Mohon tunggu...
Matrimony Lesmana
Matrimony Lesmana Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tukang Sosiologi Budaya

dengan ikhlas dan senang hati menyerukan bahwa perbedaan sosial budaya sama sekali bukan alasan pemisahan masyarakat;

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelonggaran PSBB, Saatnya Mereformasi Model Disiplin

14 Mei 2020   19:49 Diperbarui: 15 Mei 2020   02:10 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: kompas.com)

Laju pertambahan angka penularan Covid-19 masih terus bergerak ke atas. Sementara itu, walaupun mulai menunjukan kenaikan yang signifikan, angka kesembuhan masih tertatih-tatih mengejar langkah panjang angka penularan dan tertinggal jauh di belakang.

Saat ini pemerintah mulai menyerukan untuk 'berdamai', hidup berdampingan dengan virus, yang hingga tulisan ini ditayangkan sudah memakan korban di atas seribu jiwa.

Bila orang mencermati perkembangan angka-angka statistik dari penularan, lalu dibandingkan dengan angka kesembuhan, maka tidak aneh kalau PSBB begitu saja dilonggarkan akan memancing polemik di masyarakat.

Hanya saja, seperti disampaikan oleh pemerintah lewat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, bahwa pelonggaran PSBB masih sebatas pembicaraan. Keputusan pelonggaran sendiri cepat atau lambat akan ditempuh di wilayah PSBB sudah barang tentu dengan merujuk pada penurunan angka penularan signifikan.

Di samping ini semua, ada satu wacana yang penting bagi setiap anggota masyarakat di manapun di atas bumi ini. Tanpa memandang siapapun pemerintahnya, bagaimanapun politiknya atau apapun kepercayaannya, seperti virus yang tak mendiskriminasi siapapun untuk dijangkiti.

Wacana ini bukan hal baru, ia adalah wacana untuk merubah perilaku agar tidak bersimpangan dengan jalur dan cluster dari penularan virus ini, utamanya agar tidak menjadi resiko penularan ke orang lain. Akan tak terhindarkan nantinya adalah pergeseran kebiasaan sehari-hari.

Seperti setiap orang tahu, bahwa jika sudah berkenaan dengan kebiasaan, sulit untuk menggesernya. Namun, kendala tersebut dapat ditekan dengan mereformasi landasan pikiran, yaitu merubah persepsi terhadap kedisiplinan.

Lagi-lagi istilah disiplin, mungkin demikan kebanyakan tanggapan masyarakat bila menilik angka penularan yang terus bergerak naik. Tapi mungkin juga inilah indikasi kalau kedisiplinan belum merujuk pada istilah disiplin an sich -- makna sebenarnya.

[...] kebebasan dari campur tangan orang lain bagi setiap individu untuk bebas mengatur/ membatasi kebebasan diri sendiri, [...]

Lalu apa yang dimaksud dengan disiplin?

Apakah disiplin itu lurus, kompak dan seragam dalam satu barisan?

Apakah disiplin itu lugas bersikap?

Apakah disiplin itu adalah kecermatan mengatur waktu?

Apakah disiplin itu kedewasaan?

Ya dan tidak. Ya, karena disiplin menjadi landasan pikiran bagi semua aksi yang baru disebut di atas, agar bisa menjadi nyata dalam keseharian. Tidak, karena disiplin cakupannya lebih dalam dan luas dari itu semua.

Kalau boleh berontologi sedikit mengenai apakah disiplin itu, maka boleh dikatakan kalau wujud disiplin itu akan bergantung pada medium di sekelilingnya, yaitu lingkungan. Ia bergantung dan menyesuaikan pada lingkungan mana disiplin itu menjadi kebutuhan. Jadi wujudnya tidak pernah tunggal.

Dalam hal PSBB atau pelonggarannya, disiplin dengan medium kebebasan atau mobilitas orang. Pendeknya, wujud disiplin akan berurusan dengan bagaimana orang seharusnya menggauli kebebasan.

Maka, kalau diungkapkan secara verbal kira-kira begini, "disiplin merupakan kebebasan dari campur tangan orang lain bagi setiap individu untuk bebas mengatur/ membatasi kebebasan diri sendiri, agar jangan sampai orang lain merasa bebas dan perlu untuk ikut mengatur/ membatasi."

Terdengar rumit, tapi sesungguhnya sederhana.

Sebagai contoh kasus, bisa diambil perilaku pengendara pada lampu lalu-lintas. (Kebanyakan) pengendara akan berhenti bila lampu menyala merah, termasuk bila tidak ada petugas polisi di tempat atau kamera pengawas. Atau paling tidak (kebanyakan) akan merasa ragu untuk menerobos.

(Kebanyakan) para pengendara tersebut mengetahui, sadar dan peduli akan keselamatan dirinya di antara pengendara-pengandara lain, terutama, dari lain arah. Selain itu dengan menghentikan kendaraannya pada lampu merah, orang membatasi dirinya untuk menjadi resiko bagi orang lain. Kurang lebih seperti itulah salah satu wujud disiplin.

Senada dengan kasus di atas, bahwa disiplin berasal dari kata bahasa latin yaitu disciplina yang berarti pengetahuan atau hal yang dipelajari.

Lebih menarik lagi, jika menilik arti disiplin setelah menjadi kata serapan dalam bahasa Jerman, ia lebih bernuansa sosial. Selain mentaati etika dan ketertiban umum, disiplin berarti menyesuaikan diri ke dalam tatanan suatu kelompok, paguyuban atau komunitas (*lihat sumber).

Apa yang diterapkan dengan disiplin oleh masyarakat Korea Selatan. Bukan maksud mengatakan hal yang mudah dilakukan, tapi sesederhana meninggikan standar kebersihan. Bila orang benar-benar harus keluar rumah, maka ia harus mengetahui, sadar dan peduli untuk menjaga kebersihan diri sendiri.

[...], disiplin diri inilah yang  akan lebih memberikan sumbangsih lebih bagi kelangsungan hidup.

Dengan hal-hal kecil seperti mengenakan masker, rutin mencuci tangan, mencuci pakaian dan mandi setiap kembali dari luar rumah, satu orang saja sudah berkontribusi banyak untuk menekan kemungkinan berjangkitnya wabah.

Intinya bukan lagi menuruti peraturan pemerintah atau bahkan ancaman hukum, tapi lebih pada kesadaran dan kepedulian satu orang yang tidak ingin menjadi resiko bagi orang-orang lain disekitarnya.

Akhirulkalam, inilah momentum terbaik untuk mereformasi model disiplin, dan mungkin juga saatnya mengambil ancang-ancang untuk merevolusi mental. Kekuasaan untuk melakukanya ada di tangan setiap warga, tidak terbatas pada perbedaan sosial, pandangan politik, budaya atau kepercayaan.

Karena, disiplin diri inilah yang  akan lebih memberikan sumbangsih lebih bagi kelangsungan hidup.

#BersatuLawanCovid19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun