Sebenarnya saya rada bingung dengan Demokrasi yang ada di Indonesia. Menurut saya Pemilu serentak 2019 tidak manusiawi. Di saat banyak pemimpin negara di dunia mengapresiasi penyelanggaraan pemilu serentak di Indonesia, di sisi lain banyak ratusan nyawa yang melayang. Mereka yang kehilangan nyawannya disebut dengan Pahlawan Demokrasi karena telah ikut andil dalam rakapitulasi suara. Namun yang menjadi pokok bahasan saya bukan masalah itu, melainkan perkara menggandeng kubu oposisi yang dijanjikan kursi menteri atau jabatan strategis.
Bisa dibayangkan sendiri bila akhirnya semua oposisi dirangkul dan diberi kursi menteri/jabatan strategis. Masihkah negara ini akan seimbang? Maksudnya, masihkah ada orang-orang yang mempunyai jabatan yang akan mengkritik kebijakan pemerintah?
Jika hanya mengandalkan akademisi/intelektualist yang tidak mempunyai kuasa di kursi pemerintahan, apakah saran mereka akan diterima? Terlebih lagi dengan adanya donatur-donatur selama masa kampanye yang ingin dimuluskan oleh pemerintah? Saya sendiri tidak yakin jika mereka yang tadinya oposisi dan menjadi menteri akan berani mengkoreksi kebijakan pemerintah. Saya yakin, mereka akan takut dengan partai penguasa atau elit politik yang mempunyai banyak pengaruh di lingkaran Istana.
Saya sudah sedari awal menyoroti Partai Demokrat yang selalu bermain di dua kaki, abu-abu, tidak pernah memberikan kepastian berpihak di kubu yang mana. Dan lihatlah sekarang, Demokrat hanya mengincar jabatan strategis sembari menemukan sosok yang pantas untuk dimajukan dalam Pemilu yang akan datang.
Saya yakin, mereka yang berhasil terjerat dalam perkara loby-loby-an politik adalah mereka yang tidak mempunyai pendirian sama sekali dalam hidup, tidak mempunyai keseriusan dalam memperbaiki negara.
Mereka hanya mementingkan golongannya sendiri, mereka hanya mementingkan dan hanya peduli dengan eksistensi mereka sendiri. Sedangkan perkara rakyat? BODO AMAT.