Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kesombongan yang Tiada Habis

10 Juli 2019   03:05 Diperbarui: 10 Juli 2019   03:14 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.kompas.com

Hari ini saya dikejutkan dengan berita tentang syarat rekonsiliasi yang diajukan Partai Gerinda saat Presiden RI terpilih 2019-2024 Joko Widodo berniat melakukan rekonsiliasi. Sudah pasti syarat yang diajukan tersebut menjadi headline di media cetak dan elektronik di Indonesia. Selain itu, berita ini dipastikan menjadi salah satu berita heboh di Tanah Air setelah keramaian seputar Pilpres 2019.

Terkejut #1

Ketika dalam sebuah rekonsiliasi salah satu pihak mengajukan syarat tertentu, berarti pihak yang lain sepertinya sangat membutuhkan rekonsiliasi tersebut. Selain itu, pihak yang mengajukan persyaratan sepertinya berada di posisi tawar yang lebih tinggi sehingga berani memberikan persyaratan tertentu. Syarat yang diajukan seolah menjadi penyandra rekonsiliasi tersebut. Tanpa persetujuan terhadap syarat tersebut, berarti rekonsiliasi batal dilakukan. Ini yang menjadi keterkejutan saya yang pertama.

Memangnya Partai Gerindra itu siapa? Apakah merupakan partai terbesar? Apakah partai pemenang pemilu legisltif 2019? Apakah partai dengan posisi tawar yang tinggi? Bukan penyandang partai terbesar, pemenang pemilu, atau posisi tawar yang tinggi dan berani mengajukan persyaratan dalam sebuah rekonsiliasi, berarti hanya ada satu kesimpulan. Partai Gerindra adalah partai yang tinggi hati dan sombong. Partai yang tidak berjuang untuk rakyat, tetapi untuk dirinya sendiri. Jargon mewakili suara rakyat hanyalah manis di bibir semata.

Terkejut #2

Syarat yang diajukan adalah pemulangan Rizieq yang banyak membuat kegaduhan di Indonesia. Lihat saya, selama dia berada di luar sana, FPI seolah kehilangan taringnya. Tidak banyak demo-demo yang dilakukan. Mengapa? Karena pimpinannya sedang melarikan diri dari beberapa kasus yang menjeratnya. Seorang pemimpin yang bertanggung jawab adalah dia yang berani menghadapi masalah hokum dengan lapang dada.

Berdalih melakukan ibadah umroh tetapi tidak pulang-pulang dengan berbagai macam argumen yang tidak kuat, makin meyakinkan publik di Indonesia yang masih waras bahwa dia bukanlah seorang yang patut diteladani.

Memangnya ada apa dengan Riziek yang dibela mati-matian oleh Gerindra? Apa untungnya buat Jokowi memulangkan Riziek yang jelas-jelas tidak bertanggung jawab tersebut? TIDAK ADA SAMA SEKALI.

Bukan hanya itu, ternyata Riziek hanya jadi pintu pembuka karena di belakangnya akan muncul kasus-kasus yang katanya dikriminalisasi harus dianulir. Pertanyaannya adalah untuk kepentingan siapa? Rakyat Indonesia secara keseluruhan? Pasti tidak!

Penutup

Jokowi adalah presiden seluruh rakyat Indonesia dan bukan sekelompok orang saja. Sebelum putusan MK dibacakan 27 April 2019 yang lalu, para pendukung Prabowo-Sandi sangat yakin bahwa mereka akan jadi pemenang Pilpres 2019. Mereka bahkan dengan sombongnya mengatakan bahwa rekonsiliasi tidak perlu dan menolak undangan Jokowi untuk terlibat dalam pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun