saya pernah mendengar kajian Filsafat, pembicara berkata bahwa jika kamu ingin membuat sebuah biografi, maka kamu harus  menyusun semua harapanmu. Kamu harus menceritakan harapan mana saja yang terwujud dan yang tidak terwujud.

Harapan yang terwujud bisa disebut dengan hasil. Sedangkan yang tidak terwujud bisa disebut dengan pengalaman. Usaha yang kamu lakukan dalam mewujudkan harapan bisa kamu tulis, hingga membentuk sebuah biografi. Orang-orang Ma'rifat menganggap harapan yang tak terwujud itu sebagai takdir. Kuasa Tuhan. Tapi tidak bagiku. Apalagi nasib. Jika hingga berumur tua aku masih tetap miskin, itu karena kesalahanku sendiri.

Tapi aku dan orang-orang Ma'rifat sama. Aku dan mereka sama-sama mempunyai harapan. Tetapi yang namanya manusia, tidak semua memiliki persepsi yang sama. Buddah berkata "Seperti sebuah lilin yang tidak terbakal tanpa api. Manusia tidak dapat hidup tanpa kehidupan spiritual." Aku dan orang-orang yang beragama, sama. Kami memiliki suatu hal yang disebut dengan spiritual. Mereka berinteraksi dengan Tuhan masing-masing. Begitu pula dengan aku.

Jika mereka memiliki nama untuk menyebut Tuhan mereka, tapi tidak dengan aku. Terkadang aku memanggil Tuhan dengan sebutan Allah. Kadang hanya Tuhan. Kadang juga Gusti. Tapi ada satu hal yang tidak dilakukan orang lain tentang penyebutan.

Aku lebih sering menyebut Tuhanku tanpa nama, tanpa suara. Aku lebih sering menyebut Tuhanku ketimbang orang-orang yang beragama. Bingung? Nyerah? Menganggapku gila? Terserah! Aku lebih sering dan secara rutin menyebut Tuhanku melalui setiap hembusan nafasku.

Mungkin kalian tidak akan pernah percaya. Tapi tak ada gunanya aku membuktikan hal itu kepada kalian semua. Bukan hanya hembusan nafas. Aku menyebut Tuhanku seiring dengan denyut nadiku. Ketika aku beraktifitas, sibuk, atau perkara hal lain. Aku merasa jauh dengan Tuhanku. Tetapi ketika aku sedang sendirian, dalam hening, di ruang hampa.

Aku merasa sangat dekat dengan Tuhanku. Aku memang tidak dapat melihatnya. Dan tidak ingin pula untuk melihatnya. Hal ini berbeda dengan umat beragama. Mereka melakukan segala sesuatu atas iming-iming surga, dan berakhir dengan bertatap muka dengan Tuhan mereka. Sedangkan aku? Aku berharap untuk tidak melihat Tuhan. Karena bagiku Tuhan teramat dekat dengan tubuh ini.

Aku biasa ngopi bareng Tuhan. Ngerokok bareng Tuhan. Baca buku bareng Tuhan. Bahkan kentu bareng Tuhan. Aku dan Tuhan tidak terpisahkan. Pasti banyak orang-orang awam dan orang-orang syari'at yang akan menghakimiku layakanya mereka menghakimi Lemah Abang. Hal itu terjadi karena mereka begitu buta, dan tuli.

Kenapa saya bilang mereka buta dan tuli? Setiap hari mereka membaca dan mendengar "Allah Maha Melihat". Apakah ketika mereka sedang ngopi, berak, bahkan kentu, Allah tidak melihat mereka? Dengan Allah melihat mereka, berarti Allah sedang bersama mereka.

Perkara di atas mudah dan sederhana. Tapi mereka tidak paham sama sekali. Buat apa mereka membela Tuhan? La wong Tuhan saja masih bersama mereka. Dan Tuhan tetap baik-baik saja tanpa kesakitan. Saya terkadang heran sama orang-orang yang beragama. Nalar mereka tidak pernah sampai ketika diterangkan perihal ini.

Ada salah satu teman saya yang nyeletuk. Dia bertanya "bagaimanakah cara Agnostik dalam beribadah?". Saya menjawab, "terserah saya mau bagaimana". Memangnya Tuhanmu pernah memerintahkan untuk membaca ayat ketika sholat? Pernah? Pernah? Pernah? Memangnya Tuhanmu pernah memberitahu perkara sujud, ruku', duduk di antara dua sujud? Pernah? Pernah? Pernah?

Sholat dan semua gerakan di dalam sholat itu merupakan aktivitas. Merupakan caramu untuk beribadah. Sedangkan saya? Dengan cara mengingatNya, mengajakNya berbicara, merasakan keberadaanNya. Itu sudah cukup. Bila kalian mengira para Agnostik mempunyai cara sendiri dalam beribadah, itu sama saja menyamakan Agnostik dengan Islam/Kristen/Agama.

Ada banyak hal di dunia ini yang belum kalian ketahui mengenai spiritualitas. Tahu Jalaludin Rumi? Beliau menari Sufi untuk mengenang gurunya sekaligus berinteraksi dengan Allah. Kalian tidak perlu repot-repot mengurusi kepercayaan orang lain. Terlebih, menganggap agama kalian yang paling benar. Kalian saja beribadah karena iming-iming surga dan ancaman neraka.

Coba bayangkan jika surga dan neraka itu tidak ada. Masihkah kalian akan menyembahNya? Beda lagi dengan saya. Entah setelah mati saya akan masuk ke surga/neraka, saya sama sekali tidak peduli. Bahkan saya saja masih ragu apakah surga dan neraka itu benar-benar ada. Surga dan neraka itu 11-12 dengan Tuhan. Surga dan neraka itu misterius. Sedangkan surga bagiku adalah ketika harpanku terwujud, merasakan kebahagiaan. Sedangkan neraka? Kebalikannya.

Jika kalian mengira aku terlalu berani menulis seperti ini. Keliru. Mana mungkin aku berani? La wong Tuhanku saja nyandingi aku kok [menemani aku]. Aku dan Tuhan itu berteman. Aku dan Dia selalu bersama. Dan anehnya, banyak yang bilang kalau aku sedang terombang-ambing, kehilangan arah, belum menemukan jalan yang benar.

Lah memangnya kalian tidak terombang-ambing? Tidak salah jalan? Tidak tersesat? Kalau kalian yakin sudah tidak terombang-ambing, tersesat, dan salah jalan, kenapa kalian selalu berdo'a agar selalu ditujukan jalan yang benar, selalu dibimbing? Kalau kalian sudah yakin, seharusnya kalian tidak meminta bimbingan ketika berdo'a dan beribadah.

Ada banyak cara, macam, dan bentuk dalam perkara spiritual. Ada banyak agama, ada banyak Tuhan beserta namanya. Perkara kepercayaan biarkan menjadi urusan masing-masing. Belum tentu juga Tuhanmu dan Tuhanku itu sama. Walaupun aku masih ragu apakah Tuhanmu dan Tuhanku itu sama, aku tidak pernah menganggap apa yang kamu yakini dan jalani itu salah. Jelas, kan, letak perbedaan antara aku dan kalian?

Tapi walaupun kita berbeda. Aku tidak akan berlaku seperti pemilik tiket surga. Kan sudah aku katakan tadi, "Entah setelah mati aku akan masuk ke surga/neraka, aku sama sekali tidak peduli".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun