Walaupun memiliki keahlian pada bidang elektronik, tak lantas membuat dia tetap menekuni bidang tersebut. Menurutnya, teman-teman seumurannya sudah mahir sebagai pekerja bangunan, sehingga dia termotivasi ingin seperti mereka. Maka, pada 2010 silam, ketika saya bersama istri memutuskan membangun rumah kami di Kelurahan Marikurubu Kecamatan Ternate Tengah.
Dan, ketika itu dia membantu bekerja hingga tuntas, bekerja di rumah kami, saya mulai melihat ada perubahan signifikan pada dirinya, perlahan-lahan dia mulai memahami berbagai macam trik sebagai pekerja bangunan. Karena merasa berhutang budi atas jerih payah selama pembangunan rumah kami, dan bantuannya selama saya berada di bangku kuliah.
Sehingga, saya memberi upah kerja dan satu unit laptop untuknya dan meminta dia tetap tinggal bersama saya dan mencari pekerjaan di Ternate, hingga dia menemukan jodohnya. Setelah menikah pada 2015 silam, selain membantu ibu-bapak kami pada musim panen buah pala dan Cengkih di Desa Akeara Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat. Dia kemudian kembali bersama di Ternate bersama saya di Ternate mencari pekerjaan.
Dan, Â selama di Ternate lah dia mulai mendapat banyak pekerjaan: mulai dari membuat bak penampung air, pondasi rumah, Plesteran dinding rumah, dan pekerjaan acian. Bahkan rumah saya, mulai dari bak penampung, dapur, kamar mandi hingga plesteran dinding semuanya dia kerjakan bersama beberapa saudara sepupu saya.
Selama bekerja di Ternate, hingga dia menabung dan membeli sebuah kebun di Desa Akaera Kecamatan Jailolo Selatan serta dua kintal rumah di dekat rumah orang tua kami di Kelurahan Bobo Kecamatan Tidore Utara Kota Tidore Kepulauan.
Harapan Orang Tua
Kami enam bersaudara, semuanya laki-laki hanya dia sendiri yang memutuskan tidak melanjutkan sekolah. Saya sendiri sudah menjadi PNS, dan adik kedua saya Sarjana Perikanan, lalu adik yang keempat menjadi pemain Sepakbola yang saat ini dikontak Persib Bandung, adik kelima saya sementara melanjutkan studi pada salah satu Perguruan Tinggi di Ternate dan adik yang keenam masih berada di bangku SMP.
Sementara dia (Almarhum Gunawan) satu-satunya adik saya yg bernasib berbeda dengan kami. Walaupun gagal dalam dunia pendidikan, namun motivasinya sangat tinggi untuk anak semata wayangnya sukses di kemudian hari. Hal ini terlihat dari semangatnya dalam bekerja, dan memiliki rencana besar dalam menyekolakan anaknya.
"Biarlah saya gagal dalam pendidikan, tapi suatu saat nanti anak saya harus sukses. Dan, langkah pertama yang harus saya ambil yakni membangun rumah dan membeli kebun, agar hasil kebun kelak menopang biaya pendidikan anak saya," katanya pada suatu kesempatan.
Karena hanya dia sendiri yang gagal dalam pendidikan di keluarga kami, sehingga dia sangat familiar dengan pekerjaan berat. Maka dia menjadi satu-satunya anak yang sangat diandalkan ibu-bapak kami, baik di perkebunan maupun pekerjaan pembangunan rumah.
Seperti di rumah saya, di rumah orang tua kami pun sama, dia-lah menjadi tenaga penting dalam membantu bapak kami merenovasi rumah. Sehingga, begitu ibu kami mendapatkan informasi tentang kematiannya, ibarat sebuah beton berukuran besar jatuh dan menimpah ibu kami, karena satu-satunya anak yang diandalkan dalam membantunya dalam berbagai pekerjaan: baik di rumah, kebun dan lainnya merupakan almarhum adik saya.