Mohon tunggu...
Eti Maryati
Eti Maryati Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

www.kawankampung.wordpress.com www.kawanbumi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

13 Oktober: Hari Pengurangan Bencana Alam Dunia

13 Oktober 2015   23:18 Diperbarui: 13 Oktober 2015   23:45 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan. Ia menghantui kita setiap saat. Ia bisa datang kapan saja dan di mana saja, juga menimpa siapa saja. Bisa datang secara lambat seperti kekeringan, ataupun cepat seperti banjir bandang atau tornado. Bisa berskala kecil, namun bisa juga berskala besar hingga meluluhlantakkan seperti tsunami Aceh. Namun satu hal yang pasti, kita bisa meminimalisasi resiko dan dampak yang ditimbulkannya, dengan berbagai upaya. 

Melalui Resolusi 44/236 (22 Desember 1989), Badan Umum PBB menetapkan Rabu kedua bulan Oktober setiap tahunnya sebagai Hari Pengurangan Bencana Alam Dunia (International Day for Natural Disaster Reduction), yang di kemudian hari ditetapkan tanggalnya, yaitu tanggal 13 October setiap tahunnya. Tujuan peringatan tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap tindakan-tindakan yang dapat dilakukan guna mengurangi resiko bencana. Ya, masyarakat di negara-negara rawan bencana seperti Indonesia memang sudah sepatutnya memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengantisipasi resiko dan dampak bencana alam, yang sampai saat ini (setidaknya dalam pengamatan saya) belum cukup.

Tema peringatan Hari Pengurangan Bencana Alam Dunia tahun ini adalah Knowledge For Life (Pengetahuan Untuk Hidup). Pengetahuan lokal-tradisional (atau disebut juga kearifan lokal) dapat melengkapi ilmu pengetahuan modern dan meningkatkan ketahanan individu dan sosial terhadap bencana alam. Sebagai contoh, pengetahuan akan peringatan dini di alam dapat berperan penting dalam memastikan dilakukannya tindakan dini untuk mengurangi dampak bencana yang datang baik secara cepat maupun lambat. Digabungkan dengan pengetahuan ilmiah seperti laporan meteorologi, pengetahuan lokal sangat penting untuk membentuk kesiapsiagaan masyarakat dan dapat diwariskan dari generasi ke generasi.

Masyarakat dan Ketahanan Terhadap Bencana

Melalui peringatan Hari Pengurangan Bencana Alam Dunia, komunitas internasional diingatkan bahwa resiko bencana yang paling besar ada di tingkat lokal dengan potensi kehilangan jiwa dan pergolakan sosial-ekonomi. Bencana yang datang tiba-tiba mengusir jutaan orang tiap tahunnya. Pada 2014, 19,3 juta orang terusir dari tempat tinggalnya akibat bencana. Bencana, banyak diantaranya diperparah oleh perubahan iklim, menimbulkan dampak negatif terhadap investasi pembangunan berkelanjutan dan hasil-hasil yang diharapkan darinya.

Di tingkat lokal pulalah kapasitas sangat perlu ditingkatkan. Kerangka Kerja Sendai misalnya, merupakan kerangka kerja pengurangan bencana yang pendekatannya berfokus pada masyarakat dan berorientasi aksi serta diterapkan untuk resiko bencana kecil maupun besar yang disebabkan ulah manusia maupun alam. Dan selama empat tahun terakhir, kampanye pengurangan bencana berfokus pada tantangan untuk mengikutsertakan masyarakat dalam manajemen resiko bencna, terutama bagi anak-anak, wanita dan remaja putri, penyandang cacat dan lansia.

Pengetahuan dan strategi baru dalam menghadapi bencana muncul seiring upaya masyarakat di daerah rawan bencana melakukan cara-cara baru untuk beradaptasi. Dalam banyak aspek, masyarakat tradisional melambangkan pentingnya kearifan lokal dan komitmen masyarakat dalam mengurangi resiko bencana. 370 juta orang di 90 negara di dunia mengidentifikasikan dirinya sebagai masyarakat tradisional. Wilayah mereka mencakup lebih dari 24% wilayah di permukaan bumi dan mereka mengelola 80%  keanekaragaman hayati dunia.

Banyak tradisi, praktek dan kebiasaan yang penting bagi perlindungan lingkungan dan pengelolaan resiko bencana terancam punah. Baik di desa maupun di kota, masyarakat tradisional memiliki kapasitas dan pengetahuan yang unik dalam pengurangan resiko dan pemulihan pasca-bencana dan dengan demikian memiliki kebutuhan yang unik pula.

Bagaimana dengan di Indonesia? Indonesia dengan beragam budayanya tentu memiliki banyak kearifan lokal yang erat kaitannya dengan lingkungan dan pencegahan bencana alam. Lihat saja upacara Ruat Bumi yang banyak dilakukan di daerah-daerah di Pulau Jawa, sarat dengan ajaran untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam.

Kearifan lokal, terutama di Indonesia seyogyanya menjadi unsur yang berperan dalam edukasi masyarakat mengenai kebencanaan, karena sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan di mana kepercayaan tradisional masih berakar kuat. Hal itu tentu menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkannya.

(Sumber gambar: un.org, livescience.com, tempo.co)

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun