Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perkaya Literasi demi Kemajuan Demokrasi

1 Februari 2019   06:03 Diperbarui: 1 Februari 2019   06:27 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Amerika Serikat menghadapi Pilpres dimana Trump dan Hillary bertarung memperebutkan kursi Presiden, banyak orang terjebak pada pola menyerang dari pendukung Trump ke Hillary, dan sebaliknya. Kubu Hillary ke kubu Trump. Kedua capres juga bersikap ofensif satu terhadap yang yang lain.

Dalam serang menyerang itu seringkali mereka menggunakan bahasa yang keras dan kadang kasar. Mereka menyudutkan pihak lain dengan serangkaian peristiwa yang dialami oleh capres itu. Semisal Trump yang terlibat persoalan dengan ucapannya soal perempuan sering jadi makanan empuk bagi pendukung Hillary. Mereka mencemoohkannya. Begitu juga Hillary yang beberapa kali punya persoalan menyangkut pekerjaannya saat menjadi Menlu Amerika Serikat.

Hanya saja serangan-serangan oleh pendukung itu cenderung juga membawa kekhasan pemilih masing-masing, karena AS hanya punya dua partai yang bertarung. Pada soal Demokrasi pun, AS lebih matang dibanding Indonesia. 

Tetapi ujaran-ujaran kebencian yang dilontarkan masing-masing kubu relative sama saja. Mereka membela calonnya, terlepas dari benar atau tidak.

Di Indonesia dimana Negara kita masih 'muda'. Demokrasipun masih dianggap muda. Reformasipun membawa pengaruh cukup besar pada demokrasi kita. Media massa juga diberi keleluasaan untuk menyuarakan kenyataan yang terjadi. Mereka relatif bisa keluar dari ancaman pembreidelan yang pada masa sebelumnya kerap menghantui mereka.

Sedangkan kebebasan yang menyangkut pribadi juga mengalami banyak kemajuan. Terlebih dengan kemajuan teknologi yang tengah terjadi. Di mana komunikasi menjadi sangat terbuka dan bebas. Kita bisa menyuarakan pendapat kita dengan lebih baik dan tidak dalam tekanan. Dan sering terjadi persoalan ketika pemilihan umum terjadi, termasuk pilkada dan pilpres.

Tidak seperti di Amerika, Indonesia punya banyak partai dengan 2-3 calon presiden dalam setiap pilpresnya. Itu dipertajam dengan penyerangan yang dilakukan oleh masing-masing pendukung melalui media sosial. Mereka bertarung dan saling menyerang sampai ke masalah-masalah pribadi. 

Sama dengan yang terjadi di Amerika, fenomena membela pendapat orang yang terkenal tanpa peduli benar atau salah juga terjadi di Indonesia.

Yang menjadi pembeda adalah, soal kultur. Kultur di AS tidak seperti di Indonesia. Indonesia keberagamannya sangat kental dan persatuan atas kebragaman itu dijunjung tinggi. Kedua, tokoh politik panutan di AS cenderung sudah teruji.  

Disana tokoh yang mereka percayai adalah orang yang cukup kompeten di bidang politik, karena teruji dalam berbagai konvensi; penyaringan olehpartainya. Jika itu artis, maka artis yang maju dalam kontestasi itu sudah truji. Dalam hal ini misalnya Ronald Reagan.

Di Indonesia, seringkali kita percaya pada artis atau orang yang tiba-tiba muncul dan diragukan tracknya dan kemudian memakai pengaruhnya untuk politik. Kemudian karena mereka, masyarakat saling serang melalui media massa, padahal belum tentu benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun