Mohon tunggu...
Hmi Al Tsawrah
Hmi Al Tsawrah Mohon Tunggu... Jurnalis - Official Akun HMI Al-Tsawrah

Komisariat Al-Tsawrah KORKOM UNISMA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Negara Berwacana Ini, Wacana Begitu, Kekuasaan Tetap Begini

5 Juli 2021   11:30 Diperbarui: 5 Juli 2021   13:17 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kebijakan pemerintah hari ini membunuh banyak manusia yang mencari rezeki, tak tahu lah saya melihat warna wajah hari ini seperti apa yang jelas semua di paksa harus menjadi semaunya kebijakan pemerintah, pagi kemarin saya dapati kawan daerah pesisir Jawa timur berpamitan pulang lewat media sosial, berberapa pertayaan menjadi hukum pembicaraan singkat itu,

Mulailah perbincangan itu
"Saya pamit ke kampung"
"Hati-hati"
"Belum di tutup kah akses ke kampung ?"
Sambung saya
"Belum masih ada celah kalau subuh Masih lengah"
Sambungnya

Seketika saya gusar terhadap kebijakan yang satu ini bagaimana tidak, tak begitu memuncak gerbolan orang yang harus pulang lebih dini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dan tak seperti biasanya. 

Sebab dari kebijakan pelarangan mudik ini kita bisa lihat bersama bahwa wajah layu di bungorasi yang berteriak dan menanyakan tujuan mana penumpang mau berpergian. 

Sopir-sopir travel yang datang silih berganti menawarkan mobilnya dengan harga seperti ini seperti itu, fasilitas nya seperti begini, begitu agar sampai ke pelosok Jawa demi beberapa perut di rumah yang sedang menunggu makanan spesial di lebaran nanti, beberapa badan juga yang menunggu baju baru untuk merayakan hari Fitri nanti. 

Dengan seperangkat alat sholat di tahyatul akhir eid ketika kebijakan ini hadir tak pernah pemberlakuan kebijakan melihat dan kemudian menjadi pertimbangan besar  terhadap kalster aktivitas kelas paling di bawah untuk sekedar mencari dalang rezeki itu di mana dan di sebelah mana harus dikeruk. 

Kebijakan ini belum menyentuh seluruhnya kalster dengan pengamanan ekonomi baik-baik saja yang di mana jika menjadi lebih baik maka laksanakanlah sejak hari pertama Ramadhan, seharunya pemerintah mempertimbangkannya bagaimana cara untuk manusia-manusia ini tetap tersenyum menyambut hari Fitri nanti. 

Tanpa kata cemberut apapun itu, saya mengingat kembali dengan para penjual di depan kampus saya sendiri, di mana bapak penjual es pisang ijo yang sejak di malang di bulan puasa pasti mampir  untuk antri mendapatkan takjil dari beliau dan membeli varian rasa yang beliau tawarkan, bapaknya yang sehari-hari jualan cilok ini, setiap Ramadhan pasti tinggalkan aktivitas jualan ciloknya dan mengajak istrinya berjualan es pisang ijo, sehari istrinya mumpung menggunakan rompong sendiri, bapaknya akan membawa 70 cup. 

Sementara istrinya begitu juga 70 cup yang sederhana dari kebijakan ini hari pertama orang-orang belum banyak kita lihat mereka mudik namun setelah kebijakan pemerintah beredaran di media sosial ketika di telisik 3 hari pertama bulan ramadhan sangat ramai tentunya seperti biasa dagangan nya beliau Dan istrinya laris manus 70 cup habis dalam satu hari.

Banyak yang balik dengan kata 70 cup telah habis hanya menjadi tabu bagi aktivitas perputaran modal namun berjalanya hari dan kemudian kebijakan itu semakin dekat dengan tabirnya beliau di paksa lebih banyak menenggok jalan dari pada berdiri buatkan orderan, lantas pertayaan sederhana adalah bagaimanakah kita melihat persoalan ini sebagai sebuah kemungkinan terburuk pada pedagang yang notabene seluruh pencari rezeki di sudut kota-kota besar di negeri ini, 

Sampel ini lah yang kemudian kita ambil untuk memanipulasi rezeki ia pakai modal kemudian modalnya kembali harus dengan keuntungan, bukan begitu cara kalkulasi sederhana berdagang, namun sederhan lah pihak yang kemudian di katakan sebagai konsumen jika ia berpindah kota dalam waktu yang tak pernah di bayangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun