Mohon tunggu...
HMPSEP UNPAR
HMPSEP UNPAR Mohon Tunggu... Ilmuwan - Himpunan Mahasiswa Program Sarjana Ekonomi Pembangunan

HMPSEP

Selanjutnya

Tutup

Money

Kontroversi Kebijakan Mudik: Mudik Dilarang, Pariwisata Tetap Buka?

30 Juli 2021   12:25 Diperbarui: 30 Juli 2021   13:01 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Pro Kontra Mudik 

Pada awal tahun 2020, dunia sedang dihadapkan dengan pandemi covid-19 dan Indonesia termasuk salah satu negara yang terkena dampaknya. Untuk itu, pemerintah menerapkan serangkaian kebijakan agar penyebaran covid-19 lebih terkendali. Indonesia memiliki budaya mudik yang dimana setiap Hari Raya Idul Fitri sebagian besar orang-orang pulang ke kampung halamannya masing-masing untuk bertemu dengan keluarga besar. Hal ini membuat penyebaran covid-19 di Indonesia menjadi tidak terkendali, karena mudik memicu terjadinya kerumunan yang akan menaikkan jumlah kasus covid-19 di Indonesia. Selain itu, diketahui bahwa kasus covid-19 di Indonesia tersentralisasi di kota-kota besar khususnya Jakarta sehingga dengan adanya kegiatan mudik ini potensi penyebaran covid-19 di kota kecil atau desa menjadi sangat tinggi. Maka dari itu kami dari HMPSEP mengadakan acara DISKO (Diskusi Ekonomi). DISKO merupakan acara rutin HMPSEP berbentuk diskusi antar mahasiswa yang membahas topik atau hal seputar ekonomi yang sedang booming. Tujuan dari DISKO ini adalah untuk bertukar pikiran, menambah wawasan, dan melatih mengemukakan pendapat masing-masing individu mahasiswa Ekonomi Pembangunan Unpar

Berdasarkan hasil DISKO (Diskusi Ekonomi) kemarin [BC1] beberapa mahasiswa menanggapi kebijakan mudik yang dilarang oleh pemerintah, menimbulkan reaksi pro dan kontra. Jika dilihat dari sisi pro dengan pelarangan mudik ini, mereka berpendapat bahwa dengan diperbolehkan untuk mudik akan menimbulkan potensi-potensi penyebaran virus covid-19 kepada daerah kampung halaman dan berujung pada peningkatan kasus covid-19. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa silaturahmi dengan keluarga besar dapat dilakukan secara online dengan memanfaatkan teknologi seperti Google Meet dan Zoom Meeting sehingga dapat mengobati rasa rindu dengan keluarga meski tidak berjumpa secara langsung. Selain itu, kita harus menerapkan protokol kesehatan yang dimana memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi interaksi dan mobilitas. Dengan diadakannya mudik, kemungkinan-kemungkinan protokol kesehatan ini dilanggar akan menjadi sangat tinggi seperti terjadinya kerumunan, tidak menggunakan masker, dan tidak menjaga jarak dikarenakan sudah merasa aman dengan keluarganya sendiri. Pelarangan mudik juga dapat memutus rantai penularan covid-19 ke daerah lain, sehingga menurut beberapa mahasiswa mudik memang harus dilarang.

Dilihat dari sisi kontra dengan adanya pelarangan mudik, mereka berpendapat bahwa dengan adanya pelarangan mudik ini menyebabkan orang-orang susah untuk berkomunikasi dengan keluarga meski melalui online, dilihat lagi banyak daerah-daerah diluar Pulau Jawa khususnya Indonesia Timur yang masih memiliki keterbatasan sinyal dan fasilitas yang kurang memadai untuk berkomunikasi sehingga komunikasi secara online sangat tidak dimungkinkan karena kurang efektif, maka beberapa orang lebih memilih untuk mudik agar bisa datang ke kampungnya masing-masing. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa mudik dapat meningkatkan kembali perekonomian yang lesu akibat pandemi covid-19. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya mudik, pemudik akan menggunakan fasilitas transportasi umum seperti kereta api, bus antar kota, dan maskapai penerbangan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kelelahan ketika menggunakan kendaraan pribadi. Fasilitas publik seperti jalan tol juga digunakan agar waktu tempuh yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Jika mengeluarkan biaya untuk jalan tol dan transportasi umum, maka akan masuk ke dalam kas negara yang nantinya berguna untuk membantu proses pemulihan perekonomian negara. Selain itu, pendapatan UMKM yang ada di daerah akan meningkat. Dikarenakan pemudik yang pulang ke kampung halamannya memiliki daya beli yang tinggi dan akan membeli oleh-oleh hasil kerajinan daerah asalnya untuk dibawa pulang sehingga akan mendorong perekonomian di daerah tersebut. Maka dari itu, menurut beberapa mahasiswa mudik seharusnya diizinkan tentunya dengan prosedur yang lengkap seperti surat tes antigen atau swab covid-19, alamat tinggal sementara, data pribadi lengkap dan melakukan karantina untuk memastikan keamanan daerah tersebut.

Pariwisata dibuka atau ditutup?

Walaupun dengan adanya pandemi covid-19 ini, pemerintah tetap memutuskan untuk membuka tempat-tempat wisata. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk menghibur masyarakatnya yang jenuh serta memicu pemulihan ekonomi melalui sektor pariwisata yang tengah lesu ini. Tentunya, pemerintah hanya membatasi wisatawan yang berasal dari domisili atau kawasan aglomerasi tempat wisata tersebut sehingga mempermudah proses tracing serta mengurangi potensi penyebaran covid-19 antar domisili. Kawasan aglomerasi yang dimaksud adalah seperti Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dan pemerintah pun memastikan bahwa tempat wisata tersebut harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat untuk menghindari terjadinya potensi penyebaran virus covid-19.

Kebijakan ini juga menimbulkan reaksi pro dan kontra mengenai apakah seharusnya pariwisata dibuka atau ditutup. Jika dilihat sisi pro mereka berpendapat bahwa pariwisata dibuka karena pemerintah percaya bahwa tempat wisata bisa menerapkan protokol kesehatan kepada wisatawan yang berkunjung ke objek wisata tersebut dan pariwisata harus menerapkan sistem yang jelas mengenai protokol kesehatan, serta melakukan sosialisasi kepada wisatawan agar bisa beradaptasi dan mematuhi protokol Kesehatan. Dengan dibukanya sektor pariwisata, juga dapat menyumbang nominal yang signifikan bagi perekonomian suatu negara. Namun kebijakan ini dikembalikan kepada daerah masing-masing sesuai dengan tingkat penularan covid-19. Jika penularan covid-19 masih tinggi di daerah tersebut, maka pariwisata tidak diperbolehkan dibuka. Sedangkan, jika penularan covid-19 sudah rendah dan dapat diatasi, maka pariwisata dapat dibuka asalkan tempat wisata bisa menjamin pengunjung yang datang tetap menerapkan protol kesehatan.

Dilihat dari sisi kontra, mereka berpendapat bahwa dengan pariwisata ditutup akan mengurangi lonjakan kasus covid-19 di Indonesia. Dengan berbagai tempat wisata yang ditutup, membuat ruang gerak menjadi terbatas sehingga secara tidak langsung hal ini memaksa mereka untuk tetap tinggal di rumahnya masing-masing dan tidak bepergian. Dengan membatasi ruang gerak, maka potensi penyebaran covid-19 akan terminimalisir. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa pariwisata harus ditutup karena belum tentu semua orang bisa disiplin dan patuh pada protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemerintah. Jika hal ini terjadi akan membahayakan wisatawan di tempat wisata tersebut dan dampaknya akan lebih merugikan dibandingkan untuk memperbaiki ekonomi yang sedang menurun. Mereka juga berpendapat bahwa kesadaran wisatawan mengenai pentingnya protokol kesehatan juga masih sangat minim sehingga keputusan untuk mulai membuka tempat wisata justru dapat menjadi masalah baru, yaitu sumber penyebaran covid-19.

Kesimpulan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun