Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kehidupan Setelah Pukul Lima Sore

16 Maret 2024   19:57 Diperbarui: 16 Maret 2024   20:02 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kehidupan setelah pukul lima sore itu penting, Ra," kata ibu kepada Sora setiap kali dia pulang dengan wajah tertekuk. 

 Setiap kali diberi wejangan begitu, Sora akan menyahut, "seberapa penting sih, Bu? Dari skala satu sampai sepuluh, seberapa pentingnya kehidupan setelah pukul lima sore?"

 "Delapan koma lima," jawab ibunya mantap.

Baca juga: Dialog Dini Hari

 Biasanya Sora akan memutar bola mata jengah sebelum melanjutkan langkah-langkah beratnya menuju kamar. Mengabaikan perkataan ibu yang memintanya segera mandi---ada Tuhan yang harus mereka temui di pertemuan antara petang dan malam---Sora akan berdiam diri di kamarnya sambil terus memandangi langit-langit kamarnya yang abu.

 Sora terlalu tua untuk pura-pura tidak mengerti bahwa ibu tengah memintanya segera menemukan pria baik hati yang akan jadi "kehidupan setelah pukul lima sore"nya.


 Hanya saja, Sora selalu berkaca dari kedua orang tuanya. Ibu yang super baik sudah lama kehilangan kehidupan setelah pukul lima sorenya. Seorang wanita yang datang entah dari mana telah merebut keidupan setelah pukul lima sore milik ibu. Kabar buruknya, yang kehilangan bukan hanya ibu. Sora juga. Bedanya, kehidupan setelah pukul lima sore milik ibu dipanggil Sora dengan sebutan ayah. 

 Belakangan keadaan telah berubah. Ibu dengan senyum tuanya yang hangat tidak lagi menyambut Sora pulang. Rumah beraroma vanili---ibu suka sekali membuat kue---yang mereka tinggali berdua kosong. Terseok-seok sambil menahan air matanya, Sora akan meninggalkan rumah mereka yang beraroma vanili menuju rumah sementara ibu, rumah sakit.

 Di rumah sakit, semakin hari Sora melihat raut wajah ibu semakin lelah dan tua. Namun, ibu masih tetap sama. Masih suka sekali mengingatkannya tentang betapa pentingnya kehidupan setelah pukul lima sore. Alhasil Sora tidak lagi bertanya seberapa penting kehidupan yang diiming-imingi ibu itu. Sora hanya akan berkata, "Ibu sudah cukup jadi kehidupan setelah pukul lima sorenya aku."

 "Ibu nggak cukup kuat buat jadi kehidupan kamu, Ra," kata ibu setiap Sora hampir merengek. 

 "Aku juga nggak kuat kalau disuruh nyari kehidupan yang lain, Bu," tolak Sora suatu hari. "Ibu tahu seberapa bergantungnya aku sama Ibu. Aku nggak bisa nyari kehidupan lain, entah itu kehidupan setelah pukul lima sore atau kapanpun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun