Mohon tunggu...
Heru Sudrajat
Heru Sudrajat Mohon Tunggu... Wiraswasta - pernah menjadi PNS di Disnaker Propinsi Jambi dan pernah bekerja di Harian Sriwijaya Pos Palembang

Pernah bekerja diharian Sriwijaya Pos Palembang sebagai wartawan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Senja yang Memudar

6 Agustus 2018   17:31 Diperbarui: 6 Agustus 2018   17:39 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tidak seperti biasanya. Senja kali ini tak memberi aroma segar yang ditebar diantara rimbun dedaunan. Dan kita masih saja mengendus-endus berebut daun gugur.

Lalu saling menuturkan begitu susahnya memanggil angin yang tinggal dijauh sana. Meski kita yakin, bahwa kerinduan sebentar lagi terbang dibawa angin, menggugurkan daun kering dan jatuh dipangkuan.

Kitapun tak habis-habisnya berdebat tentang, matahari, rembulan, senja, kemarau, kerinduan yang selalu dimain-mainkan para penyair. Kemudian kesunyian yang membangun beribu tekad untuk berpikir serta menuliskan cerita-cerita syahdu yang mendayu-ndayu.

Pikiran kita jadi tak menentu, jauh menerawang tentang rindu yang membeku jadi batu. Lalu kita tertawa ngakak membangunkan senja yang sedang asyik bercengkerama bersama mimpi.

Perlahan warna senjapun  pudar digiring malam, seperti rindu yang kita tunggu, memudar  membaur dalam kehidupan  yang tak pernah sempurna. Seperti nasib kita.

Sungailiat Bangka, Awal Agustus 2018.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun