Mohon tunggu...
Hilmi Inaya
Hilmi Inaya Mohon Tunggu... Penulis - connect with me: hilmiinaya4@gmail.com

Write what do you want, what do you think, what do you feel, and enjoy it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Etos Kapitalistik Kaum Quraisy Mekah hingga Diturunkannya Wahyu Ilahi

30 September 2020   10:24 Diperbarui: 30 September 2020   10:34 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ganaislamika.com/

Al-Quran tidak mengajarkan sesuatu yang baru kepada kaum Quraish. Bahkan, kitab itu dengan teguh mengklaim sebagai "pengingat" akan hal-hal yang telah diketahui, yang diungkapkannya dengan lebih jelas. Kadang-kadang Al-Quran membuka suatu topik dengan anak kalimat: "Apakah kalian tidak melihat ...?" atau "Apakah kalian tidak berpikir ...?" 

Firman Tuhan tidak sekadar mengeluarkan perintah-perintah yang arbitrer dari atas, tetapi mengajak orang-orang Quraisy untuk berdialog. Al-Quran, misalnya, memperingatkan mereka bahwa Ka'bah, rumah Allah, sangat berpengaruh terhadap keberhasilan mereka yang pada hakikatnya merupakan karunia Tuhan.

Kaum Quraish senang menyelenggarakan thawaf mengelilingi tempat suci itu, tetapi ketika mereka meletakkan diri dan keberhasilan material mereka sendiri di pusat kehidupan, mereka lupa akan makna ritus-ritus kuno ini. Mereka harus melihat "tanda-tanda" (ayat) rahmat dan kekuasaan Tuhan di alam semesta. 

Jika mereka gagal mewujudkan kembali rahmat Tuhan dalam masyarakat mereka sendiri, mereka takkan dapat menangkap hakikat dari segala sesuatu. Oleh karena itu, para pengikut Muhammad diperintahkan untuk menunaikan ibadah shalat. Gerakan-gerakan eksternal ini akan membantu seorang Muslim menanamkan sikap batin dan menetapkan kembali arah kehidupan mereka.

Dalam tahun-tahun pertama misi kenabiannya, Nabi Muhammad berhasil menarik banyak pengikut dari generasi yang lebih muda, yang telah dikecewakan oleh etos kapitalistik Makkah, serta dari kelompok-kelompok pinggiran dan tak beruntung, yang mencakup kaum wanita, para budak, dan anggota suku-suku yang lebih lemah. Pada suatu waktu, demikian sumber-sumber awal menyampaikan kepada kita, kelihatan seakan-akan seluruh Makkah bersedia menerima agama Allah yang baru diperkenalkan oleh Nabi Muhammad. 

Orang-orang kaya yang sudah mapan, yang lebih dari sekadar senang dengan keadaan status quo, sudah tentu bersikap tak peduli, namun tak ada perselisihan resmi dengan kaum Quraisy hingga ketika Nabi Muhammad melarang kaum Muslim untuk menyembah dewa-dewa pagan. Selama tiga tahun pertama tampaknya Nabi Muhammad tidak menekankan kandungan monoteistik dari risalahnya, dan orang-orang mungkin membayangkan bahwa mereka dapat terus menyembah dewa Arab tradisional selain Allah, sebagaimana yang biasa mereka lakukan. 

Sumber:

Karen Amstrong, Sejarah Tuhan (Bandung: Mizan Pustaka, 2017)

Ahmad Hanif Fahruddin, Learning Society Arab Pra Islam, Kuttab, V 1, Maret 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun