Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Khutbah Jumat Mencerahkan Menyikapi G30S dan Komunis

30 September 2017   12:17 Diperbarui: 30 September 2017   12:36 2214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam Masjid Mujahirin. Dok pribadi

Namanya dakwah sebaiknya disampaikan dengan cara yang baik dan benar walaupun itu pahit sekalipun. Kemarin hari Jumat (29/09) khutbah Jumatan di Masjid Mujahirin Jl Bendungan Sigura-gura Kota Malang diisi dengan tema aktual yang "ramai" di bicarakan terutama di media sosial, yaitu tentang komunis (PKI) di negara kita.  Khutbah disampaikan oleh Prof. Dr. Thobroni, MA yang disampaikan begitu ilmiah dengan argumen yang kuat dengan tidak mengandalkan sentimen belaka. Suatu khutbah yang sangat akademik yang memang cocok disampaikan jamaah yang sebagian besar adalah mahasiswa.     

Sang khatib mengemukakan tema yang dihubungkan dengan peristiwa sejarah kelam yang terjadi 30 September 1965, yang tidak akan lepas dari PKI dan komunis. Yang setiap tanggal itu selalu dibicarakan, baik memperingatinya untuk mengenang peristiwa itu agar menjadi pembelajaran bangsa ini. Mengkritisi untuk tujuan baik jelas disarankan agar peristiwa tersebut tidak terjadi lagi. Sang khatib juga menyinggung dan menyayangkan kepada pihak yang menggunakan isu PKI ataupun komunis dengan tujuan yang tidak dipertanggungjawabkan (baca: politik).

Komunis sudah banyak ditinggalkan

Dalam khutbahnya sang khotib memaparkan bahwa komunis di dunia ini sudah lama ditinggalkan. Beberapa negara eropa timur sejak tahun 1990-1991 begitu juga negara asia seperti Cina sudah meninggalkan sistem komunis dan menggantikannya dengan ideologi yang lain. Ini dikarenakan komunis sudah tidak relevan dengan kondisi zaman saat ini. Alasan yang dikemukakan setidaknya ada dua pendekatan.

Komunis gagal mewujudkan cita-citanya. Dalam komunis bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Namun di beberapa negara komunis justru membuat rakyatnya sengsara dan kemiskinan meraja lela. Cita-cita komunis yang "sama rata sama rasa" digantikan oleh sistem lain yang juga bertujuan menuju kesejahteraan. Sistem lain yang dipakai seperti gabungan demokrasi, kesejahteraan, dan kapitalisme. Yang  dalam hal ini untuk membentuk negara sejahtera (welfare state).

Demikian dengan cita-cita komunis tentang penghapusan kelas, kaya dan miskin misalnya tidak banyak tercapai. Dalam sistem demokrasi si kaya dan miskin juga diberi tempat dengan keterwakilan, dan dalam beberapa hal keduanya tidak dibedakan berkenaan dengan kelas itu akan hak dan kewajibannya.

Komunis kejam dalam mewujudkan cita-cita. Tidak dipungkiri di beberapa negara komunis dalam mewujudkan cita-citanya dengan cara yang tidak manusiawi dan kejam. Akibatnya banyak juga yang menjadi korban, terutama pada rakyat. Cara seperti ini juga pernah dilakukan kaum komunis di Indonesia. Maka dari itu sistem komunis murni banyak tidak diinginkan, yang tidak heran sistem ini banyak di tinggalkan oleh negara komunis itu sendiri.

Salah satu aspek dari komunis adalah ateis yang itu juga banyak ditinggalkan. Jika melihat kondisi negara kita, justru yang terjadi semarak keagamaan semakin meningkat. Sang khatib merujuk data yang dikeluarkan Kementrian Agama menyatakan bahwa musholla dan masjid banyak didirikan di desa-desa demikian pula dengan acara keagamaan. Maka dari itu kebangkitan komunis sangat sulit sekali, karena sempitnya ruang kembangnya.

Menyikapi peristiwa G30S

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) telah menjadi sejarah kelam bangsa ini. Dan disinyalir pula PKI sedikit banyak terlibat dalam peristiwa tersebut. Akibatnya PKI dibubarkan dan komunis dilarang di negara ini. Banyak korban jiwa dari kedua belah pihak baik dari tentara, agamawan, ataupun komunis. Kejadian masa lalu itu yang selalu "menghantui" dalam menyikapi itu semua sampai saat ini, terutama menjelang tanggal 30 September. Sang khatib menyerukan menyikapi itu semua secara arif dan bijak.

Memaafkan dan melupakan.Sang khatib menyatakan bahwa tak ada orang yang luput dari kesalahan baik yang dilakukan saudara kita ataupun kita sendiri. PKI bisa saja bersalah akan hal itu. Menyikapi hal itu memaafkan dan melupakan hal yang terbaik dalam menapak masa depan bangsa. Selain itu perlu dilakukan adalah menghapus luka sejarah yang pernah ada dengan tidak perlu mengungkit-ungkitnya kembali. Sikap kasih dan dan tak membenci yang disarankan seperti tuntunan di kitab suci. Namun demikian sikap waspada perlu dilakukan dengan cara yang tidak berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun