Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Maafkan Aku Anakku, Maafkan Aku Istriku

8 Desember 2020   00:06 Diperbarui: 8 Desember 2020   00:36 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar by.  Dwijono Trisda

Suara guntur menggelegar, disertai tiupan angin kencang menghempaskan pepohonan, para bocah yang sedari tadi berdiri di depan surau seusai menunaikan sholat ashar histeris berlarian ke dalam surau dengan penuh ketakutan. Mereka kemudian kompak melantunkan ayat suci alquran, untuk menepiskan rasa ketakutan yang merayapi pikiran mereka, sekaligus meminta perlindungan dari Yang Maha Kuasa agar terhindar dari musibah.

Di seberang jalan Bu Kalsum terlongong-longong bengong, putra semata wayangnya, belum juga kembali pulang ke rumah, setelah mengikuti kegiatan mendaki gunung bersama teman-temannya di kampus.

Sejenak Bu Kalsum tepekur "semoga tidak terjadi apa-apa denganmu, Nak!" batinnya seraya menarik napas panjang. Dari kelopak matanya keluar dan menitik beberapa bulir-jernihan air yang turun ke pipinya.

Suara guntur yang cukup keras, disertai angin kencang dan kilatan petir, membuat warga enggan keluar dari rumah, begitupun para bocah yang berada di dalam surau. Bu Kalsum memilih tidak beranjak dari beranda rumah, ia tetap menanti anaknya.

Kini, hujan jatuh dengan deras memukuli tanah, menghantam atap rumah dan sesekali suara guntur menyela derasnya hujan. Dan, Suara pengajian pun terdengar nyaring saling bersahutan dari menara masjid maupun surau, pertanda menjelang waktu magrib.

Bu Kalsum semakin gelisah, lantaran ponsel anaknya tidak aktif, berbagai upaya yang dilakukannya namun tidak membuahkan hasil. Rasa takut mulai menjalari dirinya, setelah ia membayangkan hal-hal buruk menimpah anaknya.

Berawal dari kegiatan di kampus, kemudian mereka menyepakati untuk mendaki gunung pada malam minggu, sehingga Farhan hanya mengabari kepada ibunya, bahwa pada sore hari dia kembali ke rumah. Namun, hingga menjelang malam, Farhan tak kunjung pulang, membuat ibunya merasa khawatir.

Sebetulnya, Bu Kalsum merasa keberatan jika Farhan mengikuti teman-temannya, mendaki gunung. Karena, minggu lalu dia baru sembuh dari sakitnya. Namun Farhan meyakinkan ibunya, sehingga ia pun mendapat izin untuk pergi ke puncak gunung bersama teman-temannya "Jangan khawatir Bu! Kami hanya ingin menyaksikan pemandangan malam hari yang indah dari puncak gunung," ujarnya dibalik telepon saat hendak mencapai puncak gunung.

Farhan merupakan anak satu-satunya Bu Kalsum, suaminya bernama Hidayat menghilang entah kemana, dikala anaknya itu baru berumur lima bulan. Ketika itu, sang suami berpamitan hendak mencari pekerjaan di kota. Namun, hingga Farhan beranjak dewasa, suaminya tak kunjung pulang dan menurut informasi yang diperoleh dari kerabatnya, suami Bu Kalsum telah menikah dengan salah seorang janda dan menetap di kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun