Mohon tunggu...
Hans Z. Kaiwai
Hans Z. Kaiwai Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mencermati Reformasi Subsidi Energi

4 Maret 2017   02:51 Diperbarui: 4 Maret 2017   12:00 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menurut Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2011), bagian terbesar subsidi bahar bakar di Indonesia dinikmati oleh pemilik kendaraan roda empat (53 persen), dan bukan oleh pengendara motor (40 persen), serta angkutan umum (3 persen). Ada juga fakta lainnya, Chief Economist Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop, mengungkapkan bahwa Rp178 triliun subsidi bahan bakar dinikmati oleh kelas menengah atas, dan bukan masyarakat miskin yang betul-betul memerlukannya (Economic Premise, World Bank, Number 136, March 2014).

Sehingga jargon subsidi BBM, subsidi elpiji dan subsidi listrik pro masyarakat miskin jelas salah alamat, karena subsidi energi selama ini ternyata hanya menguntungkan kelompok masyarakat berpendapatan menengah atas secara tidak proporsional. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah untuk terus melakukan reformasi subsidi energi, yang secara bertahap akan mengurangi subsidi energi disertai dengan kompensasi yang tepat melalui program jaminan sosial untuk masyarakat berpendapatan rendah dan miskin, patut diapresiasi dan didukung.

Reformasi kebijakan

Untuk memperbaiki penyaluran subsidi energi–BBM, elpiji, dan listrik–yang tidak adil dan tidak tepat sasaran tersebut, pemerintahan sebelumnya maupun pemerintahan sekarang ini telah melakukan reformasi kebijakan subsidi energi. Dimana upaya reformasi subsidi energi yang paling signifikan mulai terwujud saat Presiden Joko Widodo mengumumkan penghapusan subsidi energi (BBM) pada tanggal 31 Desember 2014. Secara keseluruhan reformasi kebijakan energi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo hingga saat ini telah mencakup tiga aspek yaitu menggunakan skema harga baru untuk BBM (premium dan solar), menerapkan skema distribusi tertutup untuk elpiji 3 kg, dan mencabut subsidi listrik 900 VA.

Pertama, melalui penerapan skema penetapan harga baru, yang menggantikan sistem harga tetap, pemerintah mengklasifikasi bahan bakar minyak dalam tiga kelompok, yaitu: bahan bakar umum, BBM khusus penugasan dan bahan bakar minyak tertentu (ESDM, 2014). Dua kategori pertama “Jenis Bahan bakar umum dan BBM khusus penugasan”, termasuk premium. 

Bahan bakar umum adalah istilah untuk bahan bakar non-subsidi (seperti pertalite, pertamax, pertamax plus), dan semua premium yang dijual di Jawa, Madura dan Bali, dijual sebagai BBM non-subsidi. Sedangkan BBM khusus penugasan adalah bahan bakar (premium) yang dijual di luar Jawa, Madura dan Bali. Dimana harga dasarnya tetap tidak disubsidi, tetapi subsidi akan diberikan untuk mengurangi biaya distribusi. Selanjutnya, kategori ketiga “bahan bakar tertentu”, menunjukkan bahan bakar yang tetap disubsidi. Ini ditetapkan untuk solar.

Dimana inti dari kebijakan baru terkait harga BBM yang mulai berlaku 1 Januari 2015 adalah: pertama, bensin premium (BBM khusus penugasan) tidak diberikan subsidi. Harga jualnya fluktuatif dengan mempertimbangkan harga keekonomian dan dapat ditetapkan paling banyak dua kali sebulan. Sehingga energi lebih memiliki nilai yang berharga dan penghematan konsumsi secara alami akan terjadi. Kedua, solar diberikan subsidi tetap Rp 1.000 per liter. Harga jualnya fluktuatif dengan mempertimbangkan harga keekonomian dan dapat ditetapkan paling banyak 2 kali sebulan. Ketiga, minyak tanah tetap diberikan subsidi penuh. Walaupun demikian pemerintah berupaya mengurangi jumlah konsumsi minyak tanah dengan melakukan konversi minyak tanah ke elpiji.

Kedua, selain melakukan reformasi subsidi BBM, pemerintah juga melakukan reformasi subsidi elpiji, yaitu dengan menerapkan skema distribusi tertutup untuk penyaluran subsidi elpiji tabung 3 kg, yang diterapkan secara bertahap untuk masyarakat tidak mampu, dan usaha mikro di seluruh Indonesia. Beberapa pola untuk skema distribusi tertutup elpiji 3 kg yaitu pertama, pemerintah memberikan subsidi elpiji kepada yang berhak dalam kartu yang berisi kuota pembelian. Pola kedua, dengan subsidi langsung dimana mekanismenya adalah kartu diisi uang terlebih dahulu setiap awal bulan oleh pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) sehingga keluarga yang berhak mendapatkan subsidi dapat membeli elpiji sesuai harga eceran tertinggi (HET). Sementara keluarga yang tidak dapat subsidi (kartu) tentu membeli dengan harga biasa (elpiji non-subsidi).

Ketiga, pencabutan subsidi listrik untuk 900 VA. Pemerintah secara bertahap tidak akan lagi memberikan subsidi listrik kepada pelanggan PLN dengan daya 900 Volt Ampere (VA) yang dinilai merupakan rumah tangga mampu mulai 1 Januari 2017, karena pemberian subsidi tersebut dinilai tidak tepat sasaran. Penyesuaian tarif listrik untuk daya 900 VA akan dilaksanakan setiap dua bulan dan dilakukan bertahap sebanyak tiga kali mulai 1 Januari, 1 Maret dan 1 Mei 2017.

Dari sejumlah upaya reformasi subsidi energi yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, subsidi energi menurun tajam dari  sebesar Rp314,75 triliun pada tahun 2014 menjadi hanya sebesar Rp130,82 pada tahun 2015, dan sebesar Rp. 134,43 triliun pada tahun 2016. Lima tahun yang lalu (2010-2014) jumlah subsidi energi mencapai Rp1.340 triliun, tetapi lima tahun ke depan (2015-2019) dengan adanya reformasi subsidi energi yang dilakukan oleh pemerintah, maka subsidi energi diperkirakan turun 53 persen menjadi sekitar Rp704 triliun.

Dengan demikian kita mengharapkan reformasi energi yang dilakukan oleh pemerintah ini dapat meningkatkan kembali kapasitas fiskal negara. Dan selanjutnya anggaran yang diperoleh dari penghentian subsidi energi yang tidak tepat sasaran tersebut dapat dialihkan untuk belanja yang lebih produktif, dan sekaligus mewujudkan energi yang lebih berkeadilan sehingga wilayah yang selama ini belum memiliki infrastruktur yang baik dapat menikmatinya karena pemerintah dapat mewujudkan nawa cita membangun Indonesia dari daerah dan pinggiran. Disamping itu kelompok masyarakat yang selama ini belum menikmati program jaminan sosial, program pendidikan, program kesehatan maupun program subsidi non-energi dapat menikmatinya sekarang karena pemerintah telah mengalihkan belanja subsidi energi yang tidak adil dan tidak tepat sasaran menjadi belanja yang lebih produktif dan berkeadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun