Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghentikan Intoleransi di Sekolah

19 November 2020   06:12 Diperbarui: 19 November 2020   06:19 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menghentikan Intoleransi di Sekolah

Sebulan ini kita disodorkan dengan berita intoleransi di sebuah sekolah menengah di kota Depok. Dalam berita itu disebut bahwa seorang siswa yang berkeyakinan non muslim terpilih sebagai ketua OSIS dengan suara terbanyak. Namun kenyataannya, pemilihan ketua OSIS itu harus diulang, diduga karena ketua OSIS terpilih beragama berbeda.

Kejadian di atas adalah kasus intoleransi ke sekian yang terjadi di sekolah diantara kasus-kasus intoleransi lainnya. Mungkin kita ingat beberapa temuan soal ujian yang mengajarkan intoleransi kepada siswa sekolah dasar. Bahkan ada kasus karnaval sekolah PAUD yang mengenalkan radikalisme kepada siswa siswa PAUD dengan berseragam ala ISIS.

Kejadian ini semua membuat kita semua prihatin. Bukan saja karena karena intoleransi adalah unsure pembeda dari masyarakat, di sisi lain bangsa kita adalah pluralis yang mutlak membutuhkan toleransi dalam bernegara dan bermasyarakatnya. Ini adalah kontradiksi yang harus kita selesaikan bersama. Tidak mungkin kita menuntut homogenitas ditengah-tengah heterogenitas yang kita miliki ini.

Jika kita ke Bali, kita akan bertemu dengan masyarakat beragama Hindu sebagai masyarakat terbesar pulau itu. Apakah kita berusaha membuat mereka sama dengan kita? 

Justru karena perbedaannyalah (adatnya, budayanya dll) mereka unik di mata kita. Bukankah adat dan kepercayaan mereka itu juga tidak mengusik kita sebagai masyarakat yang berkeyakinan berbeda dengan mereka?

Hal kedua yang membuat kita prihatin dengan kasus-kasus intoleransi adalah bahwa intoleransi justru banyak dikenalkan kepada generasi muda melalui sekolah bahkan PAUD sampai perguruan tinggi. 

Sekolah yang seharusnya menjadi basis cahaya bagi pengetahuan, logika, nalar dan hati nurani justru dibelokkan oleh para guru dan pendidiknya kepada arah intoleransi yang menjauhi dasar negara.

Ranah pendidikan yang seharusnya lebih paham Pancasila dibanding golongan masyarakat lainnya kini memiliki paham yang berbeda dengan tuntunan bangsa itu sendiri.

Fenomena ini harus segera dihentikan. Caranya ?

Jika melihat kasusnya memang tidak semua bisa diselesaikan dengan para stakeholder. Mereka akan terlalu berat menanggung banyak persoalan selain intoleransi yang harus mereka selesaikan. Di sisi lain, para pendidik harusnya sadar akan hal-hal dasar bernegara dan bermasyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun