Namun penyaluran bansos oleh kemensos memiliki masalah dasar diantaranya adalah data penerima bansos (DTKS-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) tidak sepenuhnya valid. Masalah lain keberadaan mitra penyaluran bansos tidak merata di sejumlah temapt sehingga pembagian tidak merata ke wilayah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T) selain itu alur pendaftaran yang rumit dan cenderung berlarut menyebabkan mereka yang paling bawah tidak memiliki kesempatan yang sama, belum lagi unit pengelolaan pengaduan Kemensos belum optimal. MAsalah tersebut juga dilaporkan oleh Ombudsman saat meneliti penyaluran bansos saat ini.
Meski demikian, masyarakat bawah tetap beruntung memiliki bansos. Bagaimana masyarakat menengah? Ini dia kelompok yang paling menderita dari kenaikan harga akhir tahun ini.
Mereka termasuk kelompok pekerja yang gajinya mengikuti gaji minimum regional. Mungkin pekerja Jakarta beruntung karena mengalami kenaikan 5,1 persen menjadi Rp4,64 juta.
Daerah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat tidak seberuntung DKI Jakarta, mereka harus merencanakan pengeluaran yang lebih hemat lagi padahal mereka sudah sangat berhemat. Sebagaian besarnya akan masuk ke masyarakat yang butuh bansos namun sayang update bansos tidak sebaik diatas kertas, mereka termasuk kelompok yang membutuhkan intervensi negara.
Intervensi negara diharapkan berada di bawah koordinasi Kementerian Perdagangan RI.
Menteri Lutfi bisa menginsiasi operasi pasar sembako murah di pemukiman para pekerja menengah tersebut.
Bulog dan Kementerian Perdagangan RI harus
kolaborasi melakukan intervensi harga bekerja sama dengan para kepala daerah untuk memetakan warga yang paling terdampak dari kenaikan harga tersebut.
Kementerian Perdagangan jangan cepat mengambil kebijakan impor saat harga naik, namun perlu berpihak seperti saat ini dengan intervensi pasar sesegara mungkin.
Bila tidak kenaikan harga tersebut akan disertai jatuhnya kesejahteraan rakyat lebih dalam lagi yang diiringi dengan ketidakstabilan ekonomi, sosial dan budaya.