Mohon tunggu...
Hilda Alia Yunanda
Hilda Alia Yunanda Mohon Tunggu... Mahasiswi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Siliwangi

sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pertemuan Menlu Sugiono dan Duta Besar Malaysia. Apakah Negosiasi Perbatasan dapat Diselesaikan?

17 Mei 2025   01:06 Diperbarui: 17 Mei 2025   01:06 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Batasan laut dan daratan yang memisahkan Indonesia dengan Malaysia telah menjadi topik penting dalam interaksi antara kedua negara. Riwayat yang panjang dan kerumitan geografis di area ini telah memunculkan ketegangan yang berkepanjangan seputar penyelesaian batasan darat dan laut. Garis perbatasan antara negara merupakan pemisah yang menciptakan wilayah kekuasaan masing-masing negara tersebut. Namun hal yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia sudah menjadi konflik yang berkepanjangan karena terdapat perselisihan atas penentuan batas yang sah, akan tetapi hal tersebut dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase internasional atau bahkan negosiasi langsung seperti yang telah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Sugiono dan Duta Besar Malaysia Dato' Syed Mohamad Hasrin Tengku Hussin dalam kunjungannya ke Kementerian Luar Negeri RI pada 12 Maret 2025. Pada pertemuan tersebut, Menlu Sugiono memberikan apresiasi terkait perkembangan negosiasi batas laut dan darat yang sedang dilakukan Indonesia dengan Malaysia, mereka juga saling berkomitmen untuk terus melanjutkan proses negosiasi pada garis-garis perbatasan, baik itu laut maupun darat yang masih belum terselesaikan.

Permasalahan awal antara Indonesia dengan Malaysia di Ambalat mencakup sengketa wilayah perbatasan darat dan laut, termasuk Pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia mengklaim wilayahnya secara sepihak pada tahun 1979, yang tidak diakui oleh internasional. Kekalahan Indonesia dalam sengketa Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002 memicu rasa kecewa. Perselisihan terbaru terjadi mengenai Blok Ambalat, mengindikasikan kesulitan dalam menyelesaikan konflik perbatasan dan konsekuensi ekonomi-strategis bagi kedua negara. Dalam kasus Pulau Sipadan dan Ligitan, penyelesaian kasus dilakukan secara hukum internasional hingga mendapatkan kesepakatan bilateral dan menghasilkan titk kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Kasus Sipadan dan Ligitan menjadi konflik teritorial yang rumit di Asia Tenggara yang ditunjukan dengan belum adanya kesimpulan dari penyelesaian kasus tersebut selama lebih dari 30 tahun lamanya. Namun pada akhinya Mahkamah Internasiosnal memutuskan kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan jatuh ke Malaysia berdasarkan bukti-bukti Sejarah. Keputusan ini final dan mengikat, sehingga tidak terdapat kemungkinan untuk dapat mempermasalahkan konflik ini kembali. Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa konflik perbatasan dapat diselesaikan walaupun tidak dalam waktu yang sebentar. Mengingat Malaysia merupakan mitra penting dan tetangga terdekat Indonesia yang telah menjalin hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia selama 68 tahun.

Kasus sengketa antara Indonesia dengan Malaysia yang masih dalam tahap negosiasi penyelesaian permasalahan adalah Blok Ambalat, Kalimantan Timur, di mana Indonesia dan Malaysia mengklaim kepemilikan Blok Ambalat, walaupun telah dilakukan upaya untuk mencari solusi damai. Perundingan dan pendekatan kekeluargaan pun telah dilakukan, namun perbedaan interpretasi mengenai batas maritim masih menjadi tantangan utama. Agar dapat menemukan hasil yang seimbang, kedua negara harus berinovasi dengan pemikiran mereka, sehingga diperlukan tim negosiasi yang memiliki kemampuan yang sesuai. Perlu dicermati bahwa "adil" tidak selalu berarti jarak yang sama, karena terdapat sejumlah faktor yang harus diperhatikan dalam pembagian garis laut antara negara kepulauan dan negara pantai biasa. Jadi, tidak menutup kemungkinan kasus sengketa Blok Ambalat tidak dapat terselesaikan mengingat ada beberapa permasalahan teritorial yang sudah selesai. Hal ini terbukti pada pertemuan yang dilakukan Menteri Luar Negeri Sugiono dan Duta Besar Malaysia Dato' Syed Mohamad Hasrin Tengku Hussin ke Kementrian Luar Negeri RI pada 12 Maret 2025 yang menunjukan bahwa negosiasi batas laut telah terdapat perkembangan yang signifikan dan kemudian akan dilakukan hingga permasalahan perbatasan dapat terselesaikan.

