Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Childfree: Stepping Up Women's Freedom of Choice Against a Falling Economy

3 November 2021   18:00 Diperbarui: 3 November 2021   19:56 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik 4. Estimasi penurunan populasi Jepang/Dok Japan National Institute

Consequences of Declining Population on Economies

Dalam beberapa dekade terakhir tren demografis di negara berkembang mengalami transisi, ditemukan tren peningkatan ekspektasi hidup saat lahir, tetapi terjadi kemerosotan tingkat kesuburan. Banyak negara berkembang mulai menunjukan tren tingkat kesuburan seperti negara maju, yaitu penyusutan tingkat kesuburan yang diukur berdasarkan tingkat kelahiran per perempuan. Berdasarkan Empty Planet: The Shock of Global Population Decline, kekuatan terbesar penyebab menurunnya jumlah populasi dunia ialah urbanisasi. Perpindahan besar-besaran menuju kota memaksa keluarga-keluarga melakukan rasionalisasi dalam jumlah anak yang dimiliki. Pada tahun 2021-2030 diprediksikan hanya tersisa 1 persen populasi dunia tinggal di negara dengan tingkat kesuburan diatas 5 kelahiran per perempuan (IMF, 2018). Kemerosotan tingkat kelahiran tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi juga di negara berkembang. Hasil temuan World Bank (2021) menyatakan bahwa secara global terjadi fenomena penyusutan tingkat kesuburan serta kemerosotan rasio angka ketergantungan atau dependency ratio. Pada tahun 2019 tingkat kelahiran secara global mengalami penurunan sebesar 0.3 kelahiran per perempuan daripada tahun 1999. Juga, rasio angka ketergantungan terhadap penduduk usia kerja mengalami penurunan, pada 1999 rasio angka ketergantungan sebesar 61.0 sedangkan pada 2019 rasio tersebut menurun menjadi 54.5.

Akibat penyusutan tingkat kelahiran, muncul pengaruhnya bagi perekonomian dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh ... (2009) dikatakan bahwa dalam jangka pendek tingkat kesuburan akan meningkatkan pendapatan perkapita suatu negara seiring menurunnya angka ketergantungan penduduk usia muda dan kenaikan proporsi penduduk usia bekerja. Namun, dalam jangka panjang hubungan antara pendapatan per kapita dengan tingkat kesuburan lebih kompleks. Di negara dengan tingkat kesuburan tinggi penurunan kesuburan jelas akan menurunkan pendapatan perkapita. Namun, bagi negara dengan tingkat kesuburan yang sudah rendah atau negara dengan tingkat angka kelahiran rendah seperti Korea Selatan, Jepang, dan China, penurunan secara terus menerus angka kelahiran akan menurunkan pendapatan perkapita dalam jangka panjang. Hal tersebut disebabkan penurunan tingkat kelahiran mengarah pada berkurangnya penduduk usia produktif sehingga produktivitas negara tersebut perlahan menurun 

Penyusutan tingkat kelahiran yang berdampak pada berkurangnya penduduk usia muda dibersamai peningkatan usia harapan hidup di berbagai negara dapat menimbulkan terjadinya fenomena  penuaan populasi atau population aging. Salah satu negara yang mengalami fenomena tersebut ialah Jepang. Sebesar 28.39 persen penduduk Jepang pada tahun 2020 ialah penduduk usia 65 tahun ke atas. Bahkan, The Japan Times memproyeksikan pada 2045 rasio penduduk usia tua Jepang melebihi sepertiga total penduduk Jepang itu sendiri. Peningkatan proporsi penduduk usia tua di negara tersebut selain diakibatkan peningkatan usia harapan hidup imbas meningkatnya kualitas kesehatan, juga diakibatkan penurunan tingkat kelahiran. Selama beberapa dekade ke belakang Jepang memang tengah mengalami kemerosotan tingkat kesuburan yang diukur dengan penurunan tingkat kelahiran per perempuan. Berdasarkan data tahun 2019 tingkat kelahiran di negara Jepang ialah 1.4 kelahiran per perempuan. Dalam jangka panjang penurunan tingkat kelahiran akan berakibat pada kekurangan penduduk usia produktif dan tenaga kerja.

Grafik 4. Estimasi penurunan populasi Jepang/Dok Japan National Institute
Grafik 4. Estimasi penurunan populasi Jepang/Dok Japan National Institute

Ancaman kekurangan tenaga kerja tentunya akan berdampak buruk pada perekonomian Jepang kedepannya sebab akan menekan pertumbuhan dan produktivitas negara Jepang. Menurut Baker dkk (2005) pertumbuhan ekonomi di negara berpendapatan tinggi cenderung akan melambat pada tahun-tahun yang akan datang akibat perlambatan pertumbuhan penduduk di negara tersebut. 

Selain ancaman kekurangan tenaga kerja, Jepang juga dihadapkan dengan perubahan harga relatif akibat pergeseran pola konsumsi masyarakat, perubahan pola tabungan, dan perubahan pengeluaran dan penerimaan negara (Anderson, 2014). Ditemukan perubahan pola konsumsi penduduk usia tua dari penduduk usia muda, lebih sedikit pengeluaran pada perumahan, transportasi, komunikasi, dan pendidikan. Namun, ditemukan lebih banyak pengeluaran pada kesehatan. Lalu, pergeseran kepemilikan aset menjadi safe assets akan berdampak imbal hasil obligasi pemerintah. Selain itu, penyusutan jumlah penduduk usia produktif akan menurunkan penerimaan pajak pemerintah Jepang mengingat pembayaran pajak didominasi oleh penduduk usia produktif. Namun, di satu sisi permintaan akan jaminan sosial dan kesehatan semakin meningkat seiring meningkatnya proporsi penduduk usia tua Jepang. 

screenshot-1180-6182670a06310e02e3332bb2.png
screenshot-1180-6182670a06310e02e3332bb2.png
screenshot-1179-6182671d06310e02f15323f2.png
screenshot-1179-6182671d06310e02f15323f2.png
Selain Jepang, negara yang mengalami kondisi serupa ialah China. Kebijakan pembatasan yang diterapkan china pada tahun 1970-an berhasil dalam menurunkan tingkat kelahiran di negara tersebut. Namun, secara tidak langsung penerapan kebijakan "satu anak" juga mengakibatkan perubahan nilai, norma, dan preferensi masyarakat China atas kepemilikan anak. Alhasil, walaupun pemerintah sudah melonggarkan kebijakan "satu anak" menjadi kebijakan "dua anak", bahkan menjadi kebijakan "tiga anak", tren terus menunjukan penurunan tingkat kelahiran di China. McDonald (2008) mengatakan bahwa saat tingkat kesuburan sudah di bawah 1.5 akan lebih susah bagi negara tersebut untuk meningkatkan kembali tingkat kesuburan sebab sudah terjadi perubahan nilai, norma, dan preferensi suatu masyarakat atas kepemilikan anak. 

BBC
BBC

References

A Breakdown of the Cost of Raising a Child. (2021, February 2). The Plutus Foundation. https://plutusfoundation.org/2021/a-breakdown-of-the-cost-of-raising-a-child/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun