Mohon tunggu...
Hestri Parahest
Hestri Parahest Mohon Tunggu... hobi menulis

coretan si miskin diksi dan intuisi

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Cabuk Wijen Wonogiri : Kian Langka dan Terpinggirkan

13 September 2025   18:45 Diperbarui: 13 September 2025   18:45 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biarpun hitam dan tampilannya tidak menarik, makan dengan lauk cabuk wijen bisa bikin boros nasi. Apalagi nasinya hangat. Rasa yang cukup unik dari perpaduan gurih, pedas, manis, dan aromatik, yang berduet dengan sepiring nasi hangat, menjadikan suap demi suapnya senikmat surga dunia. Namun seiring gerusan zaman, makanan yang konon menjadi favorit mendiang Ibu Tien Soeharto ini, semakin langka dijumpai di pasar tradisional Wonogiri seperti dulu.

Cabuk wijen atau yang sering disebut pula dengan sambal cabuk, adalah makanan khas dari Wonogiri, Jawa Tengah, yang merupakan hasil samping dari pemerasan minyak wijen hitam. Sebelum diambil minyaknya, wijen hitam digiling halus dan dikukus, lalu dipres sampai keluar minyaknya. Untuk membuat cabuk wijen, bungkil atau ampas dari pengepresan wijen hitam ini diayak atau disaring, hingga didapatkan serbuk bungkil yang halus. Bungkil halus kemudian ditambah dengan merang bakar agar warnanya hitam pekat. Selain merang, ada juga yang menambahkan londo, yaitu daun pisang kering yang dibakar, sebagai pewarna hitam alami cabuk wijen. Setelah kembali dikukus, bungkil diangkat dan diratakan di atas papan, lalu ditutup, dan didiamkan selama dua hari untuk fermentasi. Setelah dua hari proses fermentasi, bungkil wijen yang sudah menjadi cabuk dicampur dengan bumbu yang berupa cabe, bawang putih, dan gula merah yang sudah dihaluskan. Kelapa sangrai dan daun kemangi turut pula ditambahkan agar rasanya lebih gurih dan aroma cabuknya menjadi wangi. Cabuk yang sudah dibumbui kemudian dibungkus daun pisang, dikukus, dan dibakar atau dipanggang, hingga aroma smoky-nya keluar menambah sedap. Dan jadilah cabuk wijen yang siap santap. Bentuknya seperti pasta, berwarna hitam, teksturnya lembut, rasanya gurih, pedas, manis, wangi dan cocok sebagai lauk pendamping nasi hangat, yang juga bisa dipadu dengan lauk pauk lainnya sesuai selera. 

Mengapa Kian Langka?

Dulu, cabuk wijen adalah makanan yang bisa dinikmati di setiap rumah di daerah Wonogiri. Para penjualnya pun banyak membanjiri pasar-pasar tradisional di Wonogiri. Tapi seiring perkembangan zaman, cabuk wijen semakin langka dan terpinggirkan. Penjualnya kini hanya tinggal beberapa yang masih bertahan. Mengapa?

Kita perlu melingkari beberapa poin penting yang ditengarai  menjadi penyebab langkanya cabuk wijen sebagai makanan tradisi yang menjadi ciri khas Wonogiri.

  • Kurangnya regenerasi pembuat cabuk

Seiring berjalannya waktu, semakin sedikit generasi muda yang tertarik untuk melanjutkan tradisi pembuatan cabuk wijen. Beberapa gelintir pembuat cabuk yang hingga kini masih bertahan kebanyakan adalah generasi tua. Kepunahan resep dan teknik pembuatan cabuk wijen yang diwariskan turun temurun, menjadi sebuah ancaman yang tidak bisa dipungkiri.

  • Proses pembuatan yang rumit

Pembuatan cabuk wijen memang cukup ribet dan memakan waktu. Tahapan-tahapan dalam prosesnya membutuhkan ekstra ketelatenan dan kesabaran. Ini penyebab semakin sedikitnya orang yang mau dan mampu untuk membuat cabuk wijen, terlebih di era yang serba praktis dan instan ini.

  • Bahan baku yang sulit didapat

Di masa sekarang, wijen hitam sebagai bahan baku utama cabuk wijen, sudah jarang ditanam di Wonogiri. Pembuat cabuk wijen yang masih bertahan, mendapatkan bahan bakunya dari luar Wonogiri, dikarenakan produksi wijen hitam dari petani lokal tidak lagi bisa mencukupi. 

  • Tampilan yang kurang menarik

Tampilan cabuk wijen yang berwarna hitam pekat dan terkesan kuno, bahkan bisa dibilang "ndeso", kadang membuat makanan ini jadi tampak kurang menarik bagi sebagian orang. Terlebih lagi generasi muda yang lebih tertarik pada makanan kekinian yang berpenampilan modern dan visual yang lebih cerah.

  • Kurang dikenal masyarakat

Sebagian orang dari generasi tertentu sudah familiar dengan cabuk wijen. Tetapi sebagian umum lainnya, terutama masyarakat di luar Wonogiri, banyak yang sama sekali tidak tahu apa itu cabuk wijen. Kurang populernya cabuk wijen di masyarakat, membuat makanan ini semakin terpinggirkan di tengah gempuran kuliner modern yang semakin pesat berkembang.

Melestarikan Cabuk Wijen

Pewarisan resep dan teknik memasak dari generasi ke generasi sebenarnya merupakan cara yang paling natural untuk melestarikan sebuah kuliner tradisional yang menjadi ciri khas suatu daerah. Menilik penyebab kelangkaan cabuk wijen, diperlukan kolaborasi yang kuat antara masyarakat, UMKM, pelaku ekonomi kreatif, dan pemerintah daerah setempat, untuk mengembangkan dan melestarikan kuliner cabuk wijen khas Wonogiri. Sinergi dapat menciptakan gerakan-gerakan pelestarian yang nyata, baik dari sisi inovasi, produksi, pemasaran, edukasi, maupun budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun