Mohon tunggu...
Heru Sudrajat
Heru Sudrajat Mohon Tunggu... pernah menjadi PNS di Disnaker Propinsi Jambi dan pernah bekerja di Harian Sriwijaya Pos Palembang

Pernah bekerja diharian Sriwijaya Pos Palembang sebagai wartawan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan

6 Desember 2017   11:36 Diperbarui: 6 Desember 2017   11:44 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan seharian membuat warga Desa Kecupang menahan diri dirumah. Bahkan aktifitas didesa lumpuh total. Para pegawai kantor desa, susah untuk keluar karena  jalan becek dan berlumpur, sama dengan kubangan kerbau. Semua juga tahu hampir 20 tahun tidak diperhatikan oleh pemerintah dan belum mencicip kue APBD. Padahal kepala desa sudah mengajukan proposal setumpuk, minta agar jalan desa segera dibangun. Tapi entahlah, sampai sekarang belum ada jawaban yang memggembirakan dari pemerintah daerah.

Sukro, Kepala Desa Kecupang hanya berdiam diri didepan kantor, pakaian basah usai mengibarkan bendera merah putih didepan kantor desa. Sebab apapun yang terjadi bendera merah putih harus berkibar didepan kantor. Kecuali hari minggu atau hari libur lainnya. Mata Sokro tajam menatap meja-meja kosong serta risi ruang tak berpenghuni.

Sungguh sepi menyelimuti, hati Sukro. Pikirannya terus melayang ditengah guyuran hujan dan sebentar terdengar batuk dibarengi hembusan asap rokok yang menebar melayang lalu menghilang dibawa angin. Batinnya terus bergolak memikirkan desanya yang tak pernah digubris oleh pemerintah. Sejelek apapun desa ini bagian kecil dari Indonesia, bagian kecil dari sebuah negara yang dulu diperjuangkan dengan nyawa oleh pejuang bangsa,"Apa salahnya desa ini? Seribu KK harus berdiam dirumah tak sanggup melawan hujan? Kalau toh ada kecelakaan politik, karena desa ini tidak mau nemilih bupati terpilih, seharusnya tidak seperti itu?"gumam Sukro sembari menutup jendela dan pintu kantor desa, karena hari sudah sore.

Hujan pun tak kunjung berhenti dan semakin menjadi jadi dibarengi kilatan petir serta suara geluduk yang membuat suasana semakin runyam. Tanpa menunggu waktu Sukro langsung melangkah pulang ke rumah dengan seribu tanda tanya. Meski dikepung hujan langkahnya terus kedepan.

Pikirannya semakin jauh mencari sulosi mengatasi hujan. Dirinya tidak mau dinilai gagal membangun desa, dirinya tidak mau dikatakan cengeng karena tidak diperhatikan pemerintah. Sukro pun jatuh bangun berlari menembus hujan dan berteriak "Desa ini juga bagian Indonesia! Desa ini Indonesia!Desa ini murni cinta Indonesia!Kenapa kami ditinggalkan!"teriaknya keras menggema, memecah dan membungkam derasnya hujan. (heru sudrajat)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun