Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Catatan Mudik ke Tanah Para Syuhada dan Medan Jihad Para Ulama

26 Juni 2018   22:39 Diperbarui: 26 Juni 2018   23:13 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antara adzan Maghrib dan Isya, beliau selalu berdiam diri di masjid dengan ditemani mushaf al-Qur`an, jika pengajian dengan masyarakat sudah di mulai kembali, maka beliaulah yang memimpin tadarusan bersama masyarakat. Usianya memang sudah lanjut usia, tetapi suaranya masih fasih dalam mengucapkan setiap huruf al-Qur`an.

Di sisa usianya, beliau masih kuat untuk melantunkan adzan jika belum ada petugas yang biasanya melantunkan adzan, meskipun terkadang adzan tersebut harus diwarnai dengan suara batuk karena nafas beliau tidak sekuat seperti dulu lagi.

Beliau pun masih kuat menjadi imam shalat berjama'ah, meskipun terkadang beliau sering menyandarkan tangan kepada dinding yang ada disampingnya sekedar untuk menahan tubuhnya yang mungkin sudah tidak sekuat masa muda dulu atau karena penyakit yang dideritanya.

Memang mudik kali ini terasa berbeda, ada sesuatu yang hampa karena ditinggalkan oleh 'Ulama, seorang 'Ulama yang ikhlas puluhan tahun mengajar santrinya di kampung. Seorang 'Ulama yang istiqomah membina masyarakat meskipun tidak dibayar dengan materi yang melimpah, seorang ulama yang tidak pernah lelah untuk membangunkan masyarakat di pagi hari buta melalui pengeras suara dari masjid. Kini semua suasana tersebut tidak ada lagi, sosok ulama tersebut sudah dipanggil terlebih dahulu oleh Sang Pencipta.

Bagi saya, beliau bukan hanya sosok seorang guru, tetapi beliau adalah seorang Murabbi, Mu'adib, Mu'allim, dan Mujahid. Sejak saya masih kecil bahkan sejak saya masih didalam kandungan hingga dilahirkan ke dunia ini, beliau telah mendo'akan dan membimbing kehidupan saya dan keluarga.

Beliau adalah Ajengan KH. Omo Muchtar. Biasanya saat beliau masih ada, saya selalu menyempatkan berbincang dengan beliau sehabis shalat berjama'ah, tidak jarang saya selalu meminta do'a dan nasihat kepada beliau.

Meskipun usianya sudah sepuh, semangat beliau tidak kalah dengan para pemuda yang usianya sangat jauh berbeda dengan beliau. Itu terlihat ketika suatu waktu, sehabis shalat Ashar berjama'ah, sengaja saya tidak keluar terlebih dahulu dari masjid, tetapi menunggu sampai beliau keluar masjid terlebih dahulu, tetapi beliau tetap duduk di tempat shalatnya.

Tidak lama kemudian saya mengawali perbincangan dan akhirnya beliau bercerita, dan tentu diri saya mendengarkan cerita beliau, sesekali saya bertanya kepada beliau mengenai perjuangannya dalam mencari ilmu ketika masa mudanya.

Saya begitu sangat terkagum-kagum dengan semangat dan perjuangan beliau dalam mencari ilmu. Dalam perbincangan tersebut, ada salah satu pernyataan yang tidak akan saya lupakan tentang semangat beliau dalam mengobarkan Ruhul Jihad dan membangun Ghirah Islamiyyah, secara tidak langsung beliau telah menanamkan nilai-nilai Ruhul Jihad kepada saya.

Beliau mengatakan suatu pernyataan dalam bahasa sunda yang isinya kurang lebih seperti ini "Jang bejana ayeuna teh PKI geus rame ek bangkit deui, lamun  PKI bangket deui, bapak mah kajeun perang." Dalam dalam bahasa Indonesia berbunyi "Jang katanya sekarang itu PKI sudah ramai mau bangkit lagi, kalau PKI mau bangkit lagi, bagi bapak lebih baik perang." katanya.

Sontak saja saya tidak bisa berkata apa-apa, hanya terdiam dan perasaan malu yang menyelimuti diri ini. Apakah kamu terbayang perkataan tersebut keluar dari seorang kiai sepuh yang usianya sudah lanjut usia dan tongkat menyertainya sebagai pengiring jalan. Bagaimana dengan saya yang masih muda? Apakah Ruhul Jihad dan Ghirah Islamiyyah itu masih ada dalam diri saya ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun