Mohon tunggu...
Hesky Rohi
Hesky Rohi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Den Hanenda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ajakan Pergi Bersamanya

27 September 2025   07:56 Diperbarui: 27 September 2025   07:56 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam selalu menyimpan misteri yang tak bisa dijelaskan dengan akal sehat. Sebagian orang menyimpulkan bahwa, gerbang gaib sedang terbuka lebar saat gelap menguasai hampir seantero bumi. Kekacauan mungkin terjadi pada berbagai orang yang masih berpesta di luar sana, namun tak sedikit jua yang merasa takut dan sepi sehabis duka. 

***

Beberapa tahun lalu, ayah sahabatku meninggal. Yang masih merupakan kerabat dekatku juga. Tepat saat aku masih duduk di bangkus kelas 12. Ia meninggalkan seorang istri dan empat orang anak.

Entah kenapa, aura yang daripadanya terasa sedikit berbeda. Memang, orang mati atau rumah duka selalu meninggalkan jejak mistis bagi separuh orang yang katanya peka dengan dunia tak kasat mata. 

Sama halnya denganku. 

Ketakutan akan melihat jasad yang terbaring kaku, pucat seluruh tubuh. Apalagi dalam beberapa keadaan ada darah mengalir dari sebagian jasad itu. Bisa jadi itu sebuah pembengkakan dari daging yang membusuk kemudian pecah dan hancur. Entah karena kondisi orangnya yang mengalami sakit semasa hidup, atau bahkan pengaruh dari bagaimana cara kematiannya. 

Sahabat ayahku terbilang cukup humoris, suka bercanda namun pembawaannya cukup kasar. Aku lebih baik melihatnya tersenyum bak penari jaipong daripada melihat wajahnya masam dengan tatapan tajam. 

Kulitnya yang sawo matang semakin menjadikannya sebagai orang yang sangat menakutkan bagiku pribadi. Apalagi cara ajal menjemputnya yang terbilang cukup mengerikan. 

Diam-diam, beliau yang bisa disebut paman Rudy ini memendam segala bebannya seorang diri. Tanpa diketahui oleh banyak orang, ternyata pikirannya dipenuhi oleh berbagai masalah. 

Paman Rudy merupakan seorang pengusaha pakan ternak. Usahanya cukup maju, dan tidak masalah apa-apa menurutku dan juga dari pandangan orang lain. 

Namun siapa mengira, beberapa hari sebelum beliau dilarikan ke rumah sakit. Tanteku, sebut saja bu Titi. Ia singgah di toko paman Rudy untuk membeli pakan ayam. Menurut bu Titi, pandangan paman Rudy seperti orang yang tak lagi memiliki jiwa. Atau dalam kata lain, pandangannya kosong. Tak seperti biasa. 

"Udy, pakan ayamnya dua kilo, ya!" bu Titi menyapanya dengan panggilan akrab, sembari menyiapkan beberapa lembar uang dari dompet. 

Paman Rudy hanya berdiri tepat setengah langkah di hadapan bu Titi dengan wajah datar dan tampak lesu. Badannya bergeming. 

"Huh, panasnya..," bu Titi mendengus sambil menyeka keringat karena ia baru saja berbelanja banyak barang dari pasar. 

"Lho, Udy..?" 

Wajahnya keheranan dengan sikap lelaki yang kira-kira waktu itu berusia 30-an atau 40-an tahun. 

"Pakan ayamnya dua kilo. Kenapa diam terus di situ?" bu Titi sedikit mengomel karena banyaknya belanjaan, panas matahari sampai bikin keringetan setengah mati, tambah lagi paman Rudy yang berdiri seperti patung dan tak menghiraukan pesanan bu Titi. 

Paman Rudy hanya menggerakkan bola mata saja. Yang tadinya melihat ke satu arah ke luar kiosnya, kini menatap bu Titi sebentar. Lalu ia memutar balik badannya dan mempersiapkan pesanan bu Titi. 

Bu Titi tak menaruh banyak curiga, ia hanya menganggap itu sebagai sikap aneh. Mungkin karena kurangnya minum air putih sehingga mengakibatkan seseorang tidak terlalu fokus. Seperti paman Rudy. 

Seminggu berlalu... 

"Rumah sakit mana? Ohhh, iya. Nanti, entah malam atau besok kita bakal jenguk, soalnya ini lagi sibuk sama cucu." 

Aku yang sedang bermain bersama ponakan yang berumur setahun kala itu. Sedikit mendengar percakapan antara tanteku yang merupakan kakak dari bu Titi. 

"Paman Rudy masuk rumah sakit, sejak malam tadi." kata tanteku itu yang kemudian mengambil dot susu untuk diberikan bagi si putri cilik nan cantik yang sedang tiduran beralas kasur lantai. 

Beberapa waktu berselang, kondisi paman Rudy dikabarkan membaik. Aku ingat betul, bahwa katanya ia masih sempat bercanda dengan adiknya saat magrib ketika masih dirawat di rumah sakit. 

Kondisi tubuhnya terlihat kurus seusai fase kritis beberapa hari. Keluarganya sudah bahagia saat itu, anggapan mereka, esok hari adalah wujud kebahagiaan atas berkat dan kebaikan Yang Maha Kuasa karena telah menyembuhkan beliau. 

Dokter sudah memberikan tanda-tanda untuk bisa rawat jalan saja, dan keluarga yang menjenguknya juga sudah mulai pulang. Tapi kira-kira hampir mendekati tengah malam, kondisi paman Rudy kembali drob. Ia tak sadarkan diri dan dokter pun kembali melakukan penanganan medis secepatnya. 

Keluarga yang masih tersisa kalang kabut. Wajah-wajah berseri hilang seketika. Kepanikan melanda. Ketakutan menguasai. Doa dan permohonan kembali dinaikkan, agar Tuhan memberikan pertolongan. Tapi naas, racun yang ia minum telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Paman Rudy pun dinyatakan meninggal dunia dengan kondisi badan yang menghitam perlahan demi perlahan. 

Hari berjalan bergitu cepat.. 

Malam-malam yang kulalui terasa mencekam. Entah kenapa, namun aku sangat gelisah jika malam tiba. Hanya dengan doa saja aku mencari ketenangan. Sayang, pikiranku terlalu jauh memikirkan berbagai hal yang buruk. 

Bayang-bayang paman Rudy melintasi dan memenuhi imajinasi kengerian dalam benakku. Tidurku menjadi momok tersendiri. Aku tidak nyaman dibuatnya.

Sampai di malam itu, paman Rudy mendatangiku. Badannya yang cukup kekar dan berbulu di hampir seonggok tubuh berkulit sawo matang itu membawa hawa dingin yang menakutkan.

Aku ingat persis, bagaimana ia masuk lalu menyeka gorden pintu kemudian menemuiku yang berada di atas ranjang. Posisi kami hanya dibatasi oleh kelambu yang bahkan sekali ditiup angin akan terbuka seluruhnya. 

Ia bersama dua arwah lain yang memiliki wujud serupa. Aku menelan ludah susah payah, berusaha menutupi tubuhku dengan selimut tipis. Setidaknya berupaya berlindung dari ancaman yang bisa menyerangku sewaktu-waktu. 

Sial. 

Arwah ayah sahabatku itu malah mendekat ke arahku. Ia menunjukan wajah yang memerah dan tubuh yang menghitam karena efek racun yang ia minum itu. Aku yang berada dalam keadaan terhimpit di bawah tindihannya hanya bisa merapalkan doa-doa minta tolong di dalam hati kepada Sang Pencipta. 

Untungnya, momen mengerikan itu tak berlangsung lama. Namun meninggalkan jejak menakutkan sehingga tubuhku tersadar dan basah oleh bulir-bulir keringat sebiji jagung. napas berusaha kuatur sedemikian rupa agar kembali tenang, dan memberi sugesti bahwa kejadian tadi hanyalah mimpi. 

Paman Rudy seperti mempunyai misi tersendiri, sehingga ia kembali mendatangiku selama beberapa kali. Yang terakhir ialah ia datang dengan tujuan menjemputku untuk ikut bersamanya. Bersama dua arwah lain yang menemaninya bak pengawal, ia menyeret tubuhku. 

Cengkraman arwah paman Rudy begitu kuat sehingga aku hanya bisa pasrah mengikuti langkahnya. 

"Kamu ikut denganku.." katanya dengan suara berat diikuti tawa yang tak seperti terdengar di panggung komedi. 

Lagi dan lagi, aku tak punya kekuatan untuk bersuara, namun untungnya tubuhku masih kuat untuk memberontak dan menggeleng kepala tanda tak setuju. 

Arwah yang memiliki tinggi hampir 2 meter itu kemudian memberikan syarat yang harus aku penuhi. 

"Kamu harus membantu Angga, kalau dia sedang kesulitan. Ingat untuk selalu berada di sampingnya ketika dia menghadapi masalahnya. Kamu harus berada bersamanya, jangan pernah tinggalkan dia. Atau aku akan datang menemuimu lagi." jelasnya yang terdengar serius dengan perkataannya. 

Aku menganggukkan kepala sambil melihat arwah paman Rudy bersama dua arwah yang mengapitnya pergi dan menghilang seperti asap. 

"Huh.." hembusan nafas tanda lega setelah bangun memaksaku untuk merenungkan apa yang aku alami. 

Yang kupahami ialah, paman Rudy ingin agar aku selalu menjaga hubungan baik dengan Angga putra pertamanya. Mungkin ia tidak mau, jika nasib anaknya akan sama seperti dia yang memilih bunuh diri dengan meminum racun untuk lari dari permasalahan yang menghimpit. 

Mungkin seperti itu, kisah paman Rudy membuat pandanganku sedikit terbuka. Bahwasanya ada orang-orang yang diam-diam menutupi berbagai masalahnya di balik senyum dan tingkah kocak di hadapan orang lain, namun di dalam pikirannya menumpuk berbagai hal yang sulit untuk diceritakan. Bahkan kepada pasangan, saudara, orang tua maupun orang-orang terdekat sekalipun. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun