Gresik -- Dalam rangka memperluas wawasan keilmuan sivitas akademika, Biro Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) menggelar seminar sekaligus bedah buku berjudul Epistemologi Tadzakkur Rahmani: Sistem Pengetahuan Al-Qur'an dalam Tafsir Sufistik dan Falsafi, karya Dr. Piet Hizbullah Khaidir, S.Ag., MA. Acara tersebut berlangsung pada Rabu, 14 Mei 2025 (18 Dzulqa'dah 1446 H), di Hall Sang Pencerah lantai 8 Gedung UMG, pukul 08.00--11.00 WIB.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama: penulis buku, Dr. Piet Hizbullah Khaidir, serta Prof. Dr. Khozin, M.Si. dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Seminar dibuka secara resmi oleh Rektor UMG, Prof. Dr. Khoirul Anwar, S.Pd., M.Pd., dan dipandu oleh Wakil Rektor Suwarno, SE., M.Si. selaku moderator.
Dalam sesi pemaparannya, Dr. Piet menekankan bahwa bukunya membahas dua persoalan mendasar dalam epistemologi filsafat: pertama, tentang sifat dasar pengetahuan---apakah bersifat rasional, empiris, atau perpaduan keduanya; dan kedua, tentang hubungan antara subjek dan objek dalam proses mengetahui. Buku ini menawarkan jawaban Qur'ani atas persoalan tersebut melalui konsep Tadzakkur Rahmani, yakni pendekatan pengetahuan yang berakar pada nilai-nilai ilahiah.
Buku tersebut juga mengklasifikasikan 16 istilah kunci dalam proses epistemologi ke dalam tiga kategori: proses perseptual (berbasis indera), proses konseptual (berbasis kognisi), dan proses abstraksi (meliputi generalisasi dan penyusunan pengetahuan).
Sementara itu, Prof. Khozin dalam pemaparannya membahas empat komponen utama dalam epistemologi---yakni teori, struktur, metode, dan validitas. Ia menyoroti bahwa buku ini secara mendalam mengulas struktur dan metode epistemologi Islam. Ia juga menekankan bahwa dalam pandangan Islam, Allah SWT adalah sumber utama segala pengetahuan, berbeda dengan pandangan Barat yang memisahkan Tuhan dari realitas alam. Dengan mengangkat analogi "pembuat jam", Prof. Khozin menjelaskan bahwa filsafat Barat melihat Tuhan sebagai pencipta yang pasif, sedangkan epistemologi Islam menegaskan relasi yang terus berlangsung antara Tuhan dan ciptaan-Nya.
Diskusi juga menekankan pentingnya memahami bahwa antara sains ilahi (yang bersumber dari wahyu) dan sains alam (yang bersumber dari pengamatan) tidak terdapat pertentangan, kecuali ketika sumbernya tidak sahih atau telah mengalami distorsi. Prof. Khozin juga mengutip Maurice Bucaille yang menyatakan bahwa isi Al-Qur'an sejalan dengan penemuan ilmu modern, meski beberapa hadis memang memerlukan pengkajian lebih lanjut.
Materi yang disampaikan tergolong kompleks dan menantang, khususnya bagi mahasiswa tingkat awal. Ayunda Listya Ningrum, mahasiswa semester 4 Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), mengungkapkan bahwa seminar tersebut sangat berkesan, namun cukup menantang untuk dipahami oleh mahasiswa S1 yang masih baru mengenal dunia akademik. Ia menyarankan bahwa pembahasan seperti ini lebih cocok untuk dosen atau mahasiswa pascasarjana.
Meskipun demikian, kegiatan ini tetap dipandang sebagai langkah penting dalam memperkuat landasan intelektual dan spiritual sivitas akademika UMG. Seminar dan bedah buku ini tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi juga menjadi wadah integrasi antara keilmuan dan nilai-nilai Islam secara menyeluruh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI