Hujan turun deras di sore itu, seakan mewakili perasaan Lara yang sedang dirundung nestapa. Gadis berusia 23 tahun itu duduk di sudut kamarnya, memeluk lutut sembari menatap jendela yang berembun. Hidupnya serasa runtuh setelah kabar buruk itu datang---pekerjaan yang ia banggakan selama ini harus hilang karena perusahaan tempatnya bekerja bangkrut.
"Kenapa harus aku, Ya Allah?" gumamnya lirih. Ia merasa dunia tidak adil. Sebagai tulang punggung keluarga, Lara selalu bekerja keras demi ibu yang sakit-sakitan dan adik kecilnya yang masih sekolah. Namun kini, ia tak tahu harus bagaimana.
Lara mencoba menghubungi beberapa kenalannya, berharap mendapatkan pekerjaan baru, tetapi semua usahanya menemui jalan buntu. Telepon dan pesan yang ia kirim tak berbalas. Semakin hari, simpanannya semakin menipis, dan tagihan rumah sakit ibunya terus menumpuk.
"Mungkin aku memang tidak cukup baik," pikirnya. Kata-kata itu terus bergema di kepalanya, membuat dadanya terasa sesak.
Hari-hari berlalu dalam kekosongan. Lara mulai kehilangan semangat, bahkan untuk sekadar bangun dari tempat tidur. Hingga suatu malam, ia membuka laci meja kerjanya dan menemukan sebuah Al-Qur'an yang sudah lama tak ia sentuh. Dengan tangan gemetar, ia membukanya dan membaca ayat-ayat yang mengajaknya untuk bersabar dan bertawakal.
"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 6).
Mata Lara berkaca-kaca. Ia merasakan sesuatu yang hangat mengisi hatinya. Meski hatinya masih rapuh, ayat itu seperti memberikan harapan baru.
Keesokan harinya, Lara memutuskan untuk bangkit. Ia mulai melamar pekerjaan ke berbagai tempat dan menjalankan pekerjaan serabutan seperti menjahit dan menjual kue untuk memenuhi kebutuhan.
Dalam perjalanan itu, ia mulai menyadari sesuatu. Hidup tidak selalu tentang hasil yang instan. Kadang, proses jatuh dan bangkit adalah bagian dari rencana Tuhan untuk menguatkan hati hamba-Nya.
Sebulan kemudian, sebuah perusahaan menerima lamarannya sebagai staf administrasi. Gajinya memang tidak sebesar pekerjaan sebelumnya, tetapi cukup untuk membantu keluarganya. Ia juga merasa lebih tenang setelah rutin meluangkan waktu untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Di penghujung malam, Lara menatap langit melalui jendela kamarnya yang kini tak lagi kelam. Ia berbisik, "Ya Allah, aku pasrahkan semuanya kepada-Mu. Jika ini jalanku, aku ikhlas. Aku percaya Engkau tak pernah meninggalkan hamba-Mu."