Mohon tunggu...
Hilmi Inaya
Hilmi Inaya Mohon Tunggu... Penulis - connect with me: hilmiinaya4@gmail.com

Write what do you want, what do you think, what do you feel, and enjoy it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Etos Kapitalistik Kaum Quraisy Mekah hingga Diturunkannya Wahyu Ilahi

30 September 2020   10:24 Diperbarui: 30 September 2020   10:34 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ganaislamika.com/

Orang Yahudi dan Kristen, mitra dagang yang sering berhubungan dengan orang-orang Arab, acap mencela mereka sebagai orang bar bar yang tidak memperoleh wahyu dari Tuhan. Orang Arab merasakan campuran rasa benci dan hormat kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan yang tak mereka punyai ini. Yudaisme dan Kristen tidak mendapat banyak kemajuan di kawasan itu, meskipun orang Arab mengakui bahwa bentuk agama yang progresif ini sebenarnya lebih unggul daripada paganisme tradisional mereka.

Sebagian sarjana Barat telah menyatakan bahwa sekte Hanifiyyah yang kecil ini adalah sebuah fiksi agama yang menyimbolkan kegelisahan spiritual zaman jahiliah, tetapi pasti memiliki dasar pijakan yang faktual: tiga di antara keempat hanif itu cukup dikenal oleh generasi pertama Muslim: Ubaidillah ibn Jahsy, keponakan Muhammad; Waraqah bin Naufal, yang akhirnya beragama Kristen; dan Zaid ibn Amr, paman Umar bin Khattab, salah seorang sahabat dekat Muhammad dan khalifah kedua dalam pemerintahan Islam. 

Terdapat sebuah kisah bahwa pada suatu hari, sebelum meninggalkan Makkah menuju Suriah dan Irak untuk mencari agama Ibrahim, Zaid berdiri di sisi Ka'bah, bersandar ke bangunan suci itu dan berkata kepada orang Quraisy yang sedang melakukan ritus mengelilinginya dalam cara yang sudah dilakukan sejak lama: 

"Wahai Quraisy, demi yang jiwa Zaid berada di tangannya, tak ada seorang pun dari kalian yang mengikuti agama Ibrahim kecuali aku." Kemudian dengan sedih dia menambahkan, "Ya Tuhan, andaikan aku tahu bagaimana engkau ingin disembah,niscaya aku akan menyembahmu dengan cara itu; namun aku tidak tahu.

Kerinduan Zaid terhadap wahyu ilahi akhirnya terpenuhi di melalui Muhammad di Gua Hira pada tahun 610 di malam ketujuh belas bulan Ramadhan, tatkala Muhammad dibangunkan dari tidur dan merasakan dirinya didekap oleh kehadiran ilahiah yang dahsyat. Belakangan dia menceritakan pengalaman luar biasa ini dalam istilah-istilah khas Arab. Dia berkata bahwa satu malaikat menampakkan diri kepadanya dan memberinya sebuah perintah singkat: "Bacalah!" (iqra'!). 

Seperti halnya nabi-nabi Ibrani yang sering merasa berat mengucapkan Firman Tuhan, Nabi Muhammad menolak dan memprotes, "Aku bukan seorang pembaca!" juga bukanlah seorang kahin, seorang peramal ekstatik Arab yang mengaku fasih membaca nubuat-nubuat yang diilhamkan. 


Akan tetapi, Nabi Muhammad berkata bahwa malaikat itu kemudian mendekapnya semakin kuat, sehingga dia merasa seolah-olah napasnya akan meninggalkan tubuhnya. Persis pada saat Nabi Muhammad merasa seakan tak mampu lagi bertahan, malaikat itu melepaskannya dan kembali memerintahkan, "Bacalah!" (iqra'!). 

Muhammad lagi-lagi menolak dan malaikat itu pun mendekapnya lagi hingga dia merasa telah mencapai batas daya tahannya. Akhirnya, di akhir dekapan dahsyat yang ketiga, Nabi Muhammad merasakan kata-kata pertama dari sebuah kitab suci baru mengalir keluar dari mulutnya:

"Bacalah dengan nama Tuhanmu, yang telah menciptakan---menciptakan manusia dari segumpal darah! Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar [manusia] dengan perantaraan kalam---Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."

Firman Allah telah diucapkan untuk pertama kalinya dalam bahasa Arab, dan kitab suci ini akhirnya akan disebut qur'an "Bacaan." Nabi Muhammad merasa dirinya berada dalam ketakutan dan perubahan, bergidik memikirkan bahwa dia mungkin telah menjadi sekadar seorang kahin tak terhormat yang dimintakan pendapatnya oleh orang-orang ketika mereka kehilangan unta. 

Seorang kahin diduga dikuasai oleh jin, sejenis makhluk halus yang dipercayai menghuni daratan Arab, yang bisa berubah-ubah wujud dan menyesatkan manusia. Para penyair juga percaya bahwa diri mereka dikuasai oleh jin-jin pribadi mereka. Hasan ibn Tsabit, seorang penyair Yatsrib yang kemudian masuk Islam, berkata bahwa ketika dia pertama kali mendapat dorongan untuk menjadi penyair, jinnya menampakkan diri kepadanya, mengempaskannya ke tanah, dan mendorong katakata ilham keluar dari mulutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun