Mohon tunggu...
Hidayat
Hidayat Mohon Tunggu... Dosen Teknik Industri - Universitas Muhammadiyah Gresik

Tetep Eling Lan Waspodo

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

AI Bukan Pengganti, Melainkan Pengganda: Peta Peluang Kerja Baru

9 Oktober 2025   08:38 Diperbarui: 9 Oktober 2025   08:38 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Created by Google Gemini

Era AI (Artificial Intelligence) sering dipersepsikan sebagai gelombang yang siap menggulung pekerjaan manusia, padahal kenyataannya lebih mirip pasang naik yang menciptakan pelabuhan-pelabuhan baru. Ya, ada tugas-tugas yang terotomasi, tetapi bersamaan dengan itu, muncul peran-peran yang sebelumnya tidak ada, perancang alur data, penjaga mutu model, hingga penerjemah kebutuhan bisnis ke solusi AI. Perubahan ini bukan sekadar teknis, ia menggeser cara organisasi mengambil keputusan, mengukur kinerja, dan melayani pelanggan.

Di pabrik, misalnya, kamera yang dulunya hanya jadi saksi bisu kini dilatih menjadi inspektur kualitas berbasis visi komputer. Bukan berarti inspektur manusia hilang; perannya bertransformasi menjadi pengendali proses, analis akar masalah, dan pengambil keputusan saat terjadi anomali yang butuh intuisi. Kombinasi mesin yang konsisten dan manusia yang kontekstual adalah formula mutu yang lebih kuat daripada salah satunya saja.

AI juga membuka etalase pekerjaan baru dalam perawatan prediktif. Sensor getaran, arus, dan suhu yang diproses model pembelajaran mesin mampu "mendengar" keluhan bearing sebelum rusak. Pekerjaan teknisi pun naik kelas, tidak hanya memperbaiki saat breakdown, tetapi merancang strategi pemeliharaan berbasis data, menyelamatkan jam produksi, energi, dan biaya suku cadang. 

Di ranah keberlanjutan, otomasi Life Cycle Assessment memberi peluang bagi analis eco-efficiency untuk bergerak lebih cepat. Dulu, menyusun inventori data bisa berminggu-minggu; kini pipeline data dan model estimasi mempercepat skenario "apa-jika" untuk material, proses, atau desain produk. Pekerjaannya bukan diambil AI, justru diperluas cakupannya, dari satu studi setahun menjadi portofolio optimasi yang terus-menerus.

Lalu ada gelombang peran tata kelola seperti AI Governance, Risk, dan Compliance. Perusahaan butuh orang yang paham etika data, bias model, dan regulasi, sekaligus mengerti realitas operasional. Ini peluang bagi profesional dengan disiplin proses yang kuat untuk memastikan inovasi melaju tanpa mengorbankan keadilan, privasi, dan keselamatan.

Peran "penghubung" kian vital: solutions architect, product manager AI, hingga trainer korporat. Mereka menjahit bahasa bisnis, teknik, dan pengguna akhir agar proyek AI tidak berhenti di demo yang keren, tetapi menurunkan biaya, menaikkan throughput, atau memperbaiki pengalaman pelanggan. Soft skill seperti komunikasi, framing masalah, serta manajemen perubahan justru menjadi pembeda.

Di sektor layanan, AI melahirkan kreator baru seperti analis konten yang diperkaya model bahasa, desainer pengalaman yang menggabungkan otomasi dengan empati, hingga pengembang otomasi kantor untuk menghilangkan pekerjaan berulang. Nilai tambahnya tidak lagi "bisa memakai alat", melainkan "bisa merancang alur kerja yang membuat tim bekerja 2--3 kali lebih cepat tanpa menambah risiko".

Apakah semuanya berarti semua orang harus jadi coder? Tidak. Yang dibutuhkan adalah literasi AI tingkat kerja, tahu kapan model cocok dipakai, bagaimana mengevaluasi hasil, dan bagaimana menyiapkan data yang bersih. Kemampuan membuat prototipe ringan dashboard, skrip ekstraksi data, atau API kecil sudah cukup untuk menggerakkan perubahan nyata di banyak tim.

Kekhawatiran terbesar biasanya datang dari ketidakpastian. Cara meredamnya adalah memindahkan fokus dari "pekerjaan" ke "masalah" yang kita selesaikan. Selama kita terus mengasah kapasitas memformulasikan masalah, memvalidasi dampak, dan menutup loop dari ide ke implementasi, maka apapun alatnya, termasuk AI, akan menjadi pengganda, bukan pengganti.

Pada akhirnya, peluang di era AI berpihak pada mereka yang berani mencoba, mengukur, dan belajar ulang. Portofolio nyata lebih kuat daripada sertifikat, dan kolaborasi lintas fungsi lebih bernilai daripada bekerja sendirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun