Namun siapa mengira, beberapa hari sebelum beliau dilarikan ke rumah sakit. Tanteku, sebut saja bu Titi. Ia singgah di toko paman Rudy untuk membeli pakan ayam. Menurut bu Titi, pandangan paman Rudy seperti orang yang tak lagi memiliki jiwa. Atau dalam kata lain, pandangannya kosong. Tak seperti biasa.Â
"Udy, pakan ayamnya dua kilo, ya!" bu Titi menyapanya dengan panggilan akrab, sembari menyiapkan beberapa lembar uang dari dompet.Â
Paman Rudy hanya berdiri tepat setengah langkah di hadapan bu Titi dengan wajah datar dan tampak lesu. Badannya bergeming.Â
"Huh, panasnya..," bu Titi mendengus sambil menyeka keringat karena ia baru saja berbelanja banyak barang dari pasar.Â
"Lho, Udy..?"Â
Wajahnya keheranan dengan sikap lelaki yang kira-kira waktu itu berusia 30-an atau 40-an tahun.Â
"Pakan ayamnya dua kilo. Kenapa diam terus di situ?" bu Titi sedikit mengomel karena banyaknya belanjaan, panas matahari sampai bikin keringetan setengah mati, tambah lagi paman Rudy yang berdiri seperti patung dan tak menghiraukan pesanan bu Titi.Â
Paman Rudy hanya menggerakkan bola mata saja. Yang tadinya melihat ke satu arah ke luar kiosnya, kini menatap bu Titi sebentar. Lalu ia memutar balik badannya dan mempersiapkan pesanan bu Titi.Â
Bu Titi tak menaruh banyak curiga, ia hanya menganggap itu sebagai sikap aneh. Mungkin karena kurangnya minum air putih sehingga mengakibatkan seseorang tidak terlalu fokus. Seperti paman Rudy.Â
Seminggu berlalu...Â
"Rumah sakit mana? Ohhh, iya. Nanti, entah malam atau besok kita bakal jenguk, soalnya ini lagi sibuk sama cucu."Â