Ambalat menciptakan tantangan besar terhadap ketahanan nasional Indonesia dan membutuhkan tanggapan yang inklusif dan berkelanjutan dari pemerintah dan lembaga terkait. Konflik ini tidak hanya mempengaruhi topik kedaulatan lokal, tetapi juga memiliki dampak signifikan pada stabilitas lokal, keamanan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Secara khusus, ambalat adalah bagian integral dari strategi pertahanan Indonesia dan memberikan tantangan keamanan di wilayahnya. Keamanan dan pemeliharaan di bidang ini memiliki prioritas utama dalam menangani ancaman eksternal sehubungan dengan konflik teritorial, kejahatan kriminal dan pelanggaran laut. Tantangan Indonesia dalam menangani kasus ambalat juga merupakan aspek kompleks dari diplomasi. Negosiasi dengan Malaysia untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan membutuhkan upaya intensif dan kerja sama yang erat antar kedua negara. Selain itu, Indonesia juga harus memastikan bahwa semua langkah yang diambil dalam penyelesaian perselisihan ini tidak mengorbankan kepentingan nasional.

Salah satu bukti dari keberhasilan permasalahan perbatasan laut yaitu pada tahun 2022 lalu, Indonesia dan Malaysia kembali memulai negosiasi untuk menyelesaikan sengketa batas laut di Selat Malaka dan Laut Sulawesi. Dua wilayah tersebut menjadi objek negosiasi antar kedua negara, sebagaimana dilihat dari potensi dan kepentingan yang dihasilkan dan juga sumber daya alam yang terdapat di dalam wilayah tersebut sangat melimpah kedua negara tersebut. Proses negosiasi dilakukan selama berbulan-bulan dan pada akhirnya menghasilkan kesepakatan pada bulan Juni 2023. Perjanjian mengenai batas laut antara Indonesia dengan Malaysia, yang ditandatangani pada 8 Juni 2023, menandai berakhirnya perselisihan maritim yang sudah berlangsung selama 18 tahun. Kesepakatan mengenai perbatasan laut menjadi yang utama dalam interaksi bilateral antara berbagai negara, terutama di wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki rute perdagangan jalur laut.

Namun, masih terdapat permasalahan mengenai batas perairan antara Indonesia dengan Malaysia yang belum diselesaikan sampai kini, berkaitan dengan eksplorasi, eksploitasi, serta pengelolaan sumber daya hayati maupun non-hayati, dan yurisdiksi negara. Maka, sangat penting untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara agar dapat mempertahankan keberlanjutan dan memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia. Kesepakatan mengenai batas laut antara Indonesia dan Malaysia memiliki dampak, termasuk potensi peningkatan stabilitas keamanan, hubungan bilateral, serta menjadikan peluang untuk kerja sama ekonomi, mengingat saat ini terdapat beberapa proyek investasi Malaysia di Indonesia, seperti kolaborasi antara Pertamina dan Petronas, serta kemitraan terkait kelapa sawit. Di samping itu, Malaysia menempati posisi sebagai investor terbesar keempat dari kawasan Asia Tenggara dengan jumlah investasi mencapai USD4,1 miliar pada tahun 2024. Selain itu, kesepakatan ini dapat meningkatkan pengelolaan dan menjadi pelindung lingkungan laut.

Penyelesaian negosiasi perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia menunjukan negara tersebut mempunyai hubungan bilateral yang merupakan kegiatan yang tentunya saling menguntungkan dan dilakukan oleh dua negara. Landasan utama perjanjian perbatasan Maritim Indonesia-Malaysia yaitu Hukum Maritim Internasional dengan merujuk pada prinsip UNCLOS 1982. Prinsip tersebut merupakan pedoman untuk menetapkan pembatasan laut hukum antara kedua negara, serta mengatur mengenai perbedaan antara batas pantai dan pulau-pulau. Batas maritim wilayah negara adalah 12 mil, dengan zona tambahan sejauh 24 mil, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil dari garis pangkal. Negosiasi dan proses diplomatik yang terlibat dalam perbatasan maritim antara Indonesia dengan Malaysia menunjukan sebuah upaya untuk menyelesaikan konflik regional yang damai. Kerja sama yang dilakukan Indonesia-Malaysia adalah bentuk kerja sama internasional yang merupakan kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh suatu negara yang menyangkut aspek bilateral, regional, serta internasional untuk mencapai tujuan bersama.

Sesuai dengan hukum internasional, setiap konflik internasional harus diselesaikan dengan cara damai. Penyelesaian permasalahan melalui metode damai ini dapat dilakukan melalui proses hukum dan penyelesaian alternatif di luar pengadilan. Proses melalui jalur hukum dapat melibatkan penggunaan arbitrase internasional dan pengadilan internasional, seperti Mahkamah Internasional. Sementara itu, penyelesaian non-yudisial dapat dilakukan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, penemuan fakta, serta resolusi yang sesuai dengan piagam PBB.

Permasalahan batas laut antara Indonesia dengan Malaysia terjadi dikarenakan adanya wilayah laut Indonesia dengan Malaysia yang lebarnya kurang atau tidak mencukupi untuk ditarik dari garis tengah yang menyebabkan tumpang tindih di laut teritorial tersebut. Sebenarnya permasalahan batas laut tersebut dapat diselesaikan dengan cara membuat perjanjian perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia.  Perbatasan laut sendiri dikategorikan sebagai permasalahan potensial yang berpotensi konflik bersenjata antara negara yang bersengketa di laut. Terkait pengaturan batas wilayah negara sebenarnya sudah tertera dalam pasal 25 (a) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang didalamnya tercantum bahwa "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang". Yang dimaksud yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan begitu Indonesia mempunyai hak menggunakan garis pangkal lurus kepulauan (archipelagic straight baseline), sedangkan Malaysia merupakan negara pantai, sehingga hanya boleh memakai garis pangkal biasa (straight baseline). Adapun perbedaan dari Indonesia sebagai negara kepulauan dengan Malaysia sebagai negara pantai adalah penetapan titik dasar untuk penarikan batas peraiaran teritorial, zona ekonomi ekslusif, dan landas kontinen. Malaysia yang merupakan salah satu negara terdekat Indonesia atau biasa yang disebut negara tetangga seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan batas laut dengan menemukan solusi yang cepat dan terbaik. PBB pun telah mengatur tentang penyelesaian sengketa perbatasan laut dengan cara damai, seperti negosiasi, penelitian, mediasi, arbitrasi, penyelesaian hukum melalui lembaga atau sistem daerah, atau dengan metode damai yang dapat mereka tentukan sendiri.

Indonesia telah banyak mempunyai konflik perbatasan dengan berbagai negara, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang tidak hanya terdapat banyak pulau, tetapi juga wilayah perairan. Penyebab terjadinya konflik perbatasan laut antara Indonesia dengan Malaysia sendiri dikarenakan adanya perbedaan penafsiran dan penerapan UNCLOS 1982 dari masing-masing negara, juga karena adanya klaim historis atau non-yuridis lainnya. Perbedaan penafsiran dan penerapan UNCLOS 1982 tersebut dapat diselesaikan dengan cara perundingan ataupun diplomasi agar terjadi persamaan persepsi sebelum terjadinya sengketa dan konflik antar negara. Setiap negara seharusnya berpedoman pada UNCLOS 1982 dalam menentukan laut teritorial dan ZEE dari tiap-tiap negara. Dan apabila terdapat negara yang belum berpedoman pada UNCLOS 1982 untuk pengukuran lebar laut teritorial dan ZEE, seharusnya tidak mengkalim sepihak atau menggunakan peta dan konvensi yang sudah tidak berlaku lagi. Hal tersebut dilakukan agar penyelesaian sengketa atau konflik prebatasan laut antara Indonesia dengan Malaysia bisa diselesaikan dengan damai karena Indonesia selalu membina hubungan baik dengan negara lain terutama dengan Malaysia yang merupakan negara tetangga. Dengan demikian, hubungan baik harus dibina demi masa depan yang cerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun