Mohon tunggu...
Haris Nursyah Arifin
Haris Nursyah Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Denpasar Bali

Mengajar di beberapa jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP/MTs/SMK/MA hingga perguruan tinggi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dari Agora Athena ke Panggung OSIS: Membaca Kembali Makna Debat dalam Perspektif Filsafat Klasik

12 Oktober 2025   16:40 Diperbarui: 12 Oktober 2025   16:36 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyampaian Visi dan Misi Calon Ketua dan Wakil Ketua OSIM MA Al-Amin Tabanan (Sumber: Foto Pribadi)

Kedua, debat melatih kerendahan hati intelektual. Kita harus bersedia mengakui ketika argumen kita lemah dan belajar dari perspektif orang lain. Debat yang sehat bukan tentang ego, melainkan tentang pembelajaran bersama.

Ketiga, debat mengembangkan komunikasi yang efektif. Tidak cukup punya ide bagus; kita harus bisa menyampaikannya dengan jelas dan persuasif. Ini adalah keterampilan yang akan berguna seumur hidup.

Keempat, debat menumbuhkan rasa hormat pada perbedaan pendapat. Fakta bahwa debat di MA Al-Amin "berlangsung khidmat walaupun terdapat perbedaan pendapat" adalah pencapaian luar biasa. Ini menunjukkan bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan peluang untuk pembelajaran.

Kelima, debat adalah latihan kepemimpinan demokratis. Pemimpin dalam demokrasi harus mampu tidak hanya memberi perintah, tetapi juga menjelaskan, membenarkan keputusan, mendengar kritik, dan merespons dengan argumen yang lebih baik.

Mengapa Ini Masih Relevan Hari Ini

Di era media sosial yang sering mempolarisasi, di mana orang lebih suka berkomentar pedas daripada berdialog, tradisi debat klasik menawarkan pelajaran penting. Agora Athena mencontohkan ruang di mana perbedaan diatasi melalui percakapan rasional, bukan kekerasan atau saling membungkam.

Para filsuf Yunani mengajarkan bahwa debat yang baik memerlukan kebajikan: keberanian untuk mempertanyakan keyakinan sendiri, kerendahan hati untuk mengakui kesalahan, keadilan dalam mendengarkan orang lain, dan kebijaksanaan untuk membedakan argumen baik dari yang buruk.

Dalam konteks pendidikan Islam di Madrasah Aliyah, tradisi ini sebenarnya sejalan dengan warisan intelektual Islam yang juga menghargai dialog, ijtihad (penalaran independen), dan jadal (debat argumentatif). Seperti filsuf Muslim abad pertengahan berdebat di majelis ilmu, para siswa modern dapat melanjutkan tradisi ini dengan cara yang relevan untuk zaman mereka.

Penutup: Lebih dari Sekadar Pemilihan

Dilihat dari perspektif filsafat klasik, debat OSIS di MA Al-Amin Tabanan adalah lebih dari prosedur pemilihan. Ini adalah momen pendidikan yang mendalam dan laboratorium di mana keterampilan intelektual diasah, karakter dibentuk, dan nilai-nilai demokratis dipraktikkan.

Setiap pertanyaan adalah undangan berpikir lebih dalam. Setiap argumen adalah latihan kejernihan pikiran. Setiap perbedaan pendapat yang dihormati adalah pembelajaran toleransi. Dan keseluruhan proses adalah pengingat bahwa dalam masyarakat yang sehat, kepemimpinan ditentukan oleh kemampuan berpikir, berargumen, dan meyakinkan dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